Tak mudah untuk melawan ego dan juga kenyataan yang harus ku hadapi. Ego berkata lain sementara kenyataan menampar semua itu. Kontras. Aku hanya bisa terdiam sambil memejamkan mata. Meredam gejolak yang membara di dada.
Aku memilih pergi, undur diri dan pamit. Dari pada diri terus tersiksa dari dirimu yang jelas-jelas tak menaruh rasa sedikitpun.
Aku menerima semua kenyataan ini dengan baik. Aku menerima bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipaksa. Perkara rasa yang dihadirkan sang Pencipta rupanya sebagai jalan untuk aku agar bisa mencintai diri sendiri. Meninggalkanmu rupanya menemukan aku jalan pulang untuk mencintai diri sendiri.
Disibukkan dengan segala urusan karena aku tak ingin larut dalam kesedihan. Kata good bye yang ku tulis rupanya membuka kata hello baru yang menenangkan. Berawal dari aku yang kesulitan menghafal nama dan namanya adalah satu-satunya yang bisa kusebut karena aku bisa membacanya dari name tag yang dia gunakan.
Pelarian yang kutempuh, yang ku kira tak akan ada orang lain yang mengenaliku rupanya melesat dari sasaran. Masih ada satu yang tahu dari sekian banyaknya tentang diriku. Dan itu adalah dia yang di awal sering ku sebut namanya. Percakapan yang dimulainya membuatku mau membuka diri. Obrolan yang panjang hingga pada satu titik membuatku terdiam. Dari sekian banyak kategori, aku harus dihadapkan kembali pada orang yang mahir memotret. Dihadapkan kembali juga pada orang yang bisa menjaga perintah Tuhannya. Dan dihadapkan kembali pula pada sosok yang selalu mencintai Ibunya sepenuh hati.
Apakah urusanku sebelumnya belum selesai sehingga kembali dihadapkan dengan ujian yang sama?
Ihat