Just Do It with All of Your Heart

Photo by Stillness InMotion on Unsplash

Bismillahirrahmanirrahiim 

Tulisan ini terinspirasi dari drama Korea Twenty Five Twenty One yang dibintangi oleh Kim Tae-Ri yang berperan sebagai Na Hee-Do dan Nam Joo-Hyuk yang berperan sebagai Baek Yi-Jin. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari drama ini. Tetapi ada satu hal yang menurut aku paling menarik, yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu scene saat Na Hee Do ditelfon oleh pelatihnya, Yang Chang-Mi bahwa dia akan dikirim ke pertandingan untuk menjadi anggota timnas. Karena Na Hee-Do ingin menjadi juara satu dan tentunya ingin masuk timnas, dia meminta kepada pelatihnya untuk melatihnya di pagi buta dan akhir pekan. Pelatihnya menyetujuinya dengan latihan sebagai berikut:

1. Setiap pagi, pakai pemberat 5kg di badan , 3kg di kaki, dan 2kg di tangan sehingga berjumlah 10kg lari dari rumah Na Hee-Do ke rumah pelatihnya kemudian membangunkan pelatihnya.
2. Lakukan fente 1000 kali setiap hari. Lakukan 300 saat pagi buta, 300 saat pelatihan pagi, dan 400 kali saat malam. 
3. Daki kaki gunung di belakang sambil membawa 2 jeriken air. Isikan dengan air di mata air di puncak. Kemudian di antar ke rumah pelatih. Batas waktunya 2 jam. 
4. Hafalkan gerakan lagu yang pelatihnya berikan berikan dan tunjukkan kepada pelatihnya.
5. Jangan bertanya apapun soal program pelatihan yang pelatihnya suruh. Karena meskipun diberi tahu oleh pelatihnya, Na Hee-Do tidak akan faham. 

Hingga Na Hee-Do merasa putus asa ketika latihan menari karena tidak bisa-bisa. Namun karena ingat dengan poin ke lima maka dia pun kembali latihan sambil berkata, "Lakukan saja sesuai perintah." 

Sampai pada saat Na Hee-Do ingin memperlihatkan gerakan tariannya kepada pelatihnya, pelatihnya  menolaknya dan berkata, 

"Beri tahu aku yang kau sadari."

"Aku sadar perbedaanku dengan Go Yu-Rim. Alasan permainan anggar Go Yu-Rim elegan bagaikan tarian adalah karena ritmenya, tetapi permainan anggarku seperti orang yang buta ritme."

"Ritmemu tak akan menjadi bagus hanya karena hafal satu latihan. Namun, aku menyuruhmu menghafalkannya agar kamu tahu cara beranggar dengan baik. Berlatihlah untuk terus mengamati, jika sudah begitu permainan anggarmu akan terlihat secara objektif."

Hingga suatu hari Na Hee-Do dikejar orang-orang yang sebelumnya pernah dihajarnya hingga akhirnya dia berlari kencang dan menyadari bahwa larinya jadi cepat sekali karena tanpa menggunakan alat pemberat. Berkat latihan dan kerja kerasnya akhirnya mengantarkan Na Hee-Do menjadi atlet yang berhasil meraih emas pada kejuaraan tingkat internasional. 


Hal ini pun mengingat aku juga pada kisah Nabi Musa yang pada saat itu beliau merasa paling alim, paling berilmu hingga kemudian Allah menegurnya bahwa ada orang yang lebih tingginya dibandingkan Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengannya. Allah pun mengabulkan permintaan Nabi Musa untuk bertemu dengan Nabi Khidir. Sebagaimana kisahnya diabadikan dalam Al-Qur'an surat Al-Kahf dari ayat 60 sampai 82.

"(65) Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. (66) Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?" (67) Dia menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. (68) Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (69) Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun." (70) Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu." (Q.S Al-Kahf : 65-70)

1. Nabi Khidir melubangi perahu
(71) Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." (72) Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan, bahwa engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?" (73) Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membenani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." 

2. Nabi Khidir membunuh  seorang anak muda
"(74) Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar." (75) Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku? (76) Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang  sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku."

3. Nabi Khidir membetulkan rumah yang hampir roboh
"(77) Maka keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, "Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu." 

Jika dilihat dari ayat-ayat tersebut bisa dikatakan bahwa Nabi Musa memiliki sikap yang tidak sabaran hingga selalu ditegur oleh Nabi Khidir. Hingga kemudian akhirnya mereka pun berpisah. 

"(78) Dia berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau, aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya." (79) Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. (80) Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. (81) Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu-bapaknya). (82) Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemamuanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."


From the two stories above, I tried to contemplate further. Until I  finally found something I have never realized it before. I have prayed to Allah like,

"Ya Allah please give me the place which can make me come closer to You, can develop my self to be better, taught me to keep grow and learn more."

And Allah answered my prayer with gave me this new situation. Maka tidak sepatutnya aku terus menyalahkan Allah atas apa yang menjadi milikku saat ini. Bisa jadi apa yang terjadi pada saat ini adalah bentuk didikannya Allah langsung kepadaku untuk lebih dekat dengannya, membuat diri aku berkembang, tumbuh dan bisa mengambil ilmu sebanyak-banyaknya. Bukankah itu yang sebelumnya pernah aku pinta pada Allah? Lantas saat Allah beri didikannya, mengapa aku harus marah-marah dan merasa diri ini tidak layak? Bagaimana bisa aku mencapai diri aku yang bisa dekat dengan Allah, berkembang, bertumbuh, dan jadi pembelajar sejati jika diberi ujian/pembelajaran aku selalu marah dan tidak menerimanya? Sudah seharunya aku belajar dari Na Hee Do yang ingin meraih juara 1 dengan melakukan berbagai latihan yang diberikan pelatihnya dengan kerja keras, sungguh-sungguh dan konsisten. Dari Nabi Musa aku belajar bahwa di atas langit masih ada langit, bersabar atas sesuatu hal yang belum diketahui. 

Karena hidup sejatinya begitu. Selalu memberikan kita ujian, cobaan tanpa kita tahu maksud dari semuanya itu untuk apa. Dan kita akan menyadarinya jika kita telah melalui cobaan atau ujian itu. Maka ada benarnya saat menghadapi ujian atau cobaan yang Allah beri, kita sebagai hambanya mau tidak mau harus bersabar, berusaha, tidak putus asa, dan tetap semangat. 

Bukankah tujuan kita setelah hidup di dunia ini kita ingin masuk ke dalam Surganya Allah? Lantas jika diberi ujiannya saja sebagai syarat kita latihan untuk menuju ke sananya tidak kita lakukan secara sungguh-sungguh, malah banyak protesnya, marahnya apa bisa kita mendapatkan Surga? 

"(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). (Q.S Al-Baqarah 156)

"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: " Kapankah pertolongan Allah datang?" Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah  itu dekat." (Q.S Al-Baqarah 215)

Ya Allah aku benar-benar meminta petujukmu sebagai leader hidupku saat ini sampai nanti aku mati, jangan biarkan aku berjalan sendiri tanpa bimbingan-Mu. Mulai saat ini aku hanya ingin tetap berusaha, berikhtiar, bersabar dan mengurangi segala bentuk pesimis dalam diri ini. Karena Engkau telah menempatkan sesuatu yang baru bagi aku, maka itu artinya Engkau yakin aku bisa melaluinya dan bisa meraih apa yang selama ini aku pinta. 

Jika Na Hee Do yang menginginkan menjadi juara 1 tapi dia tidak berjuang dan tidak meminta pelatihnya untuk melatihnya apa bisa dia meraih apa yang diinginkannya? Bukankah karena semangatnya dan tetap melakukan apa yang dipinta oleh pelatihnya tanpa banyak protes ia akhirnya bisa meraih mendali emas dan dibanggakan oleh rakyat Korea?

Jika Nabi Musa tidak belajar kepada Nabi Khidir, akankah Nabi Musa menyadari bahwa ada orang lain yang ilmunya lebih tinggi daripada dirinya sendiri? Bukankah dengan bertemu dan belajar kepada Nabi Khidir, Nabi Musa jadi sadar bahwa ternyata ada orang lain yang ilmunya lebih tinggi daripadanya?

Maka pertanyaan yang sama pun aku ajukan pada diriku sendiri, jika aku menyerah, berbalik arah, dan menyia-nyiakan kesempatan yang Allah beri, apakah aku bisa mencapai isi dari doaku? 

Just do it with all of your heart. Give the best because of Allah. Don't give up please. You will find a lot of magics from every process you do, insya allah. If you fall please get up. Fall, get up again. Until finally you get tired because what you did and see how the beautiful things will happen!


Love,
Ihat

Share:

Ketika Aku Merasa Minder

Photo by Nate Neelson on Unsplash


Bismillahirrahmanirrahiim

Di awal-awal kepindahan aku ke Bandung, setiap pulang dari tempat kerja pasti kerjaanku kalau gak bengong sendiri di kostan ya nangis. Kemudian nelfon temen di asrama, orang rumah biar gak ngerasa sepi atau aku akan mengetik panjang kali lebar ditambah voice note yang durasinya cukup untuk dibikin podcast ke temen aku sambil agak sesegukan. Ternyata pindah kerja itu gak mudah ya. Berat! SANGAT BERAT! Aku harus adaptasi segalanya. Di mulai dari jam kerja yang kini lebih terjadwal dan ketat, soal makan yang harus beli sendiri/masak sendiri, pindah ke kostan yang benar-benar mendidik aku untuk hidup lebih mandiri lagi (It's very different when I stayed at dormitory. You can ask for helping to your friends), lingkungan kerja yang baru tentunya dengan tugas baru bagi aku, dan teman-teman baru tentunya. Kalau urusan kesulitan ini aku enggan bercerita ke orang tua (walau pada akhirnya aku pun menceritakan kesulitan-kesulitan aku selama di sini meski hanya garis besarnya saja karena sungguh aku tidak sampai hati mengatakannya) maka ya tentu seluruh hal yang aku rasakan saat itu aku ceritakan hanya pada teman dekatku saja. Dari seluruh kesulitan-kesulitan itu yang paling terasa mencekikku dan membuat aku sempat kehilangan percaya diri adalah teman-teman baru aku: yang rata-rata lulusan PTN ternama, sedang/sudah sekolah tingkat Master, berasal dari keluarga menengah ke atas, sudah pernah ke luar negeri. Sedangkan aku? Maka saat fikiran itu datang yang ada adalah aku terus membuat diriku terpuruk dan makin terpuruk oleh fikiran buruk aku sendiri. Padahal pada saat training semuanya baik-baik saja bahkan kami pun berteman baik dengan saling berbagi pengalaman. Jelas akunya saja yang sudah keburu menutup diri, memandang orang lain lebih special. Padahal diri ini pun tak kalah specialnya. Astaghfirullah.

Berkali-kali teman aku itu mencoba mengingatkan aku bahwa Allah tak pernah membuat produk gagal. Kamu special dan di dunia ini hanya ada kamu seorang. Tak ada orang yang benar-benar sama dengan kamu. Kamu terpilih di sana berarti kamu mampu menghadapi karena Allah tidak akan memberikan suatu ujian di luar batas kemampuan hambanya. Bahkan surat yang dikirimkannya selalu aku baca kembali jika rasa minder aku kembali kambuh.

Seketika rasa minder aku mulai lenyap. Tapi keesokan harinya rasa minder itu muncul lagi hingga pada saat training tak jarang aku kehilangan konsentrasi. Bahkan untuk sekedar giving opinion terasa sulit untuk bisa aku lakukan. Aku kembali merendahkan diriku sendiri. Aku kan cuma dari kampung, kuliah  aja sambil kerja, untuk bisa jalan-jalan ke luar kota aja belum mampu, gak ada yang special dari diri aku. Batinku dalam hati dan seluruh fikiran-fikiran positif malah hilang dan lenyap gara-gara perkataan negatif aku pada diriku sendiri. 

Capek? Tentu saja capek. Aku kesulitan untuk tidur. Bahkan kalaupun tertidur aku akan terbangun di tengah malam sekitar pukul 01.00 dini hari atau pukul 01.30. Lalu aku kesulitan untuk memejamkan mata lagi, hingga baru bisa tertidur saat jarum jam menunjukan pukul 03.30. Melelahkan sekali. Sangat melelahkan. Dan hal ini terus terjadi berturut-turut selama satu minggu. 

Setelah satu minggu terlewati, lambat laun aku bisa menerima kondisi lingkungan aku sekarang. Meski aku tak bisa seutuhnya menenangkan diriku jika rasa minder kembali menerpa, tapi setidaknya sudah agak membaik dan aku sudah jarang menghubungi temanku untuk menceritakan hal yang sama karena jawabannya pasti sama. 

Suatu hari aku hanya berniat bertanya suatu hal pada temanku yang lain yang hampir satu bulan ini tidak ada komunikasi. Aku kira komunikasi kita akan terhenti pada inti pertanyaanku tapi nyatanya tidak. Rupanya Allah tengah memberiku jawaban melalui temanku ini. 


(A : Aku, D : temanku)

A : Di sini temen-temen aku rata-rata high class hihiii. Aku awalnya sempet minder

D : Wah? Bagus dong. Berbagi dengan mereka tentang kesederhanaan. Ada masanya orang-orang high class bosan dengan kemewahan. Yang mereka punya dan bakal anggap yang sederhana itu lebih mewah. Jadi kita pede dengan versi kita. Mau gaul sama yang high class ya no problem yang penting kita punya kualitas. Bener enggak? Hihiii

A : Waduh aku gak pernah kefikiran ke sana. Pantesan beberapa dari temen aku sempet kebingungan dengan masa kerja aku sama kuliah yang berbarengan. Aku jawab ya aku kerja sambil kuliah. Ketua yayasannya pun menanyakan hal yang sama sampai kemudian ditulis bahwa aku pernah kerja sambil kuliah. Padahal bagi aku itu tuh hal biasa meski pada kenyatannya dulu sangat sulit dan capek luar biasa wkwkkw.

D : Nah iya kan gitu. Jadi sebenarnya tiap orang punya high class nya tersendiri dengan versi kita masing-masing 😃. Makannya pede aja. Kalau gaul sama siapa aja. Nah itu kan sulit dan capek luar biasanya jadi nilai plus kualitas yang lebih buat kita. 


Aku sempet nangis pas dikasih balasan begitu yang pada akhirnya aku berhasil mengeluarkan diriku dari rasa minder. Kemudian aku teringat pada sebuah penggalan hadits yang berbunyi:

"Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan untukmu." (H.R Bukhari dan Muslim)

Padahal namanya manusia pasti ada sisi kekurangan dan kelebihan. Di dunia ini mana ada yang sempurna. Gak akan ada. Bukan kah manusia diciptakan dengan kondisi yang berbeda-beda agar bisa saling melengkapi satu sama lain? Mengapa aku tidak pernah terfikir hal ini sebelumnya hingga harus menutup akses pertemanan dan memblokir diriku di dalam lingkaran yang aku ini itu "gak ada apa-apanya dibandingkan mereka."

Wahai diri. Aku tahu aku salah. Tak seharusnya aku membandingkan kamu dengan yang lain. Yang sungguh sudah berbeda dari garis startnya juga. Saat ini kamu hanya perlu belajar tekun, terus memperbaiki yang kurang, semampunya, sebisanya, dan berikan yang terbaik. Biar hasil Allah yang tentukan. Karena baik dan buruknya hanya Dia yang tahu dan kewajiban kita hanya berikhtiar, berdoa, kemudian bertawakal.

Meski rasa ingin menyerah selalu saja datang menghampiri, ingat ada hidup kamu sendiri yang harus diperjuangkan, ada orang-orang tersayang kamu yang kini sudah mulai memasuki usia renta, yang waktunya mungkin tak akan lama lagi maka berikan yang terbaik untuk mereka. 

Sungguh hidup ini tak mudah. Meski harus dijungkir balikan, di posisi manapun kesulitan maupun kemudahan akan selalu ada dan berjalan beriringan.

"Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan." (Q.S Al-Insyirah 5-6)

Allah please don't ever leave me alone. I know I'm just a weak servant. All this happened because of Your will. So help me, guide me, and convince me that I can get through all of this. 

Mari perbanyak bersyukur, jangan malah makin insecure. Fighting!

Love, 

Ihat

Share:

Cari Rezeki Di mana Aja

Photo by Gijs Coolen on Unsplash



Bismillahirrahmanirrahiim

Three weeks ago I visited West Java Public Library (Perpustakaan Umum Jawa Barat) located at Jl. Kawaluyaan Indah II No. 4 Soekarno Hatta Bandung, West Java by using ojol. I was so amazed when I arrived there because the building is awesome! Bangunannya tinggi, terdiri dari 4 lantai, petugasnya yang ramah, protokol kesehatannya juga ketat (masuk ke gedung ini harus dibuktikan dengan aplikasi PeduliLindungi atau kartu vaksin dosis 2 pas waktu aku ke sana), dicek suhu juga, dan waktu itu sayangnya aku cuma bisa masuk di area lantai satunya aja karena masih pandemi belum bisa main ke lantai atas. Jadi cuma bikin kartu anggota aja deh habis itu pulang lagi. 

Dikesempatan yang baik ini, bukan itu sih inti yang ingin aku share ke temen-temen semua. Yang aku ingin share adalah cerita pas perjalanan menuju ke Perpustakaannya. Ok, because I don't have private vehicle so I chose ojol. Selama perjalanan Mamangnya nanya-nanya soal,

"Boleh gak jalannya ke sini?"

"Jalannya ke sini aja ya gak apa-apa? Biar cepat."

Dan aku cuma jawab,

"Iya Pak."

"Ya gak apa-apa Pak asal sampai aja." Dengan mata yang lirik kiri-kanan, melihat-lihat jalan yang dilalui. Karena memang sejatinya aku gak tahu ini jalannya ke mana dan harus ke mana jadi ya udah terserah Mamang Ojolnya aja yang penting sampai di tempat tujuan.

Hingga kemudian si Mamangnya mulai nanya-nanya, apa aku kuliah, kerja, dll yang kemudian aku bilang sendiri ke si Mangnya bahwa aku bukan asli orang Bandung.

"Oh bukan orang Bandung, dikira teh orang Bandung. Pantesan saya tanya jalannya dari tadi Tetehnya jawab ngikut aja." 

"Hee iya Pak maaf. Soalnya saya baru pindahnya juga."

"Asli mana gitu Teh?"

"Asli Tasik Pak."

"Oh Tasik. Tasiknya di mana?"

"Tasik kota." 

"Oh iya geningan orang Tasik. Sami abi oge ti Tasik Teh." (Oh iya ternyata orang Tasik. Sama saya juga dari Tasik.)

Si Mamang ojolnya langsung ganti jadi pakai bahasa Sunda dan aku agak terkejut bercampur senang karena bertemu dengan orang yang sama dari daerah asal. 

"Oh gitu ya Pak. Bapak Tasikna di mana? Atos lami di Bandungna?" (Oh gitu ya Pak. Bapak Tasiknya di mana? Sudah lama tinggal di Bandungnya?)

"Abi mah Tasikna di ujung. Nembe satahun Teh. Pami istri sami ti Tasik kota." (Saya Tasiknya di ujung. Baru satu tahun Teh. Kalau istri sama dari Tasik kota.)

"Oh jadi istri Bapak mah aslina ti Tasik Kota." (Oh jadi istri Bapak aslinya dari Tasik Kota)

"Muhun calikna ge ayeuna diditu sareng pun anak." (Iya tinggalnya juga sekarang sama di sana sama anak juga)

Aku mengerutkan kening. Tinggal di sana?

"Jadi Bapak sama istri LDR gitu? Tasik-Bandung?"

"Iya Teh. Seminggu atau dua minggu sekali baru pulang ke Tasik."

"Di sini Bapak nge kost?"

"Iya saya di sini nge kost Teh. Teteh di Bandung sama saudara atau ada saudara?"

"Oh gitu ya Pak. Keren-keren. Saya di Bandung nge kost dan gak ada saudara."

"Kenapa jauh-jauh ke Bandung kerjanya? Kenapa gak di Tasik aja?"

"Hehee. Udah rezekinya kali Pak. Soalnya saya kemarin di Tasik gak nemu-nemu."

"Iya ketang gak apa-apa. Nyari rezeki mah di mana aja asal halal. Saya juga nyari penumpang di Bandung enggak di Tasik. Nyari pengalaman sama suasana baru."

"Iya ya pak."

"Iya Teh. Kan bumi Allah itu luas. Di mana pun juga kita bisa cari rezeki di sana. Selama itu halal dan barokah."

Aku hanya diam sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hati, keren ini si Bapak. Berani LDR sama istrinya demi mencari nafkah. 

Tak terasa perbicangan kami pun akhirnya harus terhenti karena sudah sampai di lokasi. 

"Pokoknya mah jangan takut. Inysa allah selalu ada rezekinya." Tutup si Bapak begitu aku mengembalikan helmet dan menyerahkan uang kepada si Bapak ojol tersebut.  

Aku langsung teringat pada satu ayat dalam Al-Qur'an,

"Apabila sholat telah dilaksanakan, carilah karunia Allah maka bertebaranlah kamu di bumi dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung." (Q.S Al-Jumu'ah : 10)

Ayat ini memang kaitannya adalah dengan Sholat Jum'at. Namun yang menjadi inspirasi bagi aku adalah di kalimat "carilah karunia Allah maka bertebaranlah kamu di bumi." Selain itu di ayat lain, di Q.S An-Nisa ayat 97 Allah berfrman,

"...Mereka (para malaikat) bertanya: "Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?"...." 

Dua ayat ini yang memotivasi aku untuk akhirnya memutuskan hijrah ke Bandung. Meski memang terasa berat, namun karena ingin mendapatkan hal yang lebih (bukan soal materi saja, pengalaman dan ilmu tentunya yang tidak bisa terganti nilainya) dan karena tadi bertemu si Mamang Ojol aku jadi semakin semangat. Beliau saja rela meninggalkan istri dan anaknya demi mendapatkan keuntungan yang lebih. 

Dan selama perjalanan pulang aku masih teringat obrolan dengan si Mamang Ojol itu. Kadang begitu ya Allah kalau mau nasehatin kita dengan cara apa saja. Bisa jadi perbincangan tadi dengan Mamang Ojol adalah cara Allah menyemangatiku atas keputusan yang sudah aku ambil. Thanks Allah. Alhamdulillah. 

Untuk kamu yang saat ini berjuang dan menjadi anak rantau tetap semangat ya! Hal yang harus aku relakan adalah berpisah dengan keluarga dan ini sangat jauh sekali dengan pengorbanan si Bapak ojol tadi yang harus berpisah dengan anak istrinya. Karena sejatinya apapun yang akan kita dapatkan tentunya harus  ada yang kita lepaskan. 

Love,

Ihat

Share:

Membaca Kembali Isi Surat

 

Photo by Andrew Dunstan on Unsplash


Malam ini entah kenapa perasaan aku sendu. Entah mungkin rindu atau bagaimana yang jelas setelah melihat memori-memori beberapa tahun belakang. Tersenyum, tertawa, menitikkan air mata begitu satu persatu foto-foto itu muncul di layar laptop. Aku tahu waktu yang telah hilang tak akan pernah bisa kembali. Mungkin dengan seperti ini salah satu caranya agar bisa kembali mengingatnya. Mustahil kan untuk bisa kembali ke masa lalu dengan menggunakan mesin waktu seperti Nobita yang meminta bantuan kepada Doraemon?

Hal yang paling menyesakkan sampai saat ini adalah surat ucapan kelulusan atas wisudaku satu tahun yang lalu yang ditulis oleh anak-anaku, FULATION. Surat yang ku baca untuk pertama kalinya pada malam hari setelah siangnya acara wisuda dan saat itu perasaanku meledak. Aku menangis tersedu-sedu. Hinga barusan, saat aku tak sengaja menemukannya kemudian kembali membacanya rasanya masih sama; masih meneteskan air mata. Terima kasih sudah mau direpotkan dan diajak kerja sama. Aku gak tahu lagi harus berkata apa karena tak ada yang bisa menggantikan kalian.

Semoga urusan-urusan kalian dipermudah ya anak-anak. Mari sama-sama kembali lagi berjuang walau tak lagi bergandengan tangan. Mari sama-sama berdoa meski jarak yang memisahkan. Mohon maaf atas segala khilaf yang pernah dilakukan. Terima kasih untuk suratnya yang membuatku kembali percaya diri untuk terus berjuang!

Tonight let me share about the letter from my students.



Love,

Ihat

Share: