Kalau Lihat Ikan Lumba-Lumba Jadi Ingat...

Photo by Ádám Berkecz on Unsplash

Bismillahirrahmanirrahiim

Sore tadi ketika aku sedang memeriksa gambar hasil anak-anak, ada seorang anak yang menggambar seorang anak perempuan sedang dicium oleh ikan lumba-lumba. Aku tertegun dan cukup lama memandangi gambar itu di layar komputer. Aku tersenyum kecut mengingat aku tidak pernah ada diposisi si anak perempuan yang ada digambar ini.

Aku jadi inget masa TK aku. Let me tell you here.

Usiaku saat itu lima tahun. Anak TK yang kalau berangkat ke sekolah tuh gak pernah diantar. Jarak antara rumah dengan sekolah lumayan lah sekitar 650 meter pas aku cek sekarang pakai Google Maps. Jalan kaki sendiri atau bareng sama temen-temen yang lain tapi sih seringnya sendiri. Kalau zaman sekarang udah jarang ya anak TK jalan sendiri sekolah. Rata-rata diantar naik motor kan? Zaman aku dulu sih udah biasa anak ke sekolah sendiri. Jadi waktu itu sekolah aku ngadain semacam apa ya kayak main gitu lah atau kunjungan kali ya namanya? Ya pokoknya waktu itu diluar hari sekolah kalau gak salah, sekolah aku ngadain kunjungan buat nonton pertunjukan lumba-lumba tepatnya di acara festival kota. Sekolah ngasih pilihan antara orang tua boleh ikut tapi bayarnya double, atau yang gak ikut orang tuanya juga gak apa-apa karena semua guru ikut dan mendampingi juga. Orang tua aku pilih yang, ok kamu berangkat sendiri. Dan saat itu aku sebagai anak pertama yang gak punya pengalaman apa-apa (maksudnya pengalaman dari Kakak, iyalah namanya juga anak pertama) cuma ngangguk-ngangguk aja yang penting udah ikut aja asik kan nonton lumba-lumba.

Besoknya pas mau berangkat Mamah ngasih aku bekel makanan yang dimasukin ke kotak makanan. Aku lupa lagi makanannya apa yang jelas yang masih ingat makanan pasar lah ya dan juga uang Rp. 1000,-. Ini lebih gede dari uang jajanku yang biasanya cuma Rp. 500,-. Hanya saja Bapakku menegur Mamah kok ngasihnya cuma seribu dan Bapak ngambil uang aku yang seribu itu dan menggantinya dengan uang Rp. 5000,-. Waw! Lima ribu! Zaman dulu tahun 2003 duit lima ribu berharga banget! Bisa jajan sepuasnya! Ok. Aku dianterin dulu ke sekolah sebelum Bapak pergi ke bengkel, dibonceng naik sepeda. Sementara itu Mamah seperti biasa pergi ke rumah Ua buat bantu-bantu.

Sesampainya di depan sekolah, Bapak wanti-wanti sama aku soal uang, jangan hilang terus kalau bisa harus ada sisanya. Aku saat itu cuma iya iya aja, salim lalu berhamburan masuk kelas dengan perasaan bahagia. Namun begitu aku masuk kelas beberapa orang tua murid justru banyak yang ikut. Aku sih gak peduli banget ya waktu itu. Nah sebelum berangkat itu aku sama temen-temen jajan dulu di sekolah sampai akhirnya kembalian uang aku yang jumlahnya tiga ribu itu, aku langsung masukin aja ke kantong celana seragam aku. Dan tanpa aku sadari lagi itu kantong celananya ternyata dangkal banget. Dengan uang seribuan lembaran yang gak aku lipet rapih dan aku masukin langsung gitu ke aja ke kantong celana aku itu ternyata uangnya jatuh tepat di ambang pintu! Teman-teman aku yang lain pada ribut itu uang siapa yang jatuh. Aku yang liatnya masa bodo. Karena aku fikir  uang aku kan aman ada di kantong celana. Dan pada saat itu parahnya lagi aku gak ngecek uang aku masih ada apa enggak.

Berangkatlah kita ke festival kota itu naik kereta odong-odong. Sesampainya di sana tentu kita jalan ya, mengitari festival itu sendiri. Agak siangan kayaknya ketika sampai di acara pertunjukan lumba-lumba itu. aku buru-buru membuka bekal yang tadi disiapkan mamah dan memakannya begitu sampai di sana. Air minum pun aku cuma bawa sedikit. Ternyata acara lumba-lumba itu cukup lama lah ya (mungkin karena aku masih kecil waktu itu). nah pas diakhir acara si penjaganya bilang yang mau diphoto sama lumba-lumbanya bisa mendaftar terlebih dahulu dengan membayar Rp. 20.000,- Aku buru-buru merogoh isi saku celanaku dan aku langsung panik begitu ternyata isi saku celanaku kosong! Aku teringat uang yang tadi jatuh diambangppintu kelas. Jangan-jangan tadi  itu uang aku yang jatuh? Sementara itu teman-teman aku yang membawa uang lebih  udah ikut mendaftar, apalagi yang ikut bersama orang tuanya. Aku cuma menatap mereka dengan tatapan nanar kalau harus aku expresikan sekarang. Cuma waktu itu karena aku gak ngerti sama emosi yang aku rasakan saat itu, saat liat mereka antri buat diphoto rasanya kok sakit ya. Kenapa Mamah aku gak ikut juga sama aku di sini? Padahal pengen banget diphoto sambil dicium lumba-lumba.

Beberapa temanku yang sudah mendapatkan cetakan photonya langsung lonjak-lonjak bahagia sambil memamerkan cetakan photonya itu kepadanya ibunya, sementara aku yang masih duduk di kursi penonton cuma bisa nonton sambil kefikiran uang itu ilang ke mana

Hari semakin siang dan perut aku juga udah mulai keroncongan. Selain itu aku pun kehausan. Aku menahan lapar dan haus sejak menonton pertunjukkan lumba-lumba tadi. Dan setelah menonton pertunjukkan lumba-lumba itu acara dilanjutkan dengan belanja. Jadi bagi anak-anak yang mau belanja silahkan, apalagi yang sama orang tuanya. Aku saat itu karena sendirian gak tahu harus pergi kemana. Aku cuma membuntuti rombongan sambil menahan rasa lapar dan haus. Sementara itu fikiranku kembali pada uang yang hilang itu karena takut nanti kalau pulang ke rumah dan ditanyai Bapak terus aku jawab hilang Bapak pasti akan marah besar. Sepanjang jalan udahlah panas, pusing karena aku berjalan dikelilingi oleh orang-orang dewasa yang emang tinggi-tinggi ya jadi pusing gitu. Sambil megang perut karena lapar dan saat itu aku gak menemukan guru aku. Guru aku entah pergi ke mana. Saat itu yang ada difikiranku cuma pengen buru-buru naik kereta odong-odong dan sampai sekolah habis itu pulang.

Begitu sampai sekolah aku pulang sendirian. Tidak dijemput dan harus berjalan kaki menuju rumah. Sementara itu uang kan udah gak punya, minum juga udah habis. Aku berjalan sendiri menuju rumah sambil menahan rasa haus dan lapar. Belum lagi panasnya terik matahari. Sekitar 10-15 menit aku baru bisa sampai rumah. Waktu itu yang aku ingat begitu sampai rumah, Mamah udah pulang dari rumah Ua karena memang jamnya untuk sholat dzuhur. Nah sesampainya di rumah itu aku langsung ganti baju , mengambil air minum, makan, sholat, habis itu ya pergi tidur. Mamah aku gak bilang apapun dan aku juga tidak mengatakan apapun karena aku lelah dan aku takut kalau aku bilang aku haus dan lapar selama di sana terus mereka jawab kan dikasih uang lebih terus aku jawab uangnya hilang, mereka akan memarahiku. Nah waktu itu Bapak aku juga udah pulang dari bengkel terus Bapak nanya uangnya nyisa atau enggak ya aku jawab uangnya habis soalnya aku haus. Padahal yang terjadi sebenarnya uangnya hilang dan aku kehausan selama di festival itu.

Aku gak berani cerita ini ke mereka sampai akhirnya kisah aku ini kembali terulang ke adek aku.

Pas aku lagi di asrama, Mamah nelfon aku bilang katanya adek aku ada acara renang di sekolah dan orang tua boleh ikut atau enggak (kondisi sekarang jauh berbeda dengan yang dulu. Mamah dulu dingin dan cuek beda dengan sekarang. Dan aku lebih dekat sekarang dengan Mamah termasuk dengan Bapak.) otomatis aku langsung ngambek dong begitu Mamah bilang Mamah gak akan ikut karena jualan. Aku bilang Mamah harus ikut, kalau soal biaya biar aku yang bayar. Aku kembali teringat kejadian aku dulu dan aku gak mau kejadian itu terulang lagi ke ade aku. Tapi takdir berkata lain…

Begitu aku pulang ke rumah karena di asrama sedang gak ada jadwal, Bapak cerita sama aku kalau Mamah aku ternyata gak ikut ke acara renangnya ade aku karena gurunya bilang kalaupun orang tua gak ikut tetap ada guru yang memantau. Ah bullshit! Dalam hati aku.  Alhasil adek aku sendirian ke sana dan saat itu tetangga aku yang ikut ke acara renang itu ngomel-ngomel ke Bapak aku lantaran adek aku kasian banget gak ada yang ngurusin, bajunya basah, dll. Bapak aku langsung pergi ke skeolah buat jemput adek aku. Dan Bapak gak tega banget liat kondisi ade aku yang iya cuma liat sana-sini sambil bengong. Aku cuma nelen ludah aja karena gak tahan aku juga punya pengalaman yang sama dulu.

Dan pengalaman aku itu baru aku sampaikan kebenarannya ke mereka pas aku usia 22 tahun. Mamah aku cuma diam dan terlihat ngerasa berasalah banget sampai kalau tiap kita ngumpul dan ngomongin soal itu Mamah tuh langsung menitikan air mata dan suka minta buat berhenti cerita tentang itu. Aku sadar kok dengan sifat Mamah yang mudah percaya sama omongan orang.

Makannya kalau pergi ke festival bayang-bayang aku kecil dulu tuh suka tiba-tiba datang aja. Atau enggak iya kalau liat gambar lumba-lumba. Langsung keingetan momen itu. Dan sebelumnya aku pernah cerita soal ini ke teman-teman aku, sayangnya dari mereka cuma bilang, itu sih biasa aja. Atau enggak, lebai cerita gitu doang nangis. Semenjak saat itu aku tak ingin lagi berbagi kisahku yang memang menurutku sangat menyedihkan pada orang lain. Cukup ditulis di sini saja. Karena dengan menulis aku bisa bebas menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan dan apa yang aku rasakan.

Dari pengalaman aku ini aku cuma mau nulis poin-poinnya aja buat bekal nanti kalau aku udah nikah dan punya anak:

  1. As a mother ternyata harus serba tahu segalanya, meski kamu tidak mengalaminya dulu di masa kamu kecil atau karena baru punya anak, kamu bisa bertanya kepada orang lain atau rajin baca.
  2. Kalau ada acara di sekolah terus kalau orang tua sekiranya boleh ikut dan anak masih kecil lebih baik ikut.
  3. Sebagai orang tua ternyata jangan langsung menyalahkan si anak kalau si anak berbuat salah. Kasusku kan begitu karena sebelumnya-sebelumnya orang tua aku, terutama Bapak yang suka marah dan ngasih hukuman kalau aku salah maka di kasus ini aku memilih berbohong dari pada harus dimarahi dan mendapat hukuman.
  4. Sebagai guru kalau mengadakan acara seperti ini harus extra perhatian pada murid yang tidak didampingi oleh orang tuanya.
  5. Suatu saat nanti jika aku menjadi seorang Ibu, aku ingin lebih perhatian pada anak aku. Aku ingin anak aku kelak bisa mencurahkan segala isi hatinya tanpa menyalahkan dan juga menggurui.

Tapi soal lumba-lumba ternyata gak sampai di situ. Lumba-lumba juga mengingatkan aku pada seseorang yang selama ini selalu aku harapkan ternyata dia meminang orang lain di saat ribuan pertanyaan untuk dia belum aku sampaikan.

Ya udah sih mau gimana lagi. Setiap tanya kadang gak butuh jawaban cuma butuh penerimaan aja. Bener gak?

Love,



0 Comments