Di Pagi Hari

Photo by Ravi Sharma on Unsplash

Saya sangat bersyukur begitu bisa menghirup udara pagi hari yang segar. Berjalan di sekitar rumah dan melihat banyak sekali aktifitas yang dilakukan masyarakat sekitar. Ibu-ibu sudah ramai pergi ke pasar, angkot di sekitar rumah sudah bolak-balik dari shubuh tadi, ada juga Bapak-bapak yang memilih membereskan rumah sebelum pergi ke kantor, ada juga pedagang keliling yang menjajakan jajanan gorengan untuk alternatif sarapan pagi, atau suara mangkok yang dipukuli sendok dari roda tukang bubur yang lewat.

Beberapa rumah sudah terbuka jendela, pintu rumahnya, suara berisik dari isi penghuninya, atau ditemani suara musik yang membangkitkan semangat. Namun ada juga beberapa rumah yang masih sepi, pintu dan jendela rumah masih tertutup, lampu-lampu masih menyala.

Ada beberapa orang yang baru saja bangun begitu matahari sudah terbit atau ada pula orang yang sudah bangun sebelum matahari terbit. Ada orang-orang yang memilih diam di pagi hari sambil meminum secangkir kopi namun tak jarang ada pula orang-orang yang sudah ramai, cekcok berselilih paham di pagi hari.

Apapun yang kamu hadapi di pagi hari ini jangan lupa untuk selalu senantiasa bersyukur. Bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk memulai kembali hari dengan harapan akan lebih baik dari hari kemarin. Untuk segala tugas-tugas yang masih harus dikerjakan dan diselesaikan semoga hari ini bisa segera rampung dan bisa mengerjakan tugas yang lainnya.

Ingat ada ribuan orang di belakangmu yang menginginkan kehidupan kamu saat ini. Syukuri apa yang kamu miliki saat ini sebelum detik selanjutnya hilang dan berada dipangkuan orang lain.

Cheers,

Ihat

Share:

5 Lagu yang Bikin Inget Momen Tertentu

Photo by Mark Cruz on Unsplash


Setiap orang pasti punya lagu yang jika diputar langsung teringat kenangan masa lalu, seolah menghidupkan memori lama. Saya bilangnya gitu. Selain itu juga ada beberapa orang yang tiba-tiba menangis atau tersenyum ketika mendengar lagunya. Saya sendiri begitu sih. Tapi gimana suasana hati juga. Ya kalau lagi melow-melow terus ada orang yang muterin lagu tertentu mewek saat itu juga. Seolah kayak film yang diputar begitu aja di dalam kepala tuh. Berikut ini saya rangkum aja 5 lagu yang bikin saya inget momen-momen tertentu.

  1. Tompi-Sedari Dulu

Lagu Sedari Dulu miliknya Tompi yang dirilis pada tahun 2008 berhasil bikin saya nangis tiap kali saya mendengarnya. Lagu ini memiliki kenangan tersendiri bagi saya. Jika lagu ini diputar, maka isi kepala saya akan memutar memori di tahun 2008 saat saya masih sekolah kelas 5 sd. Saat itu saya dinyatakan sakit gejala typus dan Mamah saya yang biasanya memilih untuk berdiam diri malah mengomeli saya habis-habisan di becak sehabis pulang dari dokter. Saya bukannya kesal, saya justru senang mendengarkan omelannya karena terdengar jelas nada khawatir dari mulutnya. Sebelum pulang itulah saat saya sedang menunggu obat dan Mamah waktu itu sedang memberikan resep obatnya kepada apoteker. Nah TV di ruang tunggu itu memilih channel SCTV dan sedang berlangsung acara Inbox. Tak lama lagu Tompi-Sedari Dulu itu diputar menemani saya dan Mamah yang sedang menunggu obat.

2. Kerispatih – Demi Cinta

Sebuah lagu yang saya tulis liriknya di surat perpisahan yang saya tujukan untuk sahabat-sahabat saya ketika kelas 6 SD. Waah kalau denger lagu ini inget banget momen-momen terakhir kita bersama. Bahkan kita berempat membuat sebuah nama persahabatan, SUUT. Do you still remember about SUUT? I hope you still remember! Inget gimana diam-diam kita menyukai orang yang sama, curhat bareng, gantian baca buku diary, musuhan gegara pas ulangan gak dikasih tahu, saya yang gak ikut ke Mall waktu itu dan kalian bertiga malah beliin cincin buat saya dengan bentuk hati berwarna biru yang bertuliskan Love. Sayang cincin tanda persahabatannya udah hilang. Sehat-sehat selalu ya! Well, I miss you!

3. Sherina Munaf – Cinta Pertama dan Terakhir

Duh kalau denger lagu ini perasaan saya jadi campur aduk. Antara malu, senang, sedih, dan juga menyesal. Lagu yang lirik reff nya saya kirim lewat sms ke seseorang yang saya suka waktu kelas 1 SMP. Ha!

Kau buat aku bertanya
Kau buat aku mencari
Tentang rasa ini aku tak mengerti
Akankah sama jadinya bila bukan kamu
Lalu senyummu menyadarkanku
Kaulah cinta pertama dan terakhirku

Waktu itu setelah saya kirim sms yang berisi reff lagu itu saya buru-buru kembali mengirim pesan kepadanya bahwa saya salah kirim sms. Dan sms saya itulah yang akhirnya membuat dia penasaran dan berkali-kali menanyakan untuk siapa pesan itu ditujukan hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk bilang,

Emang kalau buat kamu kenapa?

Dia diam tak membalas dan keesokan harinya ketika di kelas jadi canggung dong. 😀

4. Maudy Ayunda – Bayangkan Rasakan

Sebuah lagu yang menemani saya saat saya sedang mengalami patah hati terberat ketika usia remaja! Sakit banget rasanya waktu itu dan kondisi saya saat itu sangat terwakili oleh lirik lagu Maudy yang satu ini. Sampai sering request di radio kalau malam habis itu kalau diputer nangis dong hihiii. Ini terjadi ketika saya duduk di bangku kelas 12. Suka dari kelas 11 eh ternyata dia suka sama orang lain dan parahnya dia selalu belain ceweknya (ya iyalah orang pacaran kan :D) lalu menyindir saya atau tak jarang keluar bahasa yang menurut saya pedas banget lah buat didengar. Dan parahnya lagi efek dari patah hati ini saya sulit buat tidur. Saya tidur kalau gak jam setengah 12 ya jam 12 malam atau enggak jam setengah 1 malam. Sering nangis tiap malam sambil sumpah serapah di buku diary. Menyalahkan diri saya sendiri bahwa selama ini saya bodoh, saya salah menyukai orang. Selain patah hati di rumah juga saya sering kena omel orang tua. Hubungan saya dengan kedua orang tua saat itu renggang sekali. Iya tiap ngobrol pasti berantem. Mereka maunya saya begini tapi mereka gak pernah tau gimana maunya saya dan kondisi saya seperti apa. Beruntung waktu itu saya gak bunuh diri, sempet waktu itu ada fikiran ke sana. Karena saya mikirnya saya gak beharga banget di dunia ini. Perasaan saya tak terbalas, orang tua marah-marah mulu kerjaannya, pokoknya dulu itu mau ke sekolah atau balik ke rumah rasanya kayak neraka. Sama-sama menyiksa. Cuma kamar saya sendiri yang waktu itu bisa didefinisikan rumah bagi saya. Tidak ada yang mengganggu, menyalahkan, memarahi, yang ada hanya suara penyiar dan lagu dari radio yang menghibur saya. Pelariannya waktu itu dengerin radio sambil nulis berlembar-lembar di buku. Waktu itu saya pengen banget curhat ke orang tua saya mengenai rasa sakitnya patah hati, tapi saya gak berani. Saya takut malah tambah dimarahin dan disuruh fokus belajar. Makannya sampai saat ini urusan asmara saya tutup rapat-rapat dan tak pernah membahas soal itu ke mereka. Mereka tak pernah tahu gimana saya patah hati, kasmaran. Semuanya saya simpan dan selalu berusaha terlihat baik-baik saja di depan mereka.

5. BTS – Epiphany

Lagu yang saya putar diam-diam dengan menggunakan headset jika suasana hati sedang galau, sedih, dan kecewa. Lagu yang suka saya putar tiap berangkat atau pulang kuliah. Sambil melihat pemandangan jalan dari balik jendela kaca bus/angkot/mobil ciamisan. Yang masih terekam jelas sampai saat ini adalah ketika saya untuk pertama kalinya pulang malam karena kelas berakhir pada saat adzan maghrib berkumandang. Saya ketinggalan bus karena saat itu saya malah balik lagi ke kampus tepatnya ke toilet masjid (karena lebih dekat dari gerbang) karena pengen buang air kecil. Teman-teman saya yang lain udah pada pulang dan mereka pulangnya ke rumah masing-masing bukan ke kostan. Saat itu karena hari Sabtu dan besoknya libur. Saya sempat minta bantuan ke teman-teman saya tapi hasilnya nihil. Bahkan salah satu teman SMA saya yang rumahnya cukup dekat dengan kampus enggan mengantar saya sampai ke jalan lain yang sering dilalui oleh bus lain yang beda jurusan. Dia malah menyuruh saya untuk tetap menunggu bus sampai busnya datang. Malam semakin larut suasana kampus sepi dan jalanan yang gelap karena pada saat itu lampu-lampu masih kurang tak seramai sekarang. Mamah dan Bapak menelfon bahkan mengkhawatirkan saya dan sempat akan menjemput saya lalu saya tolak (pada saat ini hubungan saya dengan orang tua membaik alhamdulillah). Karena jaraknya yang jauh dan waktu untuk menunggu sekitar 45 menit. Belum lagi kondisi motor Bapak yang sudah tua dan lampu motornya tidak berfungsi dengan baik. Saya menangis sendirian saat itu di halte kampus. Karena gelap tidak ada lampu saya berjalan sendirian menuju depan gerbang kampus. Sampai akhirnya setengah jam kemudian bus pun datang dengan penumpang yang sangat penuh dan saya terpaksa berdiri. Saya baru mendapatkan kursi duduk setelah dua puluh menit berdiri. Kemudian saya mengelurkan headset dari dalam tas dan memasangkannya di handphone. Memilih lagu ini sambil menangis tertahan. Duh sedih ya hihiii. Ditambah udah malam udaranya kerasa banget dingin dan saya gak bawa jaket. Sesampainya di jalan pertigaan saya turun dan disambut oleh motor bapak yang sedari tadi menunggu saya turun dari bus.

Itulah lima lagu yang bikin saya inget momen-momen tertentu. Kamu sendiri gimana?

Ihat



Share:

Dia yang Tak Pernah Meninggalkanmu

Photo by Rohan Nathwani

Kamu harus belajar memaafkan.

Memaafkan atas kealfaan orang tuamu dalam mendidik dan membesarkanmu

karena kaupun belum tentu bisa sekuat mereka dalam menghadapi ujian hidup.

Memaafkan orang-orang yang menyakitimu, 

bisa jadi karena ada perlakuanmu yang tanpa disengaja menyakiti mereka.

Memaafkan mereka yang hanya memanfaatkan kebaikanmu, kelebihanmu.

Memaafkan mereka yang pernah mencaci makimu, merendahkanmu, lalu meninggalkanmu.

Wahai diri, perluas maafmu atas hal yang pernah terjadi padamu.

Terima apapun yang hadir padamu baik dan buruknya. 

Libatkan Tuhanmu dalam menentukan pilihan.

Cukup hanya untuk ditengok bukan untuk diratapi apalagi disesali

Karena yang terjadi kemarin sudah menjadi lembaran sejarah hidupmu.

Jika esok masih tak berpihak padamu, tak apa.

Proses belajar. Kamu diminta untuk lebih sabar dan ulet lagi

One day  berkat kerja keras dan doa yang kamu panjatkan 

Tuhan pasti akan mengabulkannya.

Belajar untuk percaya dan tidak merasa cemas lagi atas apa yang telah digariskanNya

Kamu hanya perlu menjadi hamba yang taat dan jauhi maksiat.

Ingat sejauh-jauhnya kamu meninggalkan-Nya

Bukankah Dia tidak pernah mengecewakanmu?


Ihat


Share:

Ingin Sumpah Serapah tapi ya Sudahlah!

Photo by Meruyert Gonullu

Sepulang kerja, aku memutuskan untuk membeli fried chicken di depan komplek untuk menu makan malam. 

"A mau beli yang dada, satu. Berapa?" kataku sopan sambil berusaha melihat harga yang terpampang di kaca roda.

"Ibu ini padahal udah sering beli masih aja nanya harganya berapa," kata si penjualnya dengan nada ketus membuatku mengerutkan kening. Agak lola emang aku pada saat itu. "Sebelas ribu," katanya lagi sambil menyerahkan ayam yang aku minta. 

Sementara otaku masih berfikir keras. Sebegitu seringnyakah aku beli fried chicken ini? Sampai si penjual ini hafal banget sama muka aku? Batinku. 

Aku menyerahkan uangnya tanpa berkata apapun kemudian balik kanan untuk  pulang dengan fikiran yang masih bekerja keras, sesering itukah aku? 

Kemudian aku ingat, kalau seringkan berarti hampir setiap hari ya? Lha aku kan kalau beli paling satu bulan sekali, gak tiap minggu juga apalagi tiap hari?

Tiba-tiba rasa kesal itu muncul dalam hati. 

"Emangnya kerjaan aku ngafalin harga ayam itu?" 

"Emangnya tiap beli aku akan terus ingat harganya berapa? Ya kalau dia jualannya cuma satu item aku juga bakal ingat harganya kali!"

Perjalanan pulang ke kosan penuh dengan pertikaian batin. Beruntung aku lola dalam mengartikan ucapannya tadi. Gak kebayang kalau aku 'ngeh' pada saat itu bisa-bisa adu mulut. 

Hingga akhirnya akupun malas kalau harus beli lagi ke sana. Mana jutek, nge gas lagi ngomongnya. Huhuuu. 

Sesampainya di kosan, aku menarik nafas panjang. Belajar untuk merefleksi diri atas apa yang terjadi. Memposisikan diri sebagai pedagang membuat aku tersadar bahwa sebagai penjual atau pedagang harus ramah dalam melayani pembeli. Jangan sampai hal-hal yang seharusnya tidak perlu dikomentari malah dikomentari. Perkara harga kan tidak setiap orang  bisa mengingatnya dengan baik. Mana aku gak sering banget belinya. Kalau tiap hari beli ya wajar dikomentari begitu. Pengen sumpah serampah tapi ya sudahlah. 

Kapok deh jadinya gak mau beli lagi ke sana. 

Aku jadi inget sama Ibu yang suka jualan seblak, nah kalau ke si ibu yang satu ini aku kehitung sering jajannya dibanding ke yang jualan chicken itu. Tiap mau bayar aku selalu memastikan bahwa harganya segitu.

"Bu, tiga belas ribu kan ya?"

"Iya betul Teh, tiga belas ribu aja."

Sering sekali aku berkata seperti itu tiap kali beli. Tapi si Ibu gak pernah marah-marah tuh, menanggapinya dengan santai dan rumah.

Ya sorry aja aku bandingkan. Lagi pula perlu banget menjaga attitude di depan pelanggan. Bayangin aja kalu ada di posisi aku gimana? Heuhh!







Share:

Perasaan yang Berkecamuk

Photo by Evie Shaffer

Sudahlah beberapa hari ini Bandung diguyur hujan, ditambah perasaan aku tak karuan. Antara ingin marah, tapi kepada siapa aku marah? Merasa kecewa, lantas harapan apa yang pernah ku buat? Ingin menangis, tapi aku bingung hal apa yang bisa membuatku menangis?

Rasanya tawaku hanya topeng belaka. Menutup rasa kekacauan yang mungkin orang lain tak bisa melihatnya. Sampai pada suatu hari, aku ketahuan sedang melamun di tengah-tengah keramaian. Dipanggil pun aku tak menyahut, hingga entah panggilan ke berapa baru aku bisa sadar dan menoleh. 

Keesokannya sungguh, perasaan aku semakin kacau. Akupun bingung dengan perasaan ini. Perasaan yang sudah kuterima tetapi aku kebingungan sendiri karena aku sungguh tidak mengenalnya. Sampai pertanyaan itupun terlontar dari rekan kerjaku,

"Kamu gimana kabarnya?"

Pertanyaan umum tapi justru malah membuat aku tersentak mendengarnya. Cukup beberapa detik untuk aku bisa mencerna pertanyaannya itu.

"Alhamdulillah baik." Jawabku pendek sembari memalingkah wajah. 

"Akhir-akhir ini sepertinya kamu banyak murungnya. Tidak seperti biasanya."

Cukup membuatku lebih tersentak lagi dengan pengakuannya itu. Sekilas aku melihat wajahnya, aku jawab dengan seadanya sambil menundukkan wajah.

"Ah, enggak. Biasa aja kok."

"Yakin baik-baik aja?"

 "Iya, baik." Jawabku tetap menunduk lantas menjauh dari rekan kerjaku itu dan mengalihkan pembicaraan dengan topik lain.

Aku terus mencari-cari alasan atas perasaanku yang berkecamuk ini. 

Ada apa ya? Ingin memaki, tapi siapa dan apa yang bisa aku maki? Berkali-kali malam datang dan aku menangis tetap saja perasaan ini masih saja menetap dan enggan memberiku jawabannya.

Terkadang aku menerka-nerka. Apa jangan-jangan karena janji yang pernah dibuat lantas diingkari bahkan dilupakan begitu saja?

Apa iya itu?

Kalaupun iya berarti aku sudah salah kembali dalam menaruh harap.

Harapan yang seharusnya aku sandarkan kepada sang Maha Pencipta bukan kepada ciptaan-Nya. 


Love
Ihat

Share:

Manusia Hanya Bisa Merencanakan



Photo by Ylanite Koppens


Liburan semester sudah berakhir dan aku sudah kembali lagi bekerja pada hari ini. Di saat yang lain masih merasakan liburannya, aku sudah kembali harus memikirkan pekerjaan. Udahlah satu minggu kemarin list liburan yang sudah aku tulis dan rencanakan berantakan karena qadarullah aku sakit. Hampir lima hari aku hanya bisa berdiam diri, tiduran di kasur sambil menahan rasa sakit di gusi. Sempat diperiksa ke Puskesmas terdekat dan dokter mendiagnosis Chronic Periodontitis yang intinya adalah infeksi gusi. Rasanya nyut-nyutan dan benar-benar selama empat hari berturut-turut aku tidak bisa tidur pulas. Selalu saja terbangun saat rasa sakit itu menyerang.

Selama aku sakit kemarin, selain harus menahan rasa sakit yang tak tertahankan aku juga mencoba merenung. Barangkali ada hal yang selama ini yang tak bisa aku jaga sehingga aku harus merasakan rasa sakit ini. Dan yup! I realized bahwa minggu-minggu sebelum libur itu aku kurang minum air putih, jarang makan buah dan sayur seringnya malah beli minuman manis dan makanan pedas. Ok, I admit that I was wrong. 

Kemudian ada juga hal yang aku lupa lakukan sebelum libur kemarin itu. Saat aku menyusun planning liburan itu aku lupa untuk mengatakan kata insha allah. Selama proses menyusun planning itu fikiran aku udah seneng aja gitu, membayangkan bahwa aku sudah berada di tempat yang ingin aku tuju dan lupa bahwa kemampuan manusia hanya bisa merencanakan sementara Allah lah yang akan menentukan. 

Dari kedua hal tersebut aku jadi belajar untuk bisa menjaga kesehatan dan selalu melibatkan nama Allah di setiap planning yang kita buat. Biar pas gak terlaksananya kita tidak merasa kesal dan menggerutu karena di awal sudah menyakinkan diri bahwa kita sebagai manusia sekali lagi hanya bisa merencanakan.

Love,
Ihat





Share:

Sekalinya Terusik, Dia Akan Berisik

 

Photo by Markus Winkler

Ada yang beda dan kini tak lagi sama. Dari sorot matamu yang kini mulai memalingkan ke arah lain. Kadang aku bingung, bukankah selama ini kamu yang selalu mengajariku untuk menatap orang yang tengah berbicara padamu? Lantas setelah aku berani dan percaya diri untuk menatap siapapun yang sedang berbicara denganku, kamu justru malah berpaling?

Aku mengerutkan kening. Maumu apa sih? Ada yang salah dengan diriku? Jika iya, kamu bisa mengutarakannya. Bukannya diam-diam menjauh, seolah membuat benteng tinggi tapi akhirnya kamu coba untuk mengakrabkan diri lagi? Gimana sih?

Atau jangan-jangan kamu sudah menangkap sinyal yang aku pancarkan? Lalu tanpa konfirmasi kamu malah berspekulasi bahwa ada sesuatu yang tersembunyi dari diri ini. Betulkah? Kalau memang betul ya harusnya kita duduk bersama, bicarakan bersama, lalu selesai. Tak perlu membangun tembok tinggi-tinggi sebagai penghalang agar jarak diantara kita tercipta. Karena sesungguhnya perasaan aku bukan tentang kamu. Perasaan aku saat ini hanya untuk aku sendiri. Tidak untuk orang lain. Jikalau kamu tahu, rona merah di wajahmu akan tercipta karena kamu sudah memutuskan sesuai prasangkamu sendiri. Sedangkan aku? Mungkin aku akan tertawa terbahak melihat wajah kepiting rebusmu di hadapanku.

Jadi sekali lagi, kalau mau berteman ya berteman. Harus ada batas? Ya sudah jangan ajari aku untuk bisa melawan batas. Kamu sendiri yang membuka batasan itu hingga aku bisa berjalan bebas tanpa merasa cemas. Lantas saat batasmu terusik, kamu berteriak bak orang kerasukan membuatku terpental jauh.

Cukup setelah teriakanmu itu aku justru membuat batas untuk diriku sendiri. Sekalipun kamu mencoba untuk mencairkannya kembali, aku sudah terlanjur membuat batasan itu setinggi mungkin. Karena acap kali batasanmu kamu buka, aku sudah tak tertarik lagi untuk melawan batasmu. Buat apa? Jika pada akhirnya aku akan diteriaki lagi, kemudian terpental jauh?

Jika memang tidak siap batasmu diusik, tolong jangan ajarkan aku untuk sekedar mengetahui apalagi melewati bahkan sampai melawan batas. 

Dan satu hal yang kini aku pelajari darimu adalah saat ada orang yang seolah-olah membuka batasan itu untuk kita, tak seharusnya kita masuk dan melewati batas itu. Karena sekalinya terusik, dia akan berisik. 

 Love,

Ihat


Share:

Perkara Kehilangan

Photo by Eugenia Remark

Hari itu kami harus merampungkan agenda-agenda kegiatan untuk satu minggu ke depan. Sambil menyusun agenda kegiatan entah dari mana tiba-tiba obrolan kami sampai pada hal-hal pengalaman masing-masing.

“Saya dulu pernah Bu, uang tiba-tiba hilang, barang-barang pun begitu. Ditinggal sebentar saja barang-barang sudah raib. Setiap harinya akan selalu ada barang ataupun uang yang hilang. Hanya yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika Bapak saya bilang, tidak apa-apa harta hilang yang penting keluarga tetap berkumpul dan bersatu.”

Aku hanya mengangguk, mendengarkan dengan seksama ceritanya kemudian dicerna pelan-pelan.

“Wah betul tuh Pak, masih ada hal yang harus disyukuri meski harta tiap hari hilang entah ke mana.”

“Iyalah Bu, perkara uang hilang kan kita hampir aja saling tuduh satu sama lain. Hanya saja ketika kita semakin kuat dengan ujian yang Allah berikan, waktu itu keluarga jadi lebih solid juga dan kita sudah tidak merasa takut lagi akan kehilangan apa-apa, karena hakikatnya apa yang kita miliki adalah hanya sebuah titipan, tiba-tiba berhenti. Barang-barang aman, tidak ada lagi yang hilang. Usut punya usut ternyata, biasa ada orang yang iri dengan keluarga kita.”

 “Kalau aku Pak, dulu tuh pernah dicopet hp. Jadi waktu itu baru banget sekitar 5 hari beli hp dan uangnya itu aku pinjem ke temen. Totalnya pokoknya sekitar dua juta lah, pulsa banyak banget, kuota juga baru ngisi full, nomor hpnya juga nomor cantik. Raib sudah dicopet pas perjalanan pulang menuju asrama setelah pulang dari rumah. Nangis kejer, kebayang harus nyicil uang yang barangnya sendiri udah gak ada, mana spp kuliah juga aku harus bayar. Ah rasanya dunia kayak mau berakhir. Itu dulu pas aku umur 19 tahun. Padahal dulu kepaksa buat beli hp karena hp yang akunya udah rusak, tiap dipake buat nugas mati lagi, mati. Cuma baru sekarang sih kerasa banget hikmahnya. Bahwa dengan cara hp aku dicopet itu Allah sebenarnya lagi ngajarin aku biar aku tuh bisa lebih hati-hati lagi. Kebayang sih kalau dulu kalau gak dikasih ujian itu, kayaknya aku bakal bener-bener teledor dan bisa jadi ada hal yang harus hilang dan harganya lebih dari itu. Semenjak kena copet itu, aku jadi lebih hati-hati lagi tiap mau naik angkutan umum, terus kalau pinjam barang punya temen, atau kalau misal nih aku butuh barang atau sesuatu kemudian udah mendesak banget dan shortcutnya itu adalah mau gak mau aku harus pinjem misal ke temen. Aku langsung mikir kayak, Ya Allah, Engkau ridha tidak. Aku gak mau karena Engkau tidak Ridha, aku diuji dengan hal serupa lagi seperti dulu.”

Sampai kemudian aku berefleksi bahwa dari sebuah kehilangan ada hal yang ingin Allah ajarkan. Meski tersirat namun perlahan semuanya akan tersurat. Seperti temanku yang harus kehilangan harta dan juga barang setiap harinya namun rupanya Allah mengajarkan kepada mereka tentang arti dari sebuah kehadiran dan kekompakkan keluarga. Kemudian dari kasusnya hp aku yang dicopet, mungkin Allah mengajarkan aku untuk lebih berhati-hati dan tidak menginginkan lebih atas sesuatu hal. Karena saat kita berlebihan atas hal yang bersifat fana itu hanya akan membuat hati kita sakit. Lupa bahwa seharusnya dalam menginginkan hal-hal yang besifat duniawi itu tarafnya adalah “sewajarnya.” Sehingga ketika harus pergi, atau tidak menjadi milik kita, hati kita tidak kecewa. Karena dari awal kita sudah menyimpan perasaan “sewajarnya” dan juga menyakini bahwa hal-hal tersebut bisa hilang dan tak kembali.

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati sebenarnya (mereka) hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan dan sampaikanlah kabar gembira (kepada) orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “innalillahi wa inna ilaihi rojiun”(sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah akan kembali).” (Q.S Al-Baqarah 154-156)


Love,

Ihat

Share:

When September Called Me


Photo by Francesco Ungaro


Suddenly the time called me…

Setelah dua tahun berlalu mengapa tiba-tiba kenangan buruk di bulan September kembali hadir dan memporak-porandakan seluruh benteng pertahanan yang telah aku bangun dengan susah payah.

Jika September lalu aku bisa berjalan tanpa harus kesakitan mengingatmu lagi, lantas mengapa September kali ini aku harus jatuh ke lubang yang sama? Kembali mengingatmu, kembali mencercamu, kembali lagi menangisimu…

Sudah seharusnya, ya sudah seharusnya aku tak lagi menangisimu saat kembali membuka catatan lama. Membaca setiap ejaan yang kemudian menghidupkan kembali kenangan lama. Aku ingin kembali membencimu, tapi hatiku terlampau lelah. Aku ingin kembali marah, berteriak kepadamu. Tapi buat apa? Toh dengan marahnya aku tak akan membuatmu berpaling darinya begitupun dengan aku yang enggan untuk kembali mengulang bersama lagi.

Aku terus mencari alasan lain. Hingga akhirnya aku sadar, aku masih bertanya-tanya atas kepergianmu yang mendadak dan juga tanpa kejelasan yang jelas. Kamu tak mengakhirinya hanya menyisakan koma yang tak kunjung usai. Alih-alih menyelesaikan kamu malah membuat cerita baru yang kini sudah tak bisa diganggu gugat lagi pemiliknya.

Sadar bahwa sudah seharusnya aku mengikhlaskan koma yang tak kunjung selesai ini. Hanya saja ikhlas tak semudah kata yang terucap, tak semudah tindakan yang harus dilakukan. Aku sadar. Aku perlu dialog-dialog yang lebih panjang lagi untuk benar-benar bisa memulihkan hatiku  dan menyadarkan aku bahwa aku tak perlu lagi mencari alasan ataupun sebab atas kepergianmu yang bak ditelan di bumi.

Karena seperti katamu dulu, bukankah semuanya sudah usai? Bukankah aku hanyalah bentuk dari masa lalumu? Bukan untuk masa depanmu. Bahkan bisa jadi kamu kini telah benar-benar menghapusku dari kehidupan barumu.

Mengapa harus kamu yang lebih dahulu berlabuh? Mengapa harus kamu yang lebih dahulu membuat rangkaian cerita indah? Mengapa tidak aku dulu? Orang yang kamu tinggalkan tanpa alasan. Orang yang kamu jawab dengan undangan: jelas semua itu meluluh lantahkan pertanyaanku, harapanku, dan juga doaku.

Aku dipaksa untuk menerima kenyataan tanpa harus berkata lagi mengapa?

Aku dipaksa untuk berhenti mencari tanpa ada kata tapi.

Dan aku dipaksa untuk ikhlas, menerima tanpa lagi bertanya sebenarnya mau itu apa?

 Aku dipaksa untuk memeluk semua kenangan itu sendirian.

Dipaksa untuk kembali berjalan meski aku tahu semua tujuan itu telah hilang.

 September kali ini masih saja membunuhku.

Dengan segala kenangan yang berputar-putar menari di kepala.

Aku ingin lari, tapi kenangan itu terus saja membuntuti.

Lantas harus kemana lagi aku melangkah agar semua kenangan ini melebur dan tak tersisa lagi?

Adakah seseorang di sana yang siap membantuku melalui dialog-dialog panjang dan juga langkah-langkah ringan untuk melepaskan beban yang dirasa?

Dimanakah kamu? Bisakah kamu membantuku?

Aku ingin menerima September dengan segala pahit dan urusan-urusan yang tak terselesaikan dengan baik.


Ihat

Share:

#013 DDL-Putih Abu





30 April 2013

 Dear diary,

Hualaahh!! Jadi kemarin itu aku baru aja buka Facebook lalu di beranda muncul dong sebuah status yang memang gak aku harapkan! Membuat aku naik pitam! Busyett gila tuh cewek! Gak bisa jaga perasaan temannya apa? Oh apa jangan-jangan udah gak anggap aku temannya lagi?

10. Terima kasih sudah memilihku dan akupun memilihmu.

Tanggal jadian kalian sama kayak tanggal lahir aku? 10? Gak sudi! Ganti tanggal jadiannya!! Udahlah bikin gue sakit hati, ini iniih??? Ditambah tanggalnya? Terus nanti next month disaat kalian merayakan tanggal jadian kalian, gue ulang tahun. No!!!!!!!!!

Aku sampe sekarang bahkan gak faham sama kelakuan Tiyas. Dia belum terus terang sama aku perkara dia jadian sama Farhan. Seolah gak terjadi apa-apa. Minta maaf ke aku aja gak pernah apalagi mengakui, kan dari awal dia juga tahu kalau aku juga sama Farhan. Gila ya! Kayaknya dia tertawa puas banget pas aku di PHP-in kayak gitu.

Benci banget Tuhannn!!!

 Aku bener-bener gak ngerti sama Tiyas. Kenapa dia enggan berterus terang kepadaku? Takut? Takut aku sakit hati terus marah? Ya harusnya dia faham lah terima konsekuensinya. Justru bagi aku saat dia berterus terang aku pasti akan marah dan tak terima, tapi hanya pada saat itu juga. Setelah itu aku juga akan belajar let it go. Nah kalau kayak gini kan main di belakang, bikin aku bertanya-tanya karena memang informasi itu aku Cuma dapat dari teman-teman termasuk dari Farhan sementara kenyataannya sendiri yang selalu menjawab di depan mataku.

Gimana aku bisa betah di sekolah kalau begini?

Lia

Share:

Apakah Urusanku Belum Selesai?

 Tak mudah untuk melawan ego dan juga kenyataan yang harus ku hadapi. Ego berkata lain sementara kenyataan menampar semua itu. Kontras. Aku hanya bisa terdiam sambil memejamkan mata. Meredam gejolak yang membara di dada.

Aku memilih pergi, undur diri dan pamit. Dari pada diri terus tersiksa dari dirimu yang jelas-jelas tak menaruh rasa sedikitpun. 

Aku menerima semua kenyataan ini dengan baik. Aku menerima bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipaksa. Perkara rasa yang dihadirkan sang Pencipta rupanya sebagai jalan untuk aku agar bisa mencintai diri sendiri. Meninggalkanmu rupanya menemukan aku jalan pulang untuk mencintai diri sendiri.

Disibukkan dengan segala urusan karena aku tak ingin larut dalam kesedihan. Kata good bye yang ku tulis rupanya membuka kata hello baru yang menenangkan. Berawal dari aku yang kesulitan menghafal nama dan namanya adalah satu-satunya yang bisa kusebut karena aku bisa membacanya dari name tag yang dia gunakan. 

Pelarian yang kutempuh, yang ku kira tak akan ada orang lain yang mengenaliku rupanya melesat dari sasaran. Masih ada satu yang tahu dari sekian banyaknya tentang diriku. Dan itu adalah dia yang di awal sering ku sebut namanya. Percakapan yang dimulainya membuatku mau membuka diri. Obrolan yang panjang hingga pada satu titik membuatku terdiam. Dari sekian banyak kategori, aku harus dihadapkan kembali pada orang yang mahir memotret. Dihadapkan kembali juga pada orang yang bisa menjaga perintah Tuhannya. Dan dihadapkan kembali pula pada sosok yang selalu mencintai Ibunya sepenuh hati. 

Apakah urusanku sebelumnya belum selesai sehingga kembali dihadapkan dengan ujian yang sama?

 

Ihat

Share: