Showing posts with label Refleksi Diri. Show all posts
Showing posts with label Refleksi Diri. Show all posts

Mensyukuri Cinta yang Allah Beri

canva.com

Bismillahirrohmanirrahim

On last Thursday, I visited my old friend yang baru saja melahirkan anak pertamanya di sebuah rumah sakit di kota tempat tinggalku. Suasana suka cita sekaligus deg-degan menyelimuti ruangan pasien dikarenakan temanku, sang ibu menunggu kehadiran putranya yang masih berada di ruang bayi. Sayangnya pada hari itu aku tidak sempat bertemu dengan bayinya.

Ada satu pertanyaan yang sempat membuat aku agak ciut nyali.

Tos gaduh sabaraha hiji ayeuna?” Dalam bahasa Indonesia berarti sudah punya berapa sekarang? Pertanyaan itu diajukan oleh Ibundanya teman aku. Aku langsung ngeh. Maksud si ibu adalah anak.

Aku menggelengkan kepala sekaligus menjawab, “Belum nikah Bu,” yang tak lama kemudian ditimpali oleh temanku juga yang sama-sama menggelengkan kepala sambil bilang hal yang sama denganku.

Ibunda teman aku langsung mengusap punggungku, “Gak apa-apa. Tenang. Nanti juga ketemu sama jodohnya kalau sudah waktunya.”

Aku hanya tersenyum masam. Menahan getir.

Well, talking about searching for love, partner, marriage, for me it’s a something tiring. Mungkin karena udah sering kecewa, udah sering banget ngalamin patah hati, so honestly tiap coba kenalan suka nething duluan karena apa? Ya ujung-ujungnya patah sebelum dimulai atau kalau enggak ditinggalin pas udah punya rasa.

Memasuki usia 24 tahun, bagi aku sebagai cewek udah mulai tuh agak ngerasasa khawatir. Beberapa teman sekolah SMA aku dari 11 orang perempuannya 7 orang sudah menikah, 1 sudah tunangan dan sedang mempersiapkan pernikahannya, 3 orang masih single termasuk aku di dalamnya. Terkadang aku juga suka minder kalau udah ada kumpul-kumpul. Entah itu nengok temen atau menghadiri acara pernikahan karena mereka pasti bakal datang sama pasangannya sementara aku? Aku masih diantar jemput Bapak/adik atau enggak biasa pesen ojol. Dan yang paling nyesek kalau udah ditanyain soal calon pasangan kemudian aku jawab, I’m single. I’m still single. Dan dari mereka pada gak percaya.

Ada yang mencoba buat nenangin aku, menghibur aku seperti yang diucapkan oleh Ibu temanku itu, ada juga yang bilang karena aku terlalu sibuk belajar, kerja, bahkan ada yang sampai bilang kalau selera aku ketinggian.

Whatever you said, I don’t care! Cause you would never to be me and you would never to understand me till the end. Masing-masing dari kita punya masalah yang berbeda yang harus dihadapi bukan? Mungkin masalah aku ya di sini. This is my struggle.

Sometimes I would wonder, why is it happened to me? I’m beautiful enough, I’m pretty good, I’m a struggle woman.

I was almost crazy with these my questions. Thus, I try to slow down my mind and I say to myself like: “It’s ok. Your life is not just about searching for love, marriage. There are many important things that shall you do.” Even I truly know. It is so hard to do. But once more life must go on.

Hingga pada shubuh tadi, I just had read an e-mail from Aida Azlin yang dikirim pada 23 November 2021 lalu berjudul Are you seeking? Then you shall find. Her writing really realizes me and touches my heart.

I believe it is the same with searching for love – one may think it has to come in front of a partner, but love comes in many shapes and shades. Perhaps Allah SWT wants you to find love in knowledge, love in servitude, live in friendship, and in many other ways that only He knows what your soul in in dire need of.

Aida Azlin – Are you seeking? Then you shall find

Setelah membaca paragraf ini aku kemudian termenung. Betul urusan mencari pasangan memang menjadi struggle sendiri buat aku tapi cintanya Allah rupanya turun dalam bentuk lain untuk aku. Misal alhamdulillah urusan pekerjaan Allah mudahkan untuk aku, bisa kuliah dari hasil kerja keras sendiri, aku masih punya orang tua yang lengkap yang menyayangi aku, yang tidak pernah menuntut apapun dari aku, yang selalu mendukung di setiap keputusan hidup yang aku ambil. Teman-teman seperjuangan yang selalu ada, mengingatkan dalam hal-hal kebaikan. Adik-adik di rumah yang senantiasa membantu walau kadang menyebalkan.

“To find things with a grateful heart, not with an anxious heart.”

Aida Azlin – Are you seeking? Then you shall find

Dari pada aku capek-capek mengoceh atas hal yang selalu aku cari, dalam hal ini adalah searching for love, lebih baik aku mensyukuri cinta yang ada, cinta yang Allah beri dalam bentuk lain.

Namun terkadang terlintas dalam fikiran hal-hal yang tidak aku inginkan. Selama ini Allah telah memberikan aku cinta dalam wujud lain, nah ketika waktunya cinta dalam bentuk partner itu tiba, aku harus membayarnya dengan melepaskan wujud cinta lain yang aku miliki saat ini. Itu yang aku takutkan. Tapi ya di dunia ini memang betul tidak ada sesuatu yang bisa kita miliki kecuali harus ada pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkannya.

Tak bisa dipungkiri memang. Misal kalau lagi jalan sama temen-temen atau lagi jalan sama keluarga lihat pasangan muda-mudi pergi makan berdua, nonton di bioskop, atau sekedar jalan-jalan dalam hati tentu ada rasa iri.

Kok orang lain bisa ya begitu, kok aku susah sih? Pengen kayak gitu tapi difikir-fikir lagi, buat apa? Pacaran juga gak menjamin kamu bakal nikah sama dia. Yang ada kamu malah ngumpulin dosa. Harusnya kamu tuh bersyukur tiap kali kamu jatuh kemudian Allah patahkan. Itu tandanya Allah sayang sama kamu, biar kamu gak terjerumus sama hal-hal yang Allah gak suka.

Kini memasuki tahun baru aku sudah mulai bisa melepaskan fikiran-fikiran jelimet yang pada akhirnya hanya akan membuat aku kufur nikmat kepada Allah. Sembari menunggu jodoh yang datang, aku bisa bekerja dahulu, mewujudkan mimpi-mimpi yang belum terlealisasi, membahagiakan ke dua orang tua, adik-adik di rumah. Memperbanyak relasi, silaturahmi, mencari ilmu entah itu lewat membaca buku, mendengarkan podcast, menonton YouTube atau film, ikut majelis ta’lim.

Insya Allah, I believe that Allah will meet me with someone who is pleased by Him in His perfect time. Aamiin.

With love,

Share:

Diserobot Antrean?

www.pixabay.com


Bismillahirrahmanirrahiim

Pernah gak sih ngerasain gimana rasanya saat kamu udah susah payah mendisiplinkan diri buat tetep antre eh tiba-tiba orang yang paling akhir yang baru aja datang dengan mudahnya maju duluan, serobot antrean tanpa ngerasa bersalah? Jengkel gak sih? Ih pengen marah, pengen sumpah serapah but please Ihat, calm down. Take a breath. Jangan sampai isi tulisan kamu saat ini isinya malah makian kamu sama orang yang udah serobot antrean kamu. Huhuuuu.

I wanna talk to you about my today! Today is my bad day. :’(

Karena gigi berlubang aku gak ada perubahan membaik setelah di tambal sementara, dokter gigi yang di Puskesmas akhirnya memberikan rujukan untuk pengobatan gigi aku selanjutnya ke rumah sakit. Ok. I thought this was the same hospital as usually I visited a few days ago. But in the fact, aku dirujuk ke rumah sakit lain. Aku bertanya lagi ke dokternya and she said yes, I should go there. Ok. No problem. And I went to the hospital at 1 p.m.

I ordered ojol and when I arrived there I decided to use the emergency stairs karena liftnya penuh dan lama. Dan ternyata poli giginya ada di lantai 5 huhuuu. Capek? Iya tentu. Cuma yang aku fikirkan adalah it’s ok. Jalan kaki, naik tangga sekalian olahraga buang keringat. Enough. Dan pas aku sampai di lantai 5 karena ini pertama kalinya buat aku berobat ke rumah sakit ini mau gak mau aku tanya-tanya dulu dong ke petugasnya. Kata petugasnya aku harus nunggu jam 2 buat bisa ambil nomor antreannya. Aku mengiyakan cuma aku penasaran dan mengunjungi mesin nomor antrean, sambil mijit-mijit layarnya yang touchscreen tapi tetep aja belum bisa keluar karena emang belum waktunya. Masih tersisa 45 menit dan aku memilih untuk berjalan menuju jendela besar sambil melihat pemandangan dari lantai 5. Masya Allah! It’s amazing! Langit yang mulai mendung dan jalanan yang masih ramai dilalui kendaraan.

30 menit lagi dan aku balik lagi ke mesin pengambilan nomor antrean. Dipijit berkali-kali tetep aja belum bisa keluar nomor antreannya kemudian aku memilih untuk duduk di kursi tunggu sambil bertanya kepada pengunjung lain dan cowok bertopi yang duduk di depan aku langsung menjawab pertanyaanku.

“Kalau ke gigi nanti jam 2. Nanti kalau tombol giginya udah kuning baru bisa ambil nomor antrean.” Ucapnya dan aku hanya manggut-manggut.

10 menit lagi menuju jam 2, cowok bertopi itu udah siap siaga nunggu di depan mesin pengambil nomor antrean sedangkan aku masih santai duduk di kursi. 8 menit yang tersisa dia mengangguk kepadaku, isyarat agar aku ikut mengantre di belakangnya. Kemudian aku pun ikut mengantre di belakangnya yang kini sudah dahulu terhalang oleh satu orang. Saat jam 2 teng petugas sudah mulai memanggil nomor antrean 1 dan cowok bertopi itu langsung mengambil nomor antreannya disusul orang yang dihadapanku dan tanpa aba-aba ternyata orang lain sudah ikut mengerubungi mesin pengambil nomor antrean di pinggirnya. Aku yang masih melongo melihat orang rebutan ambil nomor ternyata malah ke serobot sama Ibu-ibu yang  bilang dia butuh dua nomor. Begitu ditekan lagi tombolnya si nomor sudah tidak keluar lagi dan si Ibu udah megang nomor antrean 10.

“Lho Bu?” Aku mulai panik. Ya kali aku gak dapet nomor antrean.

“Bentar Neng, saya butuh satu nomor lagi tapi kok gak keluar ya.” si ibu juga mulai panik dan keliatan wajah bersalah.

“Ibu nomor berapa itu?”

“Ini nomor 10.” Kemudian si Ibu bertanya ke pasien lain yang sudah mengambil nomor antrean. Begitu ditanyakan ke petugas kuota pasien hanya 10 orang.

Shit!

“Cuma 10 pak? Berarti udah habis?” Tanyaku

“Iya. Cuma 10 kuotanya.”

Antara kesal bercampur marah dan malu aku gak bisa ngelakuin apapun di depan meja pendaftaran selain mainin hp dengan fikiran kacau. Sementara itu cowok bertopi tadi sudah mendaftarkan diri di loket pendaftaran 1.

“Ya Allah lama-lama nunggu dari tadi dan hasilnya apa? Nihil? Harus balik lagi?”

Lihat tangga darurat udah males jalan, aku langsung berjalan menuju lift dan sialnya lagi liftnya lama bikin aku tambah kesel. Tak ada pilihan lain selain kembali menuruni anak tangga. Dan selama menuruni anak tangga itu tak henti-hentinya mulut aku komat-kamit di balik masker yang aku kenakan, saking nahan kesal.

Begitu sampai lobi depan aku langsung kirim pesan ke Mamah, kalau aku kesel banget sama kelakukan si ibu itu. Ditambah karena ini pertama kalinya bagiku berobat ke rumah sakit ini dan aku belum punya pengalaman apa-apa. That’s was my first time! First experience.

Gak apa-apa. Besok lagi aja. Jadi pengalaman. Kan baru pertama kali.

Meski jawaban Mamah gitu tetep aja rasa kesal di hati bercampur marah udah pengen meledak saat itu juga. Tapi ya mikir lagi, ini kan di rumah sakit. Ya kali marah-marah kayak orang kesurupan.

Diluar hujan udah mulai turun. Niat mau pesen ojol malah buru-buru  keluar dari halaman rumah sakit, jalan kaki cepet sambil mulut gak berhenti menggerutu. Mata udah mulai sembab karena sebenarnya udah pengen nangis kejer.

“Dasar si Ibu yaa mau disumpahin apa nyerobot….”

Teh mau ke mana?” belum selesai aku ngucapin sumpah serapah, seseorang datang berjalan di sisiku mengimbangi langkah kakiku yang cepat. Ternyata cowok bertopi tadi.

“Mau pulang.” Jawabku sedatar mungkin sambil liat ke langit biar air mata gak turun.

“Kok pulang?”

“Habis mau gimana lagi, antreannya diserobot. Kuotanya juga udah habis.”

“Pantesan saya cari kok malah pulang. Malah si ibu itu yang daftar. Padahal Teteh duluan kan ya tadi yang daftar.”

“Iya gak apa-apa kok.” Padahal dalam hati masih jengkel dan ini lagi duh nambah malu lagi. “Besok kira-kira jam berapa ya?”

“Besok jam 8 Teh atau enggak sama kayak sekarang jam 4 tan. Cuma gitu iya ambil antrian 2 jam sebelum pendaftaran.”

“Oh iya. Iya. Duluan ya.” kataku buru-buru karena sebenarnya malu ketahuan pulang duluan padahal antre bareng. Sementara itu dia hanya mengangguk sopan sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

Dan tanpa sadar aku malah sudah berjalan jauh dan hampir sampai rumah dengan pakaian yang agak kebasahan karena hujan.

Ya Allah mau sumpah serapah gak jadi karena keburu dipotong pertanyaan cowok tadi. Thanks Allah for saving me. Makasih karena pada akhirnya aku gak ngedoain yang enggak-enggak. Takut doa buruknya malah balik ke kita. Ya udah doain aja biar si ibunya sadar gak nyerobot antrean lagi.

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman setia.” (Q.S. Fussilat: 34)

But wait, I’ve realized. Kan tadi pas aku turun tangga itu dia masih ada di meja pendaftaran dan selama aku turun tangga juga gak ngerasa ada orang yang ngikutin dari belakang. Kok cepet banget ya jalannya? Bisa nyusulin gitu. Ah mungkin dia nyusulin aku takutnya aku malah pulang sehabis dapet antrean. Semoga gak ketemu lagi kalau berobat. Mau ditaruh di mana mukaku. Hiks :’(

Di sisi lain aku juga kurang cekatan. Yes, I admit that I was wrong. Besok-besok lagi mau diem depan mesin pengambil nomor antreannya aja sambil search dulu dokter mana yang bagian tugas. Biar gak kejadian kayak tadi lagi. Diserobot antrean sama orang lain.

Be patient,

Share:

Drowning (At Swimming Pool in 170 cm Depth!)

canva.com


Bismillahirrahmanirrahiim

On last Monday, I and my friends visited Jati Sewu Cibungbang swimming pool, located at Baregbeg, Ciamis. I was excited when arrived there. I immediately took a picture, went for a walk around, and I was so happy.

I didn’t know why I was so happy. Maybe because after six months I never travel, just stay at dormitory. I thought so. Udahlah habis itu I prepared for swimming, because my plan was swimming. My friend, Unni told me about the swimming pool but I didn’t care and I just followed Aa who tried the depth of swimming pool. You can guest what happen next. Of course. I drowned, I was panic and Unni didn’t realize that I drowned. She thought that I and Aa played together in the pool. OMG!

Doc. Pribadi

And it was true! There was no one helped me. I tried for holding Aa’s hand but he tried to let my hand. Aa is my friend’s son. He is third grade of Senior High School which his body is smaller than me. You can imagine it! Ya Allah. My mind was messed up and I just thought that I would die at that time. I tried to do the same thing but it wasn’t work out. I’ve given up and then I heard my other friends shouted that I drowned. Habis diteriakin gitu barulah yang lain mulai panik dan berkumpul di pinggir kolam. Temanku itu langsung menceburkan diri dan membantu aku untuk keluar dari air. The process was not easy! Gak tahu kenapa susah sekali untuk aku menapaki tangga kolamnya dan aku malah kembali lagi ketarik ke dalam dan temanku mulai kewalahan karena aku susah didorong menuju tangga kolam. Finally, I tried hard to step on the pool ladder and alhamdulillah I could! Huhuuuu.

From this experience I got some lessons:

  1. Beware. Follow the instruction. If you go to the swimming pool please ask the pool guard about the depth of swimming pool. Jangan kayak aku langsung nyebur gitu aja.
  2. If your friend is talking please listen her/him. Don’t just ignore it. Aku kan gitu, coba kalau aku mendengarkan dengan baik, maybe I wouldn’t drown.
  3. Don’t be panic. Actually, kalau aku kemarin bisa tenang pas lagi tenggelam, aku bisa mengapungkan diri aku sendiri kemudian berenang sedikit ke tepian. Karena panik itulah aku malah mencelakakan diri aku sendiri.
  4. Lastly, I think this is very important. Kalau gak bisa renang dan ingin berenang kamu WAJIB ditemani oleh teman atau orang tua atau siapapun itu agar kamu terawasi. Udahlah gak bisa renang, renangnya sendirian nanti giliran tenggelam siapa yang mau nolongin? Aku aja yang ada temen mereka nyadarnya telat kalau aku itu sebenarnya tenggelam.

Truly, when I got out from the pool I was embarrassed and wanted to cry. I hope you can learn from my experience.

Have a great holiday!

Love,

Share:

Allah Who Makes it Easy

www.pixabay.com


Bismillahirrahmanirrahiim

Tidak terasa sudah memasuki hari-hari terakhir di bulan November. Itu artinya obat yang harus aku konsumsi juga tinggal tersisa beberapa butir lagi. Rasanya senang sekali karena tidak lagi harus meminum obat ditiap pagi. Even I realized, yesterday I was furious and disappointed why Allah gave me this test. Sampai-sampai aku bilang gini, Ya Allah why me? Kenapa harus aku yang melalui ujian ini? Kenapa orang lain yang pola hidupnya lebih parah dari aku mereka bisa tetap sehat dan bisa makan apapun sepuasnya mereka tanpa harus merasa sakit? Allah maksudnya apa ngasih aku ujian begini? Aku capek harus sakit mulu, bolak-balik rumah sakit, minum obat setiap hari, menahan rasa sakit. Dan berbagai keluhan lainnya yang sesungguhnya tidak pantas aku utarakan karena sakit itu sendiri memang bersumber dari pola hidup aku yang tidak sehat.

Maka setelah rasa sakit itu datang mau tidak mau dimulai dari makanan, aku hanya bisa memakan sayur bening, buah, minum air putih. Tak ada lagi makan makanan berasa gurih, pedas, jeroan, lemak-lemak tertentu. Mau tidak mau akupun harus memaksakan diri untuk berolahraga minimal 15 menit setiap hari. Sampai akhirnya proses itu masih berlanjut hingga hari ini dan karena sudah menjadi kebiasaan, hal yang pada awalnya terasa berat kini menjadi ringan bagiku. Ditambah dulunya aku yang malas sekali untuk berolahraga, kini satu hari terlewat serasa seperti ada yang kurang :D. Kini efeknya pun terasa di badan. Meski berat badan masih stuck di angka itu, tapi baju-baju mulai terasa longgar dan badan menjadi lebih segar.

Pada hari Selasa, 12 November 2021 aku mendapatkan email dari Aida Azlin, seperti biasa #AATuesdayLoveLetters dengan judul In A Difficulty? Find Your Ease. Dalam tulisannya itu Aida bilang bahwa saat ia menemukan kesulitan, her mindset switch from “struggle-stricken” to “solution-driven”. Ditambah dalil Q.S Al-Insyirah 5-6, “Sungguh setiap kesulitan bersama kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.” Kemudian ada satu kalimatnya yang membuat aku kembali merenung,

But the ease is a mystery and so it is our job to find it.

And then, I try to find the ease from my test. Sekilas memang kayak Allah is unfair for my life. Tapi dibalik rasa sakit yang aku derita, selain sebagai penggugur dosa memang betul ada kemudahan di sana yang aku sendiri baru bisa menyadarinya setelah akan selesai menjalani pengobatan. Kemudahan-kemudan itu diantaranya:

  1. When I was sick, my father always accompanied me to visit the doctor. Even he was not full time, but he always was there when I needed something. Hal ini yang bikin aku pengen nangis. Padahal pas aku masih harus bolak-balik rumah sakit bulan kemarin, dagangan kedua orang tuaku sedang merosot. Tapi demi anak mereka rela berkorban.
  2. My mother pays me more attention. Sosoknya yang biasanya cuek dan dingin berubah total menjadi penuh perhatian. Until this day, she always cooks the healthy food for me. Padahal biasanya she rarely cooks anything. She always texts me or calls me, asks me about my condition. And one day, she forces herself to go to my dormitory for ensuring that I’m ok. It’s amazing for me. And I’m grateful for it. Thanks Allah!
  3. Aku yang dulunya pengen diet dan tidak pernah kesampaian karena selalu saja gagal dengan makanan, pada akhirnya kini mau tidak mau aku harus menjalaninya. Begitupun dengan olahraga yang dulu jarang banget dilakukan akhirnya kini mau tidak mau harus dilakukan agar membantu proses penyembuhan. Mungkin dengan cara ini Allah memberikan kemudahan bagi aku untuk menjalani proses diet. Alhamdulillah kini sudah terasa manfaatnya meski pada awalnya terasa berat saat dilakukan. Kadang aku berfikir apa jangan-jangan rasa sakit ini Allah kasih ke aku sebagai teguran bahwa sudah seharusnya aku diet dan menyanyangi tubuh aku sendiri?

Such as Aida said that our job is to find the ease, exactly it’s really true. I have realized when I almost pass this condition. Diawal boro-boro. Yang ada semuanya kayak udah gelap, kayak Allah itu jahat banget sama aku. Memang benar, kita akan menyadari bahwa kemudahan-kemudahan itu selalu ada di setiap perjalanan yang kita anggap sulit, saat kita akan berakhir diujung perjalanan itu atau setelah kita melalui perjalanan itu sendiri.

Mungkin perlu diimani lagi Q.S Al-Insyirah ayat 5-6. Meski sering dibaca dan saat dilihat terjemahnya terbilang mudah ternyata saat dijalani tak semudah yang diucapkan.

Allah, please forgive me! For the bad prejudices that I did yesterday.

Semoga kita selalu segera menyadari bahwa dari setiap perjalanan sulit yang datang akan selalu ada kemudahan yang mengiringinya tanpa harus menunggu perjalanan itu usai atau bahkan saat kita telah usai melewatinya. Sehingga kita terhindar dari sikap suudzan kepada Allah.

with love,

Share:

Yang Lalu Biarkan Berlalu

Photo by Brett Jordan from Pexels



Bismillahirrahmanirrahiim

Hari itu saat aku sedang berselancar di Instagram, aku mendapatkan sebuah informasi mengenai layanan konsultasi psikologi gratis yang diadakan oleh Klik.Klas @klik.klas bersama Rumah Amal Salman @rumahamalsalman dan Psikologi Bergerak @psikologibergerak yaitu Layanan Psikologi #TemaniTeman dan #TemaniNakes Batch 3. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus diikuti. Diantaranya me-mention tiga teman di kolom komentar, share postingan di Ig story atau di grup masing-masing tapi aku memilih untuk men-share postingannya di Ig story. Berkomitmen mengikuti layanan psikologi sesuai jadwal yang telah disepakati. Setiap peserta hanya dapat berkonsultasi sekali dalam sepekan. Durasi konsultasi selama kurang lebih 60 menit. Meski hanya mendapatkan jatah satu kali konsul dengan durasi waktu 60 menit menurutku itu lebih dari cukup. Selain syarat dan ketentuan tersebut, setiap peserta yang ingin mengikuti layanan ini pun harus mengisi form di Google Form yang telah disediakan oleh panitia.

Instagram @klik.klas


Selasa, 16 November 2021 akhirnya hari itu tiba dan sesi konsultasi psikolog aku dilaksanakan tepat pukul 11.00 sampai 12.00. Melalui Google Meet aku log in 15 menit lebih awal sesuai peraturannya. Dan ternyata saat aku log in itu, psikolognya sudah stand by dan tidak perlu menunggu jam 11 pas. Psikolog aku, Marina Yollanda, langsung menyapaku, bertanya mengenai identitasku dan juga kabarku. Sesi konsultasipun berlangsung sampai pukul 12 tepat.

Hal yang aku konsultasikan adalah mengenai rasa ketakutan aku akan suatu hal yang belum pasti terjadi (overthinking) karena aku pernah mengalaminya di masa lalu. Fikiran-fikiran negatif ini sering muncul menjelang aku tidur yang pada akhirnya membuat aku susah tidur dan tidur aku pun tidak nyenyak. Dan hal ini benar-benar mengganggu jam tidur malamku.

Psikolog Marina bertanya padaku,

“Coba Ihat saya mau tanya, Ihat ini hidup di masa lalu, masa kini, atau masa depan?”

“Masa kini.” Jawabku.

“Nah karena Ihat hidup di masa kini, berarti harusnya Ihat harus fokus di masa kini. Masa lalu kan sudah berlalu, sedangkan masa depan belum tentu terjadi. Bagaimana dengan ketakutan akan suatu hal karena dulunya pernah kejadian? Kita akui saja bahwa hal itu pernah terjadi di masa lalu, bukan saat ini, dan belum tentu terjadi di masa depan.”

Aku pun terdiam mendengar penjelasan dari Psikologku. Otaku kembali mulai berfikir, jangan-jangan selama ini rasa ketakutan itu muncul karena aku belum mengakui bahwa hal itu “pernah” terjadi di masa lalu dan bukan saat ini ataupun masa nanti. Bisa saja selama ini aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan masa lalu.

“Yang perlu Ihat ingat adalah, kita tidak bisa menghindari apa yang sudah menjadi ketentuan untuk kita.” Lanjut Psikolog Marina.

Jleb! Ucapan beliau ini sangat tepat sasaran.

“Kematian, kegagalan, keberhasilan, pertemuan, perpisahan. Semua ini adalah sesuatu hal yang pasti terjadi pada setiap orang.”

Aku beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Ya Allah jadi selama ini iman aku sangat lemah sekali. Aku lupa bahwa ketakutan akan hal seperti ini sudah ada dalam Al-Qur’an.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang ditimpa musibah mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan  kepada-Nyalah kamu kembali).” (Q.S Al-Baqarah 155-156)

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.” ( Q.S Al-Hadid 22)

 Aku bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa berkonsutasi langsung dengan psikolog. Ternyata bercerita ke psikolog itu berbeda dengan bercerita ke teman. Mungkin kalau cerita ke teman justru aku malah mendapatkan sebuah judgment. Seperti “alah gitu aja difikirin. Gak usah overthinking kali. Makanya jangan hidup di masa lalu.” Meski sebenarnya urgensinya sama aja yaitu mengingatkan agar kita tidak berlarut-larut dalam masa lalu, tapi cara penyampaiannya sangat berbeda. Dengan psikolog aku bisa bercerita bebas tanpa merasa takut dihakimi. Hal-hal yang selama ini selalu aku sembunyikan perlahan terkuak di waktu yang hanya berdurasi 60 menit ini. Bebanku perlahan berkurang dan aku mulai mencari cara sendiri untuk menenangkan fikiranku dikala fikiran-fikiran negatif muncul.

  1. Mulai saat ini saat fikiran-fikiran buruk itu menghampiri aku langsung beristighfar. Karena fikiran-fikiran buruk itu bisa saja datang dari bisikan syetan membuat kita tidak yakin atas takdir Allah.
  2. Mengakui hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi di masa lalu : “ya sudah, sudah terjadi di masa lalu bukan di masa kini apalagi di masa depan.” Yang telah lalu biarlah berlalu. Life must go on. Karena mau tidak mau hidup akan terus membawa kita berjalan bukan berdiam diri.
  3. Kalaupun harus gagal lagi, tidak apa-apa. Tidak ada yang salah, hanya perlu dicoba lagi. Tetap optimis. Perkara gagal dan berhasil bukan jangkauan kita. Tugas kita hanya berusaha/berikhtiar, berdo’a, dan bertawakal.
  4. Meyakini sepenuhnya bahwa apa yang terjadi sudah dituliskan oleh Allah SWT. Apa yang harus terjadi dalam kehidupan kita sudah menjadi ketentuan kita dan berhenti berandai-andai. Karena berandai-andai termasuk orang munafik. Lihat kisahnya dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 166-168.

“…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engaku bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (Q.S Al-Baqarah: 286)

as a self reminder,



Share:

Alergi? Lebai!

Photo by cottonbro from Pexels


Bismillahirrahmanirrahiim

Sore itu sebuah perbincangan pun dimulai dengan membahas kucing, kemudian aku bilang bahwa aku tidak bisa berlama-lama bermain dengan kucing atau berada satu ruangan dengan kucing lantaran aku alergi bulu kucing. And then my friend said,

“Alergi kucing? Lebai.”

“Eh bener waktu di rumah temen waktu itu langsung pilek. Bersin-bersin. Mata merah.” Kataku ngasih penjelasan tapi yang bersangkutan terlihat bodo amat.

Kemudian temanku yang lain bilang dengan suara pelan namun masih bisa didengar jelas,

“Cewek kamu alergi kucing? Lemah.”

Aku hanya diam sambil mengunyah makananku. Ngeladenin omongan orang yang seperti itu memang tidak akan ada selesai-selesainya. Rasanya nyesek sebenarnya dikatain begitu. Toh aku juga gak mau punya alergi begitu dan itupun bukan pilihan aku.

Sebenarnya dari kecil begitu. Setiap ada kucing masuk rumah atau aku main sama kucing lama, gak cuci tangan, cepet untuk membuat aku bersin-bersin dan pilek. Bahkan pada saat main ke rumah teman sewaktu ngampus dulu, mataku langsung memerah dan bersin-bersin karena di rumahnya banyak banget kucing. Padahal kucingnya bersih. Dia sendiri yang rajin rawat kucing-kucingnya. Sampai yang pas ke dua kalinya main ke sana aku minta buat ngeluarin kucingnya jangan masuk ke kamarnya karena takut bersin-bersin lagi. Alhasil meski itu kucing udah dikeluarin dari kamarnya tetep aja masih bikin mata aku merah-merah dan bersin-bersin. Karena udah gak tahan aku langsung izin pamit pulang padahal tugas kuliah saat itu belum selesai dikerjakan.

Terakhir ketika kemarin WFH, ada kucing tetangga yang lucu menurutku, warnanya bulunya kuning kecoklatan, dan bulunya lebat. Si kucing sering banget mampir ke rumah membuat aku selalu mengelus-ngelus bulunya. Tanpa sadar saat itu aku langsung ngucek mata karena gatal dan akhirnya mataku merah dan aku kembali bersin-bersin. Setelah dari kejadian-kejadian itu meski aku ingin sekali mengelus bulu kucing; selalu aku tahan keinginan itu.

Jadi gimana? Masih mau ngatain yang alergi bulu kucing itu lebai? Lemah? Dari hal ini aku belajar bahwa kita jangan pernah menyepelekan suatu urusan orang lain. Misal karena pusing dikit, ah gitu doang pusing, atau seperti kasusku barusan. Karena kan kita tidak mengalaminya, ocoba kalau kita sendiri yang ngalaminnya masih mau disepelekan orang kayak gitu? Yang punya riwayat alergi bulu kucing pasti tahu gimana rasanya ketika alergi itu kambuh. Nyiksa sebenarnya. Mata gatelnya ampun, belum lagi hidung juga, meler, bersin-bersin. Aku juga bisa berhenti si alerginya kalau udah 4-5 jam jauh dari kucing atau berada di ruangan yang sama sekali tidak ada kucingnya.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (H.R Bukhari dan Muslim)

as a for reminder,



Share:

Belajar Dari Episode 15 Hometown Cha Cha Cha

Instagram tvn_drama

Bismillahirrahmanirrahiim

Siapa di sini yang sudah marathon drama korea Hometown Cha Cha Cha? Terlepas dari skandal yang sedang menimpa Kim Soen Ho (semoga segera selesai dan menemui titik terangnya ya, aamiin) drakor ini menurutku bagus dan sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja. Dari setiap episode selalu ada hal yang bisa dijadikan pelajaran. Aku sendiri baru nonton sampai episode 15 dan masih stuck di episode ini. Episode yang mengundang banjir air mata. Karena di episode ini terkuak sudah masa lalu Hong Du Sik yang selama ini disimpannya rapat-rapat.


Instagram tvn_drama

Masa lalunya ini terbongkar saat Kim Do Ha, asisten sutradara Ji Seong Hyun yang bertanya kepada Hong Du Sik tentang pekerjaannya dulu dan apakah mengenal ayahnya atau tidak. Pukulanpun dilayangkan tepat kepada Hong Du Sik membuat seluruh warga Gonjing kaget melihatnya. Dari sanalah Hong Du Sik mulai menceritakan masa lalunya itu kepada kekasihnya, Yoo Hye Jin. Kisahnya itu dimulai saat ia kuliah di Seoul dulu bertemu dengan Sunbae yang baik bernama Park Jung Woo yang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri. Kemudian bekerja bersama di sebuah perusahaan hingga sebuah insiden tabrakan mobil yang merenggut nyawa Park Jung Woo. Istrinya saat itu malah menyalahkan Hong Du Sik atas kematian suaminya dan istrinya sampai bilang bahwa yang seharusnya mati adalah Hong Du Sik bukan suaminya. Di sini Hong Du Sik sangat merasa bersalah. Selain itu, Hong Du Sik juga dituding sebagai penyebab kelumpuhan yang menimpa ayahnya Kim Do Ha. Padahal kalau ditonton sampai akhir menurutku bukan kesalahan Hong Du Sik sih cuma orang-orangnya aja yang tidak siap menerima musibah sehingga menyalahkan orang lain, dalam drama ini mereka menyalahkan Hong Du Sik atas segala insiden yang terjadi.

Musibah Dalam Islam

Dalam Islam musibah yang terjadi kepada kita tidak lain dan tidak bukan karena disebabkan oleh diri kita sendiri, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S As-Syura ayat 30:

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Selain itu Allah juga berfirman di surat lain, Q.S An-Nisa ayat 79:

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu itu dari (kesalahan) dirimu sendiri…”

Lantas bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim jika mendapatkan musibah? Tentunya berdasarkan kedua ayat tersebut kita tidak bisa menyalahkan orang lain atas musibah yang menimpa diri kita sendiri artinya kita harus introspeksi diri. Selain itu sebagai seorang muslim kita harus yakin bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah dan akan kembali lagi kepada Allah, maka ketika mendapatkan musibah yang pertama kali diucapkan adalah kalimat Istirja, yaitu Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un.

“(yaitu) orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.Al-Baqarah 156-157).

Pengalaman Pribadi

Sebenarnya sih misal kalau ada diposisi Kepala Hong tentu aku juga pasti merasa bersalah. Aku sendiri pernah mengalami hal seperti itu tiga tahun yang lalu saat anak asuh aku mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal ditempat. Sempat merasa bersalah karena mengapa mengizinkan dia buat pulang meski saat kejadian Bapaknya tiba-tiba datang buat jemput dan tidak ada konfirmasi sebelumnya. Saat aku ta’ziyah waktu itu aku nangis dipelukan Ibunya sambil bilang mungkin musibah ini terjadi karena aku yang mengizinkan. Si Ibu dengan besar hati malah menenangkan aku bahwa dalam hal ini tidak ada yang perlu disalahkan semuanya sudah ketentuan Allah dan mungkin sudah jalannya bagi anaknya untuk kembali kepada Allah. Aku terdiam mendengarkan ucapan Ibunya itu. Begitu tegar hati si ibu menerima dan melepaskan anaknya untuk pergi selama-lamanya.

Tak hanya sampai disitu, hari-hari selanjutnya aku sering mengeluh dan berandai-andai jika saja hari itu Bapaknya tidak datang untuk menjemput dan aku tidak memberikan izin pulang mungkin musibah itu tidak akan terjadi. Bapak aku yang mendengarnya langsung marah dan mengingatkan aku bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Allah di Lauhul Mahfudz dan urusan nyawa seseorang tidak ada yang bisa mencegahnya.

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.” ( Q.S Al-Hadid 22)

“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya…”(Q.S Ali Imran: 144)

Dari tulisan ini aku mengambil beberapa poin untuk dijadikan pelajaran:

  1. Mengucapkan kalimat Istirja begitu kita mendapati musibah
  2. Saat mendapatkan musibah jangan sibuk menyalahkan orang lain tapi lihat ke diri sendiri, introspeksi. Karena menyalahkan orang lain tidak akan bisa mengembalikan apa yang telah terjadi/hilang.
  3. Yakin bahwa segala sesuatu sudah diatur dan ditulis oleh Allah di Lauhul Mahfudz.
  4. Tidak bereaksi berlebih saat mendapatkan kesenangan/kesulitan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Hadid ayat 23:
    “Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.”
  5. Terakhir, yakinkan diri sesuai firman Allah bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan (Q.S Al-Insyirah 5-6).

Always keep spirited,

Share:

Bolak-Balik Rumah Sakit

Photo by Erkan Utu from Pexels

Bismillahirrahmaanirrahiim

Before I tell you about my story, I would like to say thank you so much for your pray because my doctor said to me that my right kidney is getting better and for the next month I have to drink water a lot, at least 3 liters a day and followed by a healthy lifestyle. Alhamdulillah. All praises be to Allah.

Almost in three weeks, I have been back and forth to the hospital absolutely for checking my disease dan setiap ke rumah sakit itu I always got a new something which made me thankful to Allah SWT. Betapa kesehatan itu adalah sebuah hal yang sangat mahal harganya when you are sick. Ketika orang-orang lalu lalang di lorong dengan infusan yang terpasang di tangan, belum lagi ada juga yang harus duduk di kursi roda didorong oleh perawat, atau yang tergeletak lemah di atas brankar rumah sakit didorong oleh beberapa orang menuju tempat pemeriksaan misal atau harus pindah ruangan. Ya Allah, pokoknya selama lalu lalang itu aku berdoa dalam hati semoga aku dijauhkan dari penyakit-penyakit yang parah seperti itu dan semoga mereka yang sakit segera disembuhkan agar bisa beraktifitas seperti biasa. 

Selain bikin aku banyak berdoa dan bersyukur saat menunggu pemeriksaan, bolak-balik ke rumah sakit juga sempat membuat aku stress dan frustasi karena ternyata penyakit yang aku derita ini dialami oleh beberapa orang dan rata-rata kasusnya udah parah. Beberapa orang bahkan sudah dipasang kateter urine. Mereka berjalan sambil membawa kantong urine membuat aku terus berdoa dalam hati agar keadaanku tidak harus demikian. Kemarin saja sempat bertemu dengan seorang Ibu-ibu yang memiliki penyakit yang sama denganku hanya saja kondisinya sudah parah, mengharuskan beliau untuk di laser dan terakhir adalah di operasi. Entah bagaimana cerita si Ibu tersebut membuat aku nangis dan ketakutan. Hanya saja beliau berpesan,

“Pokoknya Neng, Ibu mah yakin aja sama Allah bahwa Ibu akan sembuh. Laa haula walaa kuwwata illa billah. Itu yang selalu Ibu ucap. Dan Alhamdulillah sekarang Ibu udah sehat. Neng habis ini harus jaga kesehatan apalagi makanan. Udah gak boleh lagi makan jeroan, kulit-kulit, kopi, minuman bersoda. Daging sapi pun boleh asal jangan sering. Baiknya sih ulah.”

Aku pun hanya mengangguk sambil mendengarkan sementara hati terus berdoa semoga ketika nanti dipanggil dokter akan mengatakan hal-hal yang baik padaku bukan malah memperburuk keadaan. Percakapan itu selesai karena si Ibu ingin buang air kecil. Akupun langsung mengambil handphone dari dalam tas kemudian mengirim pesan kepada temanku, minta doanya agar hasilnya membaik dan dijauhkan dari segala macam tindakan apalagi operasi. 

Unn masuk rumah sakit malah tambah stress :'((( doain aku Unn semoga hasilnya baik

Sambil ngetik sambil nangis juga. Dikasih cerita gituan iyalah bikin aku nge-drop.

Iya rumah sakit itu tempatnya kita banyak bersyukur. Enggaklah. Insya allah. Yaaqiinnn…

Aku termenung setelah membaca pesan dari temanku itu. Iya ya saat kondisi seperti ini tentu yang diminta sama Allah pasti sehat gak ada yang lain. Karena kesehatan itu gak bisa tergantikan dengan apapun. Dengan tubuh kita yang sehat kita bisa kerja, sekolah, olahraga, main-sana sini, kemudian mau makan apapun juga bebas gak ada pantangannya.

Tak lama kemudian aku pun dipanggil dokter dan Alhamdulillahnya kondisiku membaik hanya saja masih harus minum obat dan minum air putih yang banyak juga tentunya.

Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obatnya sesuai dengan penyakitnya, maka akan sembuh penyakit itu dengan izin Allah ‘azza wajalla. (H.R. Muslim)


May Allah always give us health,

Sumber hadits:

https://tarbiyah.net/semua-penyakit-ada-obatnya/

Share:

Sehat Itu Mahal!

www.pixabay.com

Bismillahrirrahmanirrahiim

Gak pernah nyangka sih kalau rasa sakit yang selama ini dibiarkan ternyata lama-lama malah jadi parah. Awalnya iya gitu saat kondisi badan udah capek, ngantuk yang harusnya obatnya itu adalah istirahat dan mengesampingkan kerjaan ini malah terus-terusan diforsir. Pengen badan tetep fit dan biar rasa kantuknya hilang larinya malah minum kopi dan makan makanan pedas bukannya makan nasi, semisal kemarin-kemarin malah sering banget beli Cilok goreng pakai bumbu cabai, bakso dengan kuah pedas, Cilok goang juga. Minum kopi Good Day Vanilla Latte yang awalnya cuma pagi doang naik dosis dong pagi sama sore, karena tubuh masih aja ngerasa gak seger dan rasa kantuk tetep aja nyerang move lah ke kopi Americano. Actually, this is my first time I bought Americano in Coffee Shop, usually I ordered Vanilla Latte. Because it tastes sweet, I tried another coffee which didn’t content milk and sugar so last time I tried Hot Americano. That was truly what else? This coffee it tasted sour, bitter, and bland for me yah but made me fresh and my sleepiness disappeared. I thought my problem was solved but it didn’t and it made the situation worse.

After that, perut aku sebelah kanan sampe pinggang kanannya kerasa sakit banget. Panggul yang sebelah kanan juga kerasa panas gitu. Cuma waktu itu sakit di area pinggang masih hilang timbul. Sering mual bahkan sempet beberapa kali muntah. Periksa lah ke dokter ternyata sakit Maag. Habis obat tuh udah agak mendingan tapi besok-besoknya kerasa lagi si sakitnya bahkan sakitnya udah bukan hilang timbul lagi, frekuensinya makin sering timbul. Periksa ke dokter lain dan aku didiagnosa sakit Infeksi Saluran Air Kencing. Diceramahilah lah aku sama si dokter gegara kurang minum. Habis itu ya back to my boarding and do activity as usually sembari diminum tuh obat sama banyakin minum. Anehnya itu masih aja kerasa sakit dan si mualnya ini justru malah sering terjadi. Ditambah sakit kepala, tidur gak nyenyak karena gak bisa menghadap ke kanan soalnya sakit banget si pinggang kanan. Liat di cermin wajah udah pias gitu kayak mayat hidup, tapi aku support diri aku mungkin cuma perasaan aku aja kali everything is gonna be allrigth bentar lagi juga sembuh. Gak lama pas sore, Mamahku video call dan malah bilang kok mukaku kayak mayat, pucat gitu. Besoknya entah gimana aku bener-bener ngerasain yang namanya sakit gak ketahan. Pusing, mual, sakit perut kanan atas, pinggang kanan iya kayak ditusuk-tusuk jarum gitu akhirnya aku memutuskan buat periksa lagi ke dokter diantar Bapak dan dokter aku itu jadi bingung lantaran perut kanan atas aku sakit banget jadi diagnosa ke tiga kalinya ini aku dinyatakan dikhawatirkan ada gejala batu empedu. Ngeng! Kaget lah. Harus di USG biar jelas sakitnya apa dokternya bilang begitu. Beberapa hari kemudian karena ternyata gak ada perubahan aku berobat ke Puskesmas buat minta rujukan ke Rumah Sakit. Dapetlah rujukan itu dan aku dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dengan diagnosa batu empedu. Sesampainya di dokter spesialis penyakit dalam, dokter mendiagnosa aku kalau aku iya ada sakit Maagnya cuma yang sakit di perut kanannya harus di USG takutnya Liver. Astaghfirullah. Pengen nangislah aku di sana cuma aku mikirnya ini kan kata dokter masih ‘ditakutkan’ dan belum tentu nanti hasil USG nya begitu. Diperiksalah aku di USG Abdomen, jenis USG untuk mendeteksi mendiagnosis penyakit seperti batu empedu, batu ginjal, aneurisma serta abdominalis, neoplasma hepar, dan karsinoma pankreas (www.alomedika.com). Dokter yang di USG nya itu cuma bilang katanya aku harus banyak minum, udah gitu aja. Aku fikir oh mungkin sakit aku gak parah-parah amat syukurlah bukan Liver atau Batu Empedu. Eh, keesokan harinya saat hasil USG nya diserahkan ke dokter spesilais penyakit dalam ternyata ada pembengkakan di ginjal kanan (bahasa kedokterannya Hidronefrosis bisa googling aja sendiri ya! Karena emang bener-bener gak bisa dianggap sepele dan bisa bikin fatal kalau dibiarin). Kaget bener lah di sana udah kayak disambar petir denger kabar itu. Karena si batu ginjalnya gak kedeteksi dari hasil USG nya jadi dari Poli Dalam ini aku dirujuk ke Poli Bedah Urologi buat memastikan parah enggaknya. Aku bener-bener pengen nangis tapi malu ditambah bingung karena gak tau di sebelah mana Poli Bedah Urologi ini. Sempet muter-muter di dalam Rumah Sakit dengan fikiran yang kacau dan takut sampai akhirnya ada orang yang mau nunjukin jalannya bener. Saat itu aku periksa sendiri ke rumah sakit karena orang rumah sibuk. Sampailah aku di bagian Poli Bedah Urologi. Sambil nangis terisak tertahan aku kabari Mamah aku soal penyakit aku, si Mamah buru-buru nyuruh Bapak yang lagi belanja di Pasar buat jemput aku di rumah sakit. Lumayan lama nunggu dokternya sampai akhirnya pas giliran aku diperiksa dokter yang di Urologi itu bilang kalau penyakit aku kali ini dikategorikan masih ringan jadi belum ditindak (semoga aja jangan dan enggak aamiin) dan cuma dikasih obat. Selain itu dokternya pun nyuruh aku buat minum air putih yang banyak, 3 liter perhari. Jangan minum yang aneh-aneh cukup minum air putih aja.

Dari kasus aku di atas, I highlighted some points:

  1. Kalau udah kerasa capek banget please take a rest for while. Gak usah maksain kerja dulu. Dari pada bikin badan drop dan jadi lama sakitnya kayak aku. Taking a rest kan bisa sehari atau dua hari lah ya. Menurutku itu udah cukup dan bisa bikin badan kembali seger. Cuma emang bener-bener harus istirahat bukan malah dipakai aktifitas lain yang bikin badan jadi capek.
  2. Selain taking a rest, your body also need nutritional foods. Jangan kayak aku larinya malah ke minum kopi gak pake aturan dan makan makanan pedes.
  3. Minum air putih yang banyak minimal 2 liter sehari WAJIB! Jangan kayak aku ya huhuuuu udah parah aja baru.
  4. Kelola stress dengan baik. Yang aku dapatkan hikmahnya dari sakit aku kali ini namanya kerjaan jangan difikirin tapi dikerjain kalau udah dikerjain ya udah gak usah cemas dengan hasilnya, toh soal hasil kan bukan urusan kita itu mah urusan Allah. Biar Allah yang atur sisanya. Kemaren-kemaren iya gitu banyak khawatirnya, khawatir dengan hal-hal yang belum tentu terjadi. Selain itu hal sepele selalu diambil pusing. 🙁
  5. Jangan males olahraga. Iya jujur olahraga adalah hal yang paling malas buat dilakukan. Padahal sebenarnya kalau udah olahraga meski itu cuma senam lantai ngikutin yang di YouTube selama 15 menit itu bikin fikiran jernih dan stress bisa hilang. Dasar males akunya aja lebih gede daripada kesadarannya padahal manfaatnya udah dirasain sendiri.

Lastly please pray for me ya. Next week I have to see the doctor for checking-up. Hopefully the result is good and just followed by healthy lifestyle. Aamiin.

Love,

Share:

To Be A Career Woman?

Photo by Christin Hume on Unsplash

Bismillahirrahmanirrahiim

Pagi itu aku putuskan untuk langsung mandi sehabis bubar dari masjid karena akan ada orang tua santri yang menjemput anaknya lantaran ada acara wisuda di sekolah sebelumnya. Masih pagi dan mentari baru bersinar, orang tua santri tersebut benar menempati janjinya dan sudah sampai di gerbang depan utama tepat pukul tujuh pagi. Sebelum pulang itu, anaknya izin pamit sebentar sama teman-temannya. Sambil menunggu si anak pamitan, si ibu bertanya,

“Ukhti gimana anak saya di sini? Dia baik-baik aja kan?”

Alhamdulillah baik ibu. Dia di sini ceria, mudah bergaul sama temen-temennya.”

“Syukurlah kalau gitu. Tapi bener kan dia baik-baik aja?” Si ibu mengulang pertanyaan yang sama, sepertinya si ibu belum puas dengan jawabanku barusan.

“Baik kok bu. Enggak gimana-gimana.”

“Enggak nyari perhatian lebih kan sama Ukhti?”

Aku mengernyitkan dahi. “Perhatian lebih ibu?”

“Iya Ibu cerita dikit ya. Jadi waktu itu dia di sekolahnya pas SD sering nyari perhatian-perhatian dari temennya sampai akhirnya dia kena bullying.

“Kena bully ibu?”

“Iya. Dia nyari perhatian gitu karena dia gak nerima perhatian dari saya. Saya sibuk kerja sampai lupa gak ngasih perhatian sama anak. Setelah kena bully itu apalagi pas dia depresi, harus konsultasi ke psikolog saya barulah berhenti kerja. Dulu saya gila kerja sampai lupa sama anak. Semenjak dari sana, saya resign, fokus ngurus dia di rumah, ngasih perhatian yang selama ini hilang dan alhamdulillah kondisinya membaik. Makannya saya sebenarnya takut ketika ngelepas dia ke sini, apalagi sekolah asrama jauh dari saya takutnya dia gitu lagi. Nyari-nyari perhatian dari orang lain. Dia kan baru deket sama saya baru tiga tahun kebelakang ini. Cuma memang ini pilihannya sendiri. Saya bahkan awalnya maksa dia buat sekolah di Negeri aja yang deket rumah, tapi dianya gak mau. Pengen ke sini.”

Obrolan pagi itu entah mengapa terasa seperti pukulan bagi aku yang memang pada awalnya aku berniat ingin menjadi seorang career woman. Career woman atau wanita karir itu sendiri menurut Samsu (2020, p.67) adalah seseorang wanita yang menjadikan pekerjaan atau karirnya sebagai prioritas utama dibandingkan pekerjaan dan status lainnya. Definisi ini benar-benar menggambarkan sosok ibu tersebut. Dari pengakuannya aja kan si ibu itu gila kerja dan parahnya sampai lupa sama anak. Setelah mendengar curhatan si ibu aku jadi sadar bahwa ada harga yang harus dibayar saat kita memilih sesuatu hal. Karena pada hakikatnya kita tak bisa memilih dua hal secara sekaligus bukan? Pasti harus ada salah satu yang diprioritaskan. Sebenarnya gak ada yang salah sih ya ketika kita, as a woman choose to be a career woman. Asal hak dan kewajibannya dijalankan secara beriringan. Although is not easy especially I still single now. Aku belum tahu pasti gimana rasanya jadi seorang istri yang harus berperan sebagai ibu dan juga wanita karir. Tapi mendengar dari kisah si ibu itu ada satu hal yang aku petik bahwa tugas utama kita sebagai seorang ibu ya mendidik anaknya, memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya. Boleh sih kerja, tapi jangan sampai gila kerja juga lupa sama anak, tau-tau anak udah depresi dan harus ke psikolog. Bukankah bayarannya lebih besar ya ketimbang misal dari awal resign kerja atau ya kerjanya sesuai porsi aja tetap ngasih waktu buat anak? Gitu gak sih?

“Jangan sampai kayak saya ya Ukhti, baru resign kerja setelah mental anak kena. Harga yang harus dibayar jelas lebih mahal Ukhti.” Ucap si Ibu menutup cerita singkatnya setelah si anak kembali dari teman-temannya kemudian pamit dan langsung pergi pulang.

Aku kembali merombak cita-cita aku, rencana aku ke depan. Kalau harus fokus dan egois mementingkan karir, pencapaian sendiri, bagaimana dengan anak nanti? Mikirnya udah kejauhan ya heheee, tapi gak apa-apa sih. Lagi pula ini kan baru rencana sisanya Allah yang menentukan.

Cheers,

Sumber:

Samsu. (2020) . Persoalan Wanita Karir Dan Anak Dalam Keluarga Pegawai Negeri Sipil (PNS) Di Provinsi Jambi. Harakat An-Nisa Jurnal Studi Gender dan Anak,5(2),65-71. DOI: https://doi.org/10.30631/harakatan-nisa.2020.52.65-71

Share:

Ayo! Pahala Menanti!

Photo by Nathan Lemon on Unsplash

Bismillahirrahmanirrahiim

Hai semuanya! Lama tak menulis ya ampun setelah dua bulan kemarin sibuk karena masuk lagi pondok dan blog aku tiba-tiba gak bisa diakses. Dan yah pas barusan aku cek alhamdulillah bisa diakses lagi. Padahal gak aku laporin ke penyedia hostingnya. Males. Fikirku ditambah pasti ribet ngurusinnya. Ya kenapa mikir gitu soalnya kerjaan di asrama juga lumayan seabrek. Hehee. Kebagian ngurus santri baru extra banget ngurusnya. Selain mereka yang harus adaptasi dengan lingkungan baru, aku pun sebagai wali asuhnya mereka juga sama perlu adaptasi. Perlu mengenali mereka satu-persatu dan itu gak mudah! Hohoo. Iyalah, enam tahun kemaren kan aku ngasuh anak yang sama yang gak pernah dirubah-rubah tiap tahunnya. Jadi gak perlu adaptasi juga. Aku udah tau karakter mereka gimana begitupun dengan mereka yang udah tau karakter aku gimana. Udah sama-sama ngerti jadi pas di lapangan kan enak gitu jadi saling-saling lah. Nah yang sekarang? Masya Allah. Udahlah kebanyakan anak-anak libur ya gak sekolah, kurang lebih satu tahun adalah ya gegara Covid-19. Yang biasanya di rumah rebahan, main hp, bisa delivery order makanan sepuasnya, jam tidur dan bangun yang berantakan eh sekarang pas masuk ke asrama gimana gak shock kan mereka? Bangun harus jam tiga mau gak mau karena antri WC, makan diatur, gak ada hp, kegiatan udah mulai full. Sudahlah kebanyakan dari mereka kemarin-kemarin mulai tumbang dan asli bikin stok kesabaran aku akhirnya habis. Dan aku sebagai manusia biasa juga pasti ujung-ujungna aku kesel, marah, dan nangis.

Puncaknya itu pas empat hari yang lalu lah ya. Pas anak asuh aku sakit maag dan asmanya kambuh lagi. Aku mulai curiga ini anak gak bisa jaga pola makan dan istirahat. Eh pas ditelusuri bener! Awalnya dia gak ngaku habis makan pedes gitu, pas aku tanya-tanya lagi begitu sampai klinik, dia dengan suara pelannya mengakui. Udahlah aku udah gak mau ngomong panjang kali lebar lagi karena emang udah kesel banget. Mau tau apa penyebabnya? Sebelumnya dia maksain diri buat ikut olahraga ditengah kondisinya yang baru saja sembuh, terus dia jarang makan karena malas, dan terakhir yang paling fatal adalah dia minum susu plus keripik yang rasanya itu manis, pedes, asem dalam satu waktu! Fixed! Itu mah nyari mati sendiri batinku. Orang yang sakit maag kan belum boleh minum susu, makanan pedes, asem, keripik lha ini? Dicampur dalam satu waktu dengan kondisi badan yang udah capek habis olahraga.

Dia engap-engapan sekaligus nahan rasa sakit di ulu hati dan juga rasa panas terbakar di dada. Dan dia gak bisa jalan buat ke klinik depan. Mau gak mau aku harus bawa kursi roda ke depan dong dengan kondisi aku yang lagi haid ditambah lagi sumilangeun/sakit pas haid. Sambil dorong kursi roda udahlah tangisku pecah. Kesel, pengen marah, pengen teriak bercampur aduk dalam hati. Tapi aku gak bisa berbuat banyak selain bawa ini anak ke klinik. Dan selama perjalanan ke klinik itu, aku gak banyak omong. Saking udah keselnya. Dan beneran dong pas di klinik apa kata dokternya, pola makan dia buruk banget. Begitupun saat aku menghubungi orang tuanya, orang tuanya juga jadi kesel karena si anak gak bisa nurut plus diatur. Melayang lah uang seratus lima puluh ribu. Padahal kalau dia bisa jaga pola makannya dan istirahatnya itu uangnya bakal masih utuh di dompetnya.

Setelah selesai mengantarkan lagi anak ke asrama, aku balik lagi ke klinik buat ngembaliin itu kursi roda. Rasanya itu kursi udah pengen aku lempar aja saking keselnya. Eh tiba-tiba pas di gerbang depan asrama ada seorang santri yang sedang memanggil temannya,

“Ayo! Cepetan! Jangan capek! Pahala menanti!” Teriak si anak polos pada temannya yang masih berada di asrama. Aku yang melewati si anak tersebut diam sejenak dan ngerasa kayak tertampar sama ucapan si anak barusan.

Ukhti mau ke klinik lagi?”

“Iya.” Jawabku pendek sambil kembali mendorong kursi roda kosong.

Ya Allah. Malu banget! Padahal kan membantu orang yang sedang kesulitan itu sesuatu hal yang terpuji bahkan bisa mendatangkan pahala bukan? Jadi kenapa mesti marah-marah?

Sekembalinya aku dari klinik aku kembali pergi menemui anak itu dan menasehatinya supaya dia bisa jaga pola makan dan istirahatnya sekaligus mengingatkan tidak usah memaksakan diri jika memang tak sanggup dan malah menyakiti diri sendiri.

Kadang ada aja hal yang menegur kita secara tidak langsung. Entah itu misal dari percakapan orang lain, dari curhatan orang lain, atau seperti aku barusan dari teriakan seorang santri untuk temannya. Mungkin itu adalah cara Allah mengingatkan. Please, forgive me Allah 🙁

Regards,


Share: