Sekalinya Terusik, Dia Akan Berisik

 

Photo by Markus Winkler

Ada yang beda dan kini tak lagi sama. Dari sorot matamu yang kini mulai memalingkan ke arah lain. Kadang aku bingung, bukankah selama ini kamu yang selalu mengajariku untuk menatap orang yang tengah berbicara padamu? Lantas setelah aku berani dan percaya diri untuk menatap siapapun yang sedang berbicara denganku, kamu justru malah berpaling?

Aku mengerutkan kening. Maumu apa sih? Ada yang salah dengan diriku? Jika iya, kamu bisa mengutarakannya. Bukannya diam-diam menjauh, seolah membuat benteng tinggi tapi akhirnya kamu coba untuk mengakrabkan diri lagi? Gimana sih?

Atau jangan-jangan kamu sudah menangkap sinyal yang aku pancarkan? Lalu tanpa konfirmasi kamu malah berspekulasi bahwa ada sesuatu yang tersembunyi dari diri ini. Betulkah? Kalau memang betul ya harusnya kita duduk bersama, bicarakan bersama, lalu selesai. Tak perlu membangun tembok tinggi-tinggi sebagai penghalang agar jarak diantara kita tercipta. Karena sesungguhnya perasaan aku bukan tentang kamu. Perasaan aku saat ini hanya untuk aku sendiri. Tidak untuk orang lain. Jikalau kamu tahu, rona merah di wajahmu akan tercipta karena kamu sudah memutuskan sesuai prasangkamu sendiri. Sedangkan aku? Mungkin aku akan tertawa terbahak melihat wajah kepiting rebusmu di hadapanku.

Jadi sekali lagi, kalau mau berteman ya berteman. Harus ada batas? Ya sudah jangan ajari aku untuk bisa melawan batas. Kamu sendiri yang membuka batasan itu hingga aku bisa berjalan bebas tanpa merasa cemas. Lantas saat batasmu terusik, kamu berteriak bak orang kerasukan membuatku terpental jauh.

Cukup setelah teriakanmu itu aku justru membuat batas untuk diriku sendiri. Sekalipun kamu mencoba untuk mencairkannya kembali, aku sudah terlanjur membuat batasan itu setinggi mungkin. Karena acap kali batasanmu kamu buka, aku sudah tak tertarik lagi untuk melawan batasmu. Buat apa? Jika pada akhirnya aku akan diteriaki lagi, kemudian terpental jauh?

Jika memang tidak siap batasmu diusik, tolong jangan ajarkan aku untuk sekedar mengetahui apalagi melewati bahkan sampai melawan batas. 

Dan satu hal yang kini aku pelajari darimu adalah saat ada orang yang seolah-olah membuka batasan itu untuk kita, tak seharusnya kita masuk dan melewati batas itu. Karena sekalinya terusik, dia akan berisik. 

 Love,

Ihat


Share:

Perkara Kehilangan

Photo by Eugenia Remark

Hari itu kami harus merampungkan agenda-agenda kegiatan untuk satu minggu ke depan. Sambil menyusun agenda kegiatan entah dari mana tiba-tiba obrolan kami sampai pada hal-hal pengalaman masing-masing.

“Saya dulu pernah Bu, uang tiba-tiba hilang, barang-barang pun begitu. Ditinggal sebentar saja barang-barang sudah raib. Setiap harinya akan selalu ada barang ataupun uang yang hilang. Hanya yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika Bapak saya bilang, tidak apa-apa harta hilang yang penting keluarga tetap berkumpul dan bersatu.”

Aku hanya mengangguk, mendengarkan dengan seksama ceritanya kemudian dicerna pelan-pelan.

“Wah betul tuh Pak, masih ada hal yang harus disyukuri meski harta tiap hari hilang entah ke mana.”

“Iyalah Bu, perkara uang hilang kan kita hampir aja saling tuduh satu sama lain. Hanya saja ketika kita semakin kuat dengan ujian yang Allah berikan, waktu itu keluarga jadi lebih solid juga dan kita sudah tidak merasa takut lagi akan kehilangan apa-apa, karena hakikatnya apa yang kita miliki adalah hanya sebuah titipan, tiba-tiba berhenti. Barang-barang aman, tidak ada lagi yang hilang. Usut punya usut ternyata, biasa ada orang yang iri dengan keluarga kita.”

 “Kalau aku Pak, dulu tuh pernah dicopet hp. Jadi waktu itu baru banget sekitar 5 hari beli hp dan uangnya itu aku pinjem ke temen. Totalnya pokoknya sekitar dua juta lah, pulsa banyak banget, kuota juga baru ngisi full, nomor hpnya juga nomor cantik. Raib sudah dicopet pas perjalanan pulang menuju asrama setelah pulang dari rumah. Nangis kejer, kebayang harus nyicil uang yang barangnya sendiri udah gak ada, mana spp kuliah juga aku harus bayar. Ah rasanya dunia kayak mau berakhir. Itu dulu pas aku umur 19 tahun. Padahal dulu kepaksa buat beli hp karena hp yang akunya udah rusak, tiap dipake buat nugas mati lagi, mati. Cuma baru sekarang sih kerasa banget hikmahnya. Bahwa dengan cara hp aku dicopet itu Allah sebenarnya lagi ngajarin aku biar aku tuh bisa lebih hati-hati lagi. Kebayang sih kalau dulu kalau gak dikasih ujian itu, kayaknya aku bakal bener-bener teledor dan bisa jadi ada hal yang harus hilang dan harganya lebih dari itu. Semenjak kena copet itu, aku jadi lebih hati-hati lagi tiap mau naik angkutan umum, terus kalau pinjam barang punya temen, atau kalau misal nih aku butuh barang atau sesuatu kemudian udah mendesak banget dan shortcutnya itu adalah mau gak mau aku harus pinjem misal ke temen. Aku langsung mikir kayak, Ya Allah, Engkau ridha tidak. Aku gak mau karena Engkau tidak Ridha, aku diuji dengan hal serupa lagi seperti dulu.”

Sampai kemudian aku berefleksi bahwa dari sebuah kehilangan ada hal yang ingin Allah ajarkan. Meski tersirat namun perlahan semuanya akan tersurat. Seperti temanku yang harus kehilangan harta dan juga barang setiap harinya namun rupanya Allah mengajarkan kepada mereka tentang arti dari sebuah kehadiran dan kekompakkan keluarga. Kemudian dari kasusnya hp aku yang dicopet, mungkin Allah mengajarkan aku untuk lebih berhati-hati dan tidak menginginkan lebih atas sesuatu hal. Karena saat kita berlebihan atas hal yang bersifat fana itu hanya akan membuat hati kita sakit. Lupa bahwa seharusnya dalam menginginkan hal-hal yang besifat duniawi itu tarafnya adalah “sewajarnya.” Sehingga ketika harus pergi, atau tidak menjadi milik kita, hati kita tidak kecewa. Karena dari awal kita sudah menyimpan perasaan “sewajarnya” dan juga menyakini bahwa hal-hal tersebut bisa hilang dan tak kembali.

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati sebenarnya (mereka) hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan dan sampaikanlah kabar gembira (kepada) orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “innalillahi wa inna ilaihi rojiun”(sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah akan kembali).” (Q.S Al-Baqarah 154-156)


Love,

Ihat

Share:

When September Called Me


Photo by Francesco Ungaro


Suddenly the time called me…

Setelah dua tahun berlalu mengapa tiba-tiba kenangan buruk di bulan September kembali hadir dan memporak-porandakan seluruh benteng pertahanan yang telah aku bangun dengan susah payah.

Jika September lalu aku bisa berjalan tanpa harus kesakitan mengingatmu lagi, lantas mengapa September kali ini aku harus jatuh ke lubang yang sama? Kembali mengingatmu, kembali mencercamu, kembali lagi menangisimu…

Sudah seharusnya, ya sudah seharusnya aku tak lagi menangisimu saat kembali membuka catatan lama. Membaca setiap ejaan yang kemudian menghidupkan kembali kenangan lama. Aku ingin kembali membencimu, tapi hatiku terlampau lelah. Aku ingin kembali marah, berteriak kepadamu. Tapi buat apa? Toh dengan marahnya aku tak akan membuatmu berpaling darinya begitupun dengan aku yang enggan untuk kembali mengulang bersama lagi.

Aku terus mencari alasan lain. Hingga akhirnya aku sadar, aku masih bertanya-tanya atas kepergianmu yang mendadak dan juga tanpa kejelasan yang jelas. Kamu tak mengakhirinya hanya menyisakan koma yang tak kunjung usai. Alih-alih menyelesaikan kamu malah membuat cerita baru yang kini sudah tak bisa diganggu gugat lagi pemiliknya.

Sadar bahwa sudah seharusnya aku mengikhlaskan koma yang tak kunjung selesai ini. Hanya saja ikhlas tak semudah kata yang terucap, tak semudah tindakan yang harus dilakukan. Aku sadar. Aku perlu dialog-dialog yang lebih panjang lagi untuk benar-benar bisa memulihkan hatiku  dan menyadarkan aku bahwa aku tak perlu lagi mencari alasan ataupun sebab atas kepergianmu yang bak ditelan di bumi.

Karena seperti katamu dulu, bukankah semuanya sudah usai? Bukankah aku hanyalah bentuk dari masa lalumu? Bukan untuk masa depanmu. Bahkan bisa jadi kamu kini telah benar-benar menghapusku dari kehidupan barumu.

Mengapa harus kamu yang lebih dahulu berlabuh? Mengapa harus kamu yang lebih dahulu membuat rangkaian cerita indah? Mengapa tidak aku dulu? Orang yang kamu tinggalkan tanpa alasan. Orang yang kamu jawab dengan undangan: jelas semua itu meluluh lantahkan pertanyaanku, harapanku, dan juga doaku.

Aku dipaksa untuk menerima kenyataan tanpa harus berkata lagi mengapa?

Aku dipaksa untuk berhenti mencari tanpa ada kata tapi.

Dan aku dipaksa untuk ikhlas, menerima tanpa lagi bertanya sebenarnya mau itu apa?

 Aku dipaksa untuk memeluk semua kenangan itu sendirian.

Dipaksa untuk kembali berjalan meski aku tahu semua tujuan itu telah hilang.

 September kali ini masih saja membunuhku.

Dengan segala kenangan yang berputar-putar menari di kepala.

Aku ingin lari, tapi kenangan itu terus saja membuntuti.

Lantas harus kemana lagi aku melangkah agar semua kenangan ini melebur dan tak tersisa lagi?

Adakah seseorang di sana yang siap membantuku melalui dialog-dialog panjang dan juga langkah-langkah ringan untuk melepaskan beban yang dirasa?

Dimanakah kamu? Bisakah kamu membantuku?

Aku ingin menerima September dengan segala pahit dan urusan-urusan yang tak terselesaikan dengan baik.


Ihat

Share:

#013 DDL-Putih Abu





30 April 2013

 Dear diary,

Hualaahh!! Jadi kemarin itu aku baru aja buka Facebook lalu di beranda muncul dong sebuah status yang memang gak aku harapkan! Membuat aku naik pitam! Busyett gila tuh cewek! Gak bisa jaga perasaan temannya apa? Oh apa jangan-jangan udah gak anggap aku temannya lagi?

10. Terima kasih sudah memilihku dan akupun memilihmu.

Tanggal jadian kalian sama kayak tanggal lahir aku? 10? Gak sudi! Ganti tanggal jadiannya!! Udahlah bikin gue sakit hati, ini iniih??? Ditambah tanggalnya? Terus nanti next month disaat kalian merayakan tanggal jadian kalian, gue ulang tahun. No!!!!!!!!!

Aku sampe sekarang bahkan gak faham sama kelakuan Tiyas. Dia belum terus terang sama aku perkara dia jadian sama Farhan. Seolah gak terjadi apa-apa. Minta maaf ke aku aja gak pernah apalagi mengakui, kan dari awal dia juga tahu kalau aku juga sama Farhan. Gila ya! Kayaknya dia tertawa puas banget pas aku di PHP-in kayak gitu.

Benci banget Tuhannn!!!

 Aku bener-bener gak ngerti sama Tiyas. Kenapa dia enggan berterus terang kepadaku? Takut? Takut aku sakit hati terus marah? Ya harusnya dia faham lah terima konsekuensinya. Justru bagi aku saat dia berterus terang aku pasti akan marah dan tak terima, tapi hanya pada saat itu juga. Setelah itu aku juga akan belajar let it go. Nah kalau kayak gini kan main di belakang, bikin aku bertanya-tanya karena memang informasi itu aku Cuma dapat dari teman-teman termasuk dari Farhan sementara kenyataannya sendiri yang selalu menjawab di depan mataku.

Gimana aku bisa betah di sekolah kalau begini?

Lia

Share:

Apakah Urusanku Belum Selesai?

 Tak mudah untuk melawan ego dan juga kenyataan yang harus ku hadapi. Ego berkata lain sementara kenyataan menampar semua itu. Kontras. Aku hanya bisa terdiam sambil memejamkan mata. Meredam gejolak yang membara di dada.

Aku memilih pergi, undur diri dan pamit. Dari pada diri terus tersiksa dari dirimu yang jelas-jelas tak menaruh rasa sedikitpun. 

Aku menerima semua kenyataan ini dengan baik. Aku menerima bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipaksa. Perkara rasa yang dihadirkan sang Pencipta rupanya sebagai jalan untuk aku agar bisa mencintai diri sendiri. Meninggalkanmu rupanya menemukan aku jalan pulang untuk mencintai diri sendiri.

Disibukkan dengan segala urusan karena aku tak ingin larut dalam kesedihan. Kata good bye yang ku tulis rupanya membuka kata hello baru yang menenangkan. Berawal dari aku yang kesulitan menghafal nama dan namanya adalah satu-satunya yang bisa kusebut karena aku bisa membacanya dari name tag yang dia gunakan. 

Pelarian yang kutempuh, yang ku kira tak akan ada orang lain yang mengenaliku rupanya melesat dari sasaran. Masih ada satu yang tahu dari sekian banyaknya tentang diriku. Dan itu adalah dia yang di awal sering ku sebut namanya. Percakapan yang dimulainya membuatku mau membuka diri. Obrolan yang panjang hingga pada satu titik membuatku terdiam. Dari sekian banyak kategori, aku harus dihadapkan kembali pada orang yang mahir memotret. Dihadapkan kembali juga pada orang yang bisa menjaga perintah Tuhannya. Dan dihadapkan kembali pula pada sosok yang selalu mencintai Ibunya sepenuh hati. 

Apakah urusanku sebelumnya belum selesai sehingga kembali dihadapkan dengan ujian yang sama?

 

Ihat

Share:

#012 DDL-Putih Abu


 


#012 DDL-Putih Abu

27 April 2013

 

Dear, diary


Hallo diary! Bagaimana kabarmu di malam ini? Sorry banget udah hampir beberapa hari ini aku gak nulis. Tadi masuk sekolah sih. Cuma enggak belajar. Iih.. males banget masuk kudu bertemu dengan mereka berdua lagi. Apalagi mereka berdua deket banget di depan mataku sendiri! Halaahh… membuat luka di hati kambuh lagi!


Sumpah aku gak betah di sekolah. Gak betah banget! Teman-teman aku mulai bergosip tentang kejadian aku dan mereka berdua. Mereka udah khawatir banget kalau aku sama Tiyas bakalan musuhan lebih lama lagi dan mereka ingin aku segera berteman kembali dengan Tiyas! Hellooww!!!! Jadi posisi gue dulu mau luu pada?!


Temen-temen yang rese yang gak ada empatinya sedikitpun, ditambah mereka berdua yang bikin aku sakit mata tiap kali masuk kelas. Parahnya emang kita satu kelas lagi. Lihat mereka bahagia tiap hari di kelas. Huhuuuu! Hati gue masih berkabung nih. Luka itu susah buat diilanginnya! Enggak secara pas menyanyatnya yang memerlukan waktu beberapa detik. CAMKAN ITU KAWAN!

 

Lia

Share:

#011 DDL-Putih Abu


 


#011 DDL-Putih Abu

20 April 2013

 

Dear, diary


Hai diary! Maaf udah beberapa hari aku gak suka nulis. Sekolah libur, tapi tugas numpuk . Tadi juga ke sekolah buat ngumpulin tugas Maths. Sialnya aku harus bertemu dengan mereka berdua. Gila nyesek banget lihat mereka berdua. Rasanya..Huhuuu Apalagi pas harus berpapasan sama Tiyas dan pura-pura senyum.


Devi tadi bilang sama aku, dia sempet membahas tentang aku ke Farhan dan Farhan itu kayak yang ngerasa bersalah. Eeh.. emang dia salah kan? Bisa aja emang udah aku maafkan, tapi rasa sakit plus bekas lukanya masih ada. Aku gak tahu kapan perasaan ini akan hilang dan terhapus.

 

Tuhan beri aku kekuatan ketika harus bertemu dengan mereka.

 

Lia

Share:

#010 DDL-Putih Abu

 



#010 DDL-Putih Abu

13 April 2023

 

Dear diary,


Aku semakin hancur Tuhan…


Aku hancur -__-


Dateng ke sekolah malah bikin aku tambah sakit! Iya lah! Gak sakit gimana? Kebenaran terus terungkap dan aku merasa selama ini aku tuh udah bego banget ya? Udah kege-er-an TOTAL!


Jadi tadi itu sahabatnya Tiyas bilang ke aku, kalau dia udah tahu semuanya dari awal. Tiyas udah cerita ke dia kalau dia itu bener ditembak Farhan. Mendengarkan penjelasan itu membuat aku tercengang dan hampir-hampiran aku nangis saat itu juga. Tiyas itu takut bilang sama aku karena itu pasti akan menyakitkan buat aku.


Barusan aku putuskan untuk meminta maaf duluan ke mereka lewat sms. Yap meminta maaf! Minta maaf buat apa? Ya buat kelakuan aku kemarin ke mereka yang gak sengaja baca sms mereka. Lalu Farhan membuat pengakuan lah, kalau satu bulan yang lalu memang dia terburu-buru untuk nembak aku dan besoknya berubah fikiran. Meski rasanya nyesek dan pengen marah. Tapi ya gimana lagi? Nasi udah menjadi bubur.


Yang bikin aku greget adalah, Tiyas! Tiyas tetep menyembunyikan kebenaran tentang acara ‘jadian mereka.’ Udah muak tapi ya udahlah. Meski judulnya aku minta maaf, bukan berarti aku juga bisa memaafkan kelakuan mereka yang sadis begitu aja.


Lo bayangin aja sendiri kalau lo jadi diri gue. Malem ini lo ditembak, besoknya pas lo mau jawab tiba-toba ngehindar terus nyari alasan  buat fokus belajar. Terus habis itu bersikap seolah dia punya rasa ke lo padahal bukan!  Itu cuma rasa kagum sesaat dan lo dengan pdnya ngaku kalau dia suka sama lo? Demen sama lo? Hanya karena lo ditembak habis itu ditarik lagi ucapannya? Hahahahaa! LUCU!!


Tuhan. Aku bener-bener gak sanggup terima kebenaran ini. Apa salah aku sama mereka Tuhan? Kenapa mereka sejahat itu sama aku? Bukannya Tiyas tahu ya kalau aku suka sama Farhan?


Tuhan bantu aku untuk mengikhlaskan semuanya. Mengikhlaskan akan kebenaran ini. Beri aku ketegaran dalam menghadapi ini semua. Dan terima kasih untuk pembelajaran yang berharga ini.

 

Yang diPHP-in,

Lia

Share:

#009 DDL-Putih Abu

 



#009 DDL-Putih Abu

12 April 2013

 

Life is a choice.


And I choose to leave all of this…

 

Benar aku harus pergi dari sekarang! Sumpek kalau inget mereka berdua. Sepertinya memang benar Farhan dan Tiyas itu udah jadian.


Aku masih susah maafin mereka. Diam-diam dan PHP nya itu loh yang bikin aku sakit hati :’(.


Besok gimana ya sekolah? Udahlah ada tugas yang satu kelompok sama Tiyas lagi. Ih.. males banget

 

Lia

Share:

#008 DDL-Putih Abu

 



#008 DDL-Putih Abu

11 April 2023

 

Ingin marah tapi harus gimana ya? Ternyata ternyata. Di depan aja manis, tapi di belakang? Gila nusuk! Pantesan aja akhir-akhir ini aku ngerasa Farhan tuh kayak beda banget sama aku. Dari mulai sms udah kayak yang males. Rupanya.. rupanya..


Tadi siang sepulang sekolah, Devi pinjem handphonenya Tiyas buat ikutan sms ke ibunya. Kemudian tanpa sengaja di kotak masuk itu, Devi melihat ada pesan masuk dari Farhan yang isinya itu kayak gombalan gitu. Terus nama kontak Farhan juga beda dari nama kontak temen sekelas yang lain, kek martabak special. Devi buru-buru menunjukkan pesan itu ke aku tanpa membukanya dan sontak saat aku melihat pesan itu aku diam membatu. Kaget, gak percaya dan kayak pengen minta penjelasan gitu. Tapi setelah itu, Tiyas langsung manggil Devi karena angkot yang akan dia tumpangi udah ada.


Aku pulang dengan perasaan dongkol. Semua prasangka-prasangka itu seolah menjelma menjadi nyata. Aku menyalakan handphone Nokia type 3310 begitu sampai kamar. Dan tak lama hpku berbunyi sebuah pesan masuk dan itu pesan #sendall dari Farhan.

 

PHP, maafkan aku!

#sendall

 

Aku diem dan aku udah nebak. Itu pasti buat aku. Ditambah lagi pas Devi nge send all lirik lagu Status Palsunya-Vidi Aldiano, itu si Farhan langsung bales gini,


(y).

 

Aku yang dapat kabar itu dari Devi kayak ngerasa dia bener-bener jahat banget sama aku! Devi sendiri sebenarnya udah naruh curiga ke mereka berdua selama ini. Karena yang Devi tahu mereka sama-sama punya pacar di sekolah kita, tapi gak tahu siapa pacar mereka. Ya udah pastilah ya mereka pacaran?

 

Hatiku hancur lebur!

 

Setelah satu bulan yang lalu, Farhan nembak aku pas malem-malem, terus pas besoknya mau aku jawab dia malah ngehindar dan alasannya adalah dia pengen fokus belajar. See?! Fokus belajar dari mana?


Padahal setelah dia bilang gitu sama aku, aku dengan polosnya ya terima-terima aja dan ya udahlah aku memaafkan kecerobohan dia. Tapi pas tahu kenyataannya begini?


Hahahaha! Fokus belajar? Ternyata cuma alasan dia aja! Dia terlalu terburu-buru, plin-plan! Ya kali malem nembak besoknya berubah fikiran? Faham gak sih?


PHP?


Fokus belajar?


Bullshit!

 

Lia

 

Share:

#007 DDL-Putih Abu

 


#007 DDL-Putih Abu

09 April 2013

 

Hai diary! Jadi tadi itu pelajaran Bahasa Indonesia dan kita ditest satu orang satu orang buat maju ke depan kelas buat jadi reporter atau enggak pembaca berita. Tau gak? Pas giliran aku yang maju ke depan suasana kelas mendadak hening yang asalnya itu kacau parah berisiknya kayak di pasar. Pas aku udah beres tampil, semua teman-teman satu kelas memberikan aku tepuk tangan yang meriah. Makasih yaa! 😊 udah tampil dan guru aku langsung minta aku buat tunjuk temen aku yang lain buat maju ke depan untuk tampil. Tau gak aku milih siapa? Ya aku pilih Farhan. Aku langsung nunjuk dia dan membuat seisi kelas menjadi heboh kembali. Tau gimana reaksinya Farhan begitu aku pilih? Hahahaa. Dia jadi salting gitu, gemes gak sih?

 

Lia

Share:

#006 DDL-Putih Abu

 


#006 DDL-Putih Abu

06 April 2013

 

Hai diary! Tadi di kelas, biasa lah ya perang, ribut sama Angga. Capek -___-

Mau cerita apalagi ya? Kayaknya udah deh gak ada hal menarik buat diceritain lagi hari ini.

 

Lia

Share:

#005 DDL-Putih Abu


 


#005 DDL-Putih Abu

30 Maret 2013

 

Hai diary!

Tadi di kelas? Hualaahh… tiada hari tanpa ribut sama Angga! Musuh di kelas tuh! Parah banget hari ini. Biasanya kan cuma kejar-kejaran doang. Udah. Lah tadi? Berkelanjutan. Ketika teman-teman yang lain sudah mulai meninggalkan kelas lantaran bel pulang sudah berbunyi. Seperti biasa dia membuat aku kesel banget sampai kemudian aku mukul badan dia pake tas aku yang berat, eh dia malah mau balas ulah aku itu dengan menggunakan tas dia. Buru-buru aku mengenakan tas aku lagi dan berlari menjauhi dia. Kemudian temen aku, Nani yang sedang piket kelas dengan polosnya malah mainin kemoceng ke wajahnya Angga yang membuat Angga kesal dan langsung merebut kemoceng dari tangan Nani. Aku menjulurkan lidah ketika dia berada di barisan bangku paling belakang kelas sementara aku sudah ada berada di depan papan tulis. Tak lama dia mengejar aku dan aku langsung lari melewati jalan barisan bangku tengah. Sayangnya, dia berhasil menangkap tasku dan menarik aku kebelakang membuat aku sedikit terjengkang dan dengan jailnya dia malah memainkan bulu kemoceng itu ke wajahku! Aku langsung memberikan perlawanan berupa menutup wajahku dengan menggunakan kedua lenganku.


“Iih Angga jorok! Lepasin!” teriakku.


“Nih rasain nih bulu kemoceng paling bersih di kelas. Hahahaa!”


“Angga lepasss!!” teriak aku lebih kencang membuat beberapa teman aku yang masih tersisa di kelas yang sedang piket langsung menoleh ke arah kami berdua. Tanpa berlama-lama lagi, dia melepaskan cengkaraman tangannya dari tas aku dan aku langsung berlari menuju pintu kelas. Lalu berbalik dan kembali menjulurkan lidah ke arahnya. Dia langsung hendak berlari mengejarku kembali dan aku langsung berlari meninggalkan kelas.


Ampun kelakuan dia. Huhuuu!

 

Lia

 

 

Share:

#004 DDL-Putih Abu

 



#004 DDL-Putih Abu

16 Maret 2013

 

Hai diary!


Aku rasa hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan untuk aku. Dan entah mengapa, aku sangat menikmati itu.


Hari tadi di kelas aku bisa tertawa lepas, sialnya si Angga malah protes! Tau gak? Dia malah marah-marah ke aku. Ya aku gak terima lah. Adu mulut pun terjadi. Capek tahu ngeladenin dia, tapi rame. Hahahaa!


Terus tiba-tiba dia ambil spidol gitu kan, dia nulis di papan tulis,


Lia aku di sini


Aku mengerutkan kening begitu dia selesai menulis kalimat itu,


“Lia, lia. Lihat! Lihat aku di sini!” kataku sewot setelah aku sadar bahwa itu ternyata potongan lirik lagu yang kemudian aku akhiri dengan menyanyikan bait pertama lagu itu, lagunya Rama-Bertahan, band favoritnya dia.


Dia hanya tersenyum ke arahku lalu keluar dari kelas dan aku membuntutinya dengan tatapan kesal.


Gak tahu sih bawaannya kesel mulu liat tu orang. Euh!

 

Lia

Share:

#003 DDL-Putih Abu

 



#003 DDL-Putih Abu

14 Maret 2013

 

Dear diary,


Kalau ada lagu Dia-Sammy Simorangkir kenapa harus inget sama Farhan? Terus akhir-akhir ini, temen-temen aku juga sering bilang kalau Farhan tuh kadang suka liatin aku. Tapi aku sih masa bodo lah ya. Tuh kan ada lagu Sammy Simorangkir-Dia Emang iya sih, aku sering ngedapetin mata dia yang lagi liat ke arah aku. Tapi ya aku berusaha buat cubek alias cuek bebek.


Tadi kan pas pulang sekolah tuh hujannya, alhasil aku dipinjemin payung sama temen aku, Indah. Sayangnya payungnya gak bisa nutup, tapi ya udah deh dari pada aku pulangnya kehujanan ya aku terima aja tawaran payung rusaknya dia. Alhasil pas aku mau naik angkot, itu payung gak bisa diajak kompromi. Jadinya payungnya dipegangin sama Mamang kenek angkot. Pengen ketawa sih jadinya. :D


Udahlah hujan ya, eh angkotnya ada lagunya. Hujan masih turun deras, tiba-tiba…


Sammy Simorangkir-Dia!


Tuhan…


Lagu ini

 

Tuhan sebenarnya aku itu suka gak sih sama Farhan? Aneh sumpah -___-

 

Lia

Share:

#002 DDL-Putih Abu

 



#002 DDL-Putih Abu

29 Januari 2013

 

Hai diary! Maaf nih udah beberapa hari gak nulis.


Hm.. kemarin pas udah jam istirahat, aku nanya ke Farhan tentang Maths. Secara dia kan jago banget di Maths. Beda banget sama aku yang rapor kemarin aja nilainya di bawah KKM :’(. Alhasil ya beginilah aku harus mengerjakan beberapa tugas dari LKS untuk menambal nilai aku semester kemarin.


“Apa ini?” Tanya dia sambil membulati sebuah tulisan I Hate Maths di halaman yang dia buka secara acak itu. Sementara itu aku cuma nyengir sambil bilang dalam hati, sekarang udah enggak kok. Soalnya gara-gara…” Disensor aja ya deh kalimatnya. Hehehee.


Pas pelajaran Maths berlangsung kenapa ya Farhan nanya mulu ke Tiyas? Tapi emang sih, Tiyas juga lumayan pinter dibanding aku jadi ya mana mungkin kan dia nanya sama aku perihal Maths? Aku aja minta bantuan ke dia. Tapi gak tahu kenapa… Aku cemburu lho! Gak biasanya aku punya perasaan itu sama dia.

 

Tuhan kenapa sih aku jadi kayak gini?


Kenapa rasa ini hadir disaat aku tidak mengharapkannya?


Tuhan kenapa aku harus jatuh pada hatinya?


Dan entah mengapa Tuhan, semenjak aku menyukainya, disaat itu pula aku mulai peduli dengan Maths. Tuhan… kenapa semuanya jadi begini?


Bingung… bimbang… semuanya terasa hambar.

 


Lia

Share: