Showing posts with label Refleksi Diri. Show all posts
Showing posts with label Refleksi Diri. Show all posts

Sunday, October 13, 2024

I'm Thankful For...

Photo by Kelly


Hai diary online,

Sebelum minggu ini berakhir, ada banyak hal yang ingin aku sampaikan.

Pertama, aku sangat bersyukur bisa melewati hari sampai detik ini, itupun karena bantuan Allah juga. Meski kecemasan, ketakutan, dan juga kegelapan kadang masih menyelimuti. Walau pada faktanya, dunia gak seseram yang ada di bayangan fikiran kamu kok. 

Kedua, alhamdulillah, aku bersyukur karena semakin hari aku bisa mengenal diriku sendiri. Mulai tahu nih, kenapa perasaannya tiba-tiba kacau, kecewa, marah, merasa invisible dan pada saat diberi kepercayaan dengan begitu mudahnya ya perasaan aku switch gitu, jadi merasa utuh kembali. Merasa bahwa ya aku tuh helpful. Saat aku coba tanya diri aku pelan-pelan, coba flashback mungkin ada inner child aku yang terluka. Dan.. Ya, betul. Perasaan itu datang karena ternyata dari luka pengasuhan. 

Kemudian aku terus belajar, terus memupuk diri bahwa situasi apapun yang kamu hadapi saat ini; mau itu konflik pertemanan, tidak diandalkan lagi dalam hal pekerjaan, apa yang kamu inginkan ternyata gak bisa diwujudkan saat ini, kamu gagal dalam meraih impian, itu semua tidak mendefinisikan diri kamu kok. Bukan karena kamu gak dimintai tolong lantas kamu jadi useless. Enggak. Tenang ya. Don't take it personally. Setelah tahu sumber perasaan tidak mengenakan itu dari mana dan tahu cara menenangkannya, aku mulai terbiasa untuk mecoba tetap tenang saat menghadapi hal-hal yang memang tidak aku sukai. Tidak lagi buru-buru merasa kesal, kecewa, unseen meski ya belum bisa sepenuhnya plong tapi setidaknya aku sudah bisa menenangkan diriku sendiri setiap kali perasaan itu hadir atau saat anak kecil dalam diri ini butuh pengakuan dan pelukan. 

Lebih ringan kan? Makasih Ya Allah, sudah mengizinkan aku untuk terus mencari, mengenali diriku sendiri. Tanpa bantuan dan juga izinMu, pastinya aku masih terpuruk dan rentan untuk menyerah dan juga marah atas ujian dariMu. 

Ketiga, aku mau mengapresiasi diriku yang gak enakan ini. Karena seminggu kemarin aku mampu untuk menyampaikan apa yang sebenarnya aku rasakan, pendapat sendiri, mulai berani menyampaikan rutinitas aku meski agak was-was. Tapi pada akhirnya semua bisa dikomunikasikan juga kan? Termasuk menyampaikan pendapat yang dirasakan oleh diri sendiri pada saat rapat. Bangga banget sama keberanian kecil ini. Semoga besok-besok aku bisa tambah berani lagi untuk lebih mengedepankan kepentingan sendiri, jangan sampai mengalah terus dan akhirnya jadi people pleasure. Karena gak enakan, pada akhirnya waktu kita diinjak-injak, aktifitas kita jadi terbengkalai. Mungkin karena gak ada komunikasi, orang lain mikirnya kita se-flexible itu kan? Karena ya-ya mulu tiap dimintai untuk mengerjakan sesuatu hal. Hargai dan tepati janji dengan diri sendiri. Sampaikan dengan baik apa maunya kita atau kesibukan kita, sehingga orang lain tahu batasan kita. Semangat!

Keempat, aku bersyukur karena Sabtu kemarin diberi kesempatan untuk bisa olahraga pagi di lapangan Gasibu, diajak oleh sahabatku sendiri. Bersyukur karena bisa jalan-jalan di pagi hari mengelilingi lapangan Gasibu, bisa melihat orang lain yang sedang berolahraga juga, terus bisa masuk ke area halaman Gedung Sate karena emang lagi ada event juga di sana. Bersyukur karena pada saat kami berdua membeli bubur di pinggiran jalan lapangan Gasibu dan pada saat kita beli gerobaknya masih sepi pembeli,  alhamdulillah setelah kami makan di sana beberapa pembeli mulai berdatangan. Ditambah si Bapak penjualnya ramah dan baik. Bahkan pada saat kucing hitam datang, si Bapak memberikan tulang daging ayam ke si kucing itu. Sampai mikir pada aku lagi makan, hewan aja tuh rezekinya udah dijamin sama Allah. Masa manusia yang sama Allah dikasih akal, dikasih kemampuan untuk berikhtiar mencari rezeki, masih ragu dengan janji-Nya? Ya Allah, maafin aku yang kadang masih overthinking soal rezeki. Padahal rezeki kan bukan hanya uang aja. Kesehatan, kesempatan berbuat amal baik, bernafas, itu juga rezeki kan?

Kelima, di hari Sabtu itu juga aku alhamdulillah diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa mengunjungi IDP Expo, ya Education Fair lah. Sebenarnya bingung ya mau pilih kampus mana, coba-coba aja tanya ini-itu dan ternyata betul, mau gak mau aku harus dobrak diri. Dobrak segala ketakutan dan mulai coba untuk apply. Yuk semangat terus untuk belajar bahasanya!  

Keenam, mm.. masih di hari Sabtu juga. Selesai mengunjungi pameran pendidikan itu aku langsung pergi menuju stasiun karena sore harinya aku ada agenda, diundang untuk hadir di acara Canadian Thanksgiving di Padalarang. Berkejaran dengan waktu sempat dagdigdug gak karuan, lari menuju loket karena waktu udah tinggal 2 menit lagi menuju pemberangkatan, eh ternyata keretanya ada di peron 3! Mau gak mau, aku harus jalan lagi melalui skybridge menuju peron 3. Seru sih, meski pada saat sampai di peron 3 hah-heh-hoh nafas tersegal-segal. Dan ternyata ya masih harus nunggu sekitar  3-4 menitan lah. Alhamdulillah, gak terlambat. Kemudian sampai juga di tempat yang dituju, masih harus join kegiatan PKGBI meski ya pada akhirnya aku left di tengah kelas. Berkumpul dengan teman-teman English Volunteers, dikasih kesempatan buat nyobain menu asal Canada. Bersyukur banget pokoknya. Sampai ketika jam pulang, karena menggunakan transportasi online, drivernya alhamdulillah baik, malah cerita soal kehidupan. Ya drivernya ngasih petuah, intinya jangan pernah takut perkara rezeki. Kan udah ada yang ngatur. Jleb sih. Relate sama dengan apa yang menjadi struggle aku saat ini. Hahahaaa.

Ditutup dengan panggilan tanpa rencana, dari teman beda negara, beda benua, dan beda jam tentunya. Kalau dia bilang good morning, tentu aku akan balas dengan good afternoon atau seringnya karena aku udah mau tidur, jadi ya good night. Terima kasih karena sudah menutup hari aku dengan gelak tawa bahagia. :)

Ternyata mensyukuri hal-hal kecil bisa bikin hati kita tentram ya dan malah mengundang banyak kebaikan. 

Sekian untuk cerita akhir pekan ini. Meski tak bisa dipungkiri, hati aku masih sedikit gelisah karena besok adalah Senin. But, that's ok. Everything will be smooth. :)


Cheers,

Ihat


Share:

Tuesday, October 01, 2024

Masih Ada Banyak Hal Yang Bisa Kamu Syukuri

Photo by Monstera Production

Meski aku belum bisa tidur lelap..

Meski berkali-kali aku tetap terbangun di tengah malam..

Atau bangun di pagi hari dengan hati yang cemas lantaran mimpi buruk yang kerap datang menghantui

Di tengah-tengah ketidaknyamanan itu aku masih bisa bersyukur lantaran aku masih bisa melihat matahari terbit setiap paginya

Masih bisa menghirup udara pagi yang segar

Masih bisa pergi berangkat bekerja walau fikiran kacau balau

Masih bisa bertemu dengan orang-orang hebat sehingga mendapatkan banyak ilmu baru

Masih bisa menulis untuk meredakan kecemasan dan juga stress yang sedang aku rasakan


Hai kamu,

Belajar mengelola stress lagi ya

Belajar untuk surrender atas ketidakpastian tentang hidup ini

Ingat hidup ini terlalu singkat jika hanya terlalu fokus pada hal-hal yang tidak menyenangkan

Masih banyak hal yang bisa kamu explore di luar sana

Tetap berbaik sangka pada Sang Maha Pencipta

Karena pada hakikatnya sedih, senang, susah, mudah adalah ujian

Jadi kamu tak perlu terlalu bahagia dan juga terlalu sedih

Semua ada masanya

Semua ada waktunya

Dan semua akan saling bergulir, silih berganti


Love

Ihat

Share:

Monday, September 30, 2024

Belajar Mendengarkan


Photo by Oleksandr P

Rasanya ada sesuatu yang aneh dengan diriku.

Sudah hampir dua bulan lebih ini aku mengalami gangguan tidur. Mata terpejam tapi fikiran masih berputar-putar. Tak jarang membuat aku terbangun dan sulit untuk membuat mata terpejam. Atau jika pada akhirnya aku tertidur, tetap aku akan terbangun dengan nafas tersegal-segal karena mimpi buruk yang kerap datang menghantui. Bahkan beberapa kali jantungku berdebar seperti sehabis olahraga lari. 

Jadi selama dua bulan lebih ini perihal tidurku aku hanya diberi dua pilihan:

1. Aku akan terus terjaga dan sulit memejamkan mata;

2. Mata terpejam tapi fikiran masih berlarian;

3. Bisa tidur tapi pada akhirnya aku akan bermimpi buruk dan bangun dengan keadaan tubuh capek disertai dengan nafas tersegal-segal.

Sayangnya, pada saat aku hendak meminta bantuan profesional aku merasa seolah aku diejek oleh dokter umumnya lantaran alasanku seperti itu karena stress bekerja. Aku meminta dengan baik bahwa aku ingin pergi konseling, tapi dokter itu tidak berkata apapun dan hanya memberikan aku obat agar aku bisa tertidur. 

Aku kesal bukan main karena pada saat daftar aku meminta untuk pergi ke bagian konseling. Sambil mengantri obat rasanya aku kecewa, merasa dikecilkan, dokternya pun menyebalkan karena dengan mudahnya dia menganggap enteng hal yang selama ini mengangguku: jam tidur. 

Setibanya di apotek, apoteker itu kemudian bertanya kenapa aku diberi obat tidur. Pada awalnya aku hanya menjawab dengan senyum, namun pada akhirnya aku tak bisa menahan air mataku. 

"Tempat terbaik untuk bercerita adalah kembali kepada keluarga. Karena keluarga yang paham kondisimu saat ini. Atau Teteh bisa cerita semuanya tanpa merasa dihakimi kepada Dzat yang menciptakan Teteh. Siapa yang menciptakan Teteh?"

"Allah," jawabku lirih. 

"Bukannya gak boleh ke psikolog, cuma tetap yang paling bisa memahami kondisi Teteh saat ini adalah keluarga Teteh."

Aku terdiam. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ucapan si apoteker ini. Qadarullahnya dia ngomong sama aku yang memang hubungan aku dengan keluarga baik-baik saja. Bagaimana jika kondisi hubungan aku dengan keluarga aku tidak baik-baik saja? Mungkin aku akan tambah marah.

Begitu sampai di rumah, aku menangis tak karuan di depan Ibu dan Bapak ku. Rasanya seluruh kekesalan, kekecewaan, uneg-uneg, marah, bersatu padu. Meski aku bisa bercerita kepada mereka, tetap saja ada the dark side yang aku sembunyikan.

Selama dua bulan lebih ini pula, aku pernah menangis sejadi-jadinya tanpa alasan yang jelas hingga pikiran mulai mengarahkan aku untuk self-harm. Aku sudah ingin mengambil benda itu, sempat terbersit kayaknya enak juga bikin luka di tubuh untuk meredakan perasaan kacau ini... Tapi niat itu aku urungkan kembali dan sebisa mungkin aku lawan perasaan itu dengan istighfar, mencoba mengingat Allah walau keadaan aku kacau balau dengan kondisi aku sendirian di kosan. 

Dan pikiran itu terjadi sudah dua kali. 

Dan ternyata... Melawan pikiran itu saat pikiran itu datang sungguh luar biasa sulit. Aku seperti kehilangan diri sendiri. Aku seperti tak mengenal diriku sendiri. 

Itulah mengapa alasanku mulai pergi untuk mencari bantuan profesional. Sayangnya di tempat itu aku harus diarahkan ke dokter umum dulu berkaitan dengan tidurku berantakan dan pada saat diperiksa dia malah menganggap remeh kata "stress kerja" yang aku sampaikan. Yang pada akhirnya aku tidak diarahkan ke ruang konseling. MENYEBALKAN!

Dear kamu,

Siapapun kamu, profesi apapun yang kamu jalani saat ini jika kamu mendapati seseorang yangs sedang terpuruk tolong jangan men-judge atau menganggap remeh hal yang sedang dia alami. Karena kamu belum tentu sekuat orang yang sedang menghadapi ujian itu. Belajar mendengarkan. Mendengarkan saja tanpa harus menghakimi. 


Love,

Ihat

Share:

Thursday, September 19, 2024

Do The Best Thing Because of Allah

Photo by Aaron Burden


Hai..

Gimana kabarnya? 

Capek? Gak nyaman? Kecewa? Lagi gak faham sama keadaan yang lagi Allah kasih?

Tidur juga gak nyenyak karena fikiran main terus ya?

Sini, aku peluk. 

Gak apa-apa. Gak apa-apa banget kamu merasakan perasaan itu semua. Wajar. Rasain aja dulu perasaan gak nyaman itu. Rasa capek, kecewa, dan perasaan bingung yang menghampiri kamu. 

Gak apa-apa kalau pada akhirnya kamu tetep gak dapet kepercayaan itu. 

Meski gak nyaman dan merasa tak dihargai keberadaannya, kamu tinggal milih.

Tetap memilih baik meski tak dianggap atau berubah menjadi apatis hanya karena tak mendapatkan pengakuan?

Kalau ingat Kakakku kelas dulu pas zaman SMP pernah bilang gini,

Give the best because of Allah.

Ternyata pada praktiknya susah ya. 

Kamu yang pada dasarnya helper tetiba harus menjadi apatis, tetep aja kan yang terjadi adalah kamu yang sigap dan mau aja bantu orang lain? 

Karena perkara kepercayaan dan dianggap adalah di luar kendali kamu, sementara yang bisa kamu kendalikan hanya apa yang bisa kamu lakukan dan intention kamu, maka dari itu pada akhirnya kamu tetap memilih baik kan? 

Mulai hari ini diubah lagi niatnya, ditata lagi hatinya. Kalau nyari kepercayaan manusia dan pengakuan capek. Jadi sekarang kamu harus belajar itu effort the best thing as much as you can because of Him. Dijamin kamu gak akan pernah merasa capek. 

"He is the One Who created death and life in order to test which of you is best in deeds. And He is the Almighty, All-Forgiving." (QS. Al-Mulk: 2)

Giman udah jelas kan atas firman-Nya?

Kalau gagal terus gak sesuai ekspektasi gimana?

Diingat lagi, tugas kita sebagai khaliq-Nya sampai mana?

"And that each person will only have what they endeavoured towards. And that 'the outcome of' their endeavours will be see 'in their record', then they will be fully rewarded, and that to your Lord 'alone' is the ultimate return 'of all things'. (QS. An-Najm: 39)

Nah udah dijawabnya pakai ayat Al-Qur'an tuh. Gimana masih mau khawatir soal hasil?

Belajar untuk put your trust in Him. 

"Say, 'O Prophet, that Allsh says, "O My Servant who have exceeded the limits againts their souls! Do not lose hope in Allah's mercy, for Allah certainly forgives all sins. He is indeed the All-Forgiving, Most Merciful." (QS Az-Zumar: 53)

Sini aku peluk lagi.

Gak apa-apa banget, gak apa-apa. Wajar kamu capek, lelah, kecewa. Rasakan dulu perasaan itu, kalau udah tenang sujud dan minta ampun sama Allah kalau-kalau selama ini intention kamu udah melenceng.

Senyum ya. 

Remember one thing,

"Moreover, He is the One Who brings about joy and sadness." (QS. An-Najam: 43)

Mungkin karena merasa unseen atau invisible kan? Yang biasanya diup terus, apa-apa dapat pengakuan, pujian tiba-tiba jadi merasa uselees, gak diandalkan lagi? 

Kamu tersenyum seolah faham semua perasaan yang hadir itu.

Intinya kamu masih haus akan pengkuan. Diubah sekarang niatnya lagi. Kalau pada dasarnya kamu adalah helper, tentu gak akan nyaman saat harus menjadi apatis. Karena pada akhirnya kembali lagi pada diri kamu sendiri, mau tetep jadi orang baik terlepas dapat pujian atau enggak, atau mau sekalian jadi orang jahat aja?

Dan sore itu aku banyak merenung. 

Ternyata memilih menjadi orang baik tanpa embel-embel apapun dengan intention because of Allah itu berat ya, tapi pada akhirnya hatimu tetap tenang karena kamu udah gak berharap apapun sama manusia kan?


Love,

Ihat


Share:

Sunday, August 04, 2024

Perjalanan Mencintai Diri Sendiri

Photo by Ylanite Koppens

Di tengah upaya untuk menyembuhkan dan mencintai diri sendiri selalu dan pasti selalu ada kerikil yang ikut turut serta mewarnai proses perjalanan ini.

Dari mulai cerita yang membuatmu cemburu untuk berada di posisinya.

Cerita yang kadang membuatmu kembali merasa kecil dan tak berarti.

Membuatmu kembali ingin menyalahkan diri sendiri.

Tapi...

Haruskah kamu kembali ke titik terendahmu lagi?

Mungkin kamu masih diuji dengan hal yang sama, tapi setidaknya kamu sudah mulai bisa menyikapinya dengan baik saat ini.

Tidak apa-apa.

Tidak apa-apa kalau kamu belum bisa menyikapinya dengan sangat baik. 

Apa yang sudah kamu lakukan sampai sejauh ini, aku bangga dengan prosesmu. 

Aku bangga dengan upaya yang sudah kamu lakukan untuk tidak lagi menyalahkan diri sendiri, tidak lagi menahan orang yang memang ingin pergi dari hidupmu. 

Kamu hebat!

Meski dalam hati ada rasa cemburu melihat ataupun mendengar cerita orang lain, ketahuilah. Kamu tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang terjadi pada mereka. Bisa jadi hal yang mereka dapat saat ini, mereka harus membayarnya dengan menyerahkan hal lain yang kamupun belum tentu sanggup untuk bisa menerimanya.

Gak apa-apa. Gak harus buru-buru kok. Lagian mau ke mana sih?

Makasih ya karena di detik ini kamu sudah bisa lebih bijak dalam menghadapi rintangan hidup. 

Kamu gak perlu jealous sama kehidupan orang lain. 

Fokus sama hidup kamu sendiri.

Syukuri yang ada, perbaiki kesalahan yang pernah dibuat, lakukan yang terbaik, setelah itu serahkan segala urusan pada Sang Pencipta.

Janji. Senyum ya :) 

Jangan gantungkan rasa bahagia kamu kepada orang lain, tapi ciptakan rasa bahagiamu itu oleh dirimu sendiri.


Dear myself,

I'm so proud of you.

I love you :)


with love,

Ihat


Share:

Saturday, July 27, 2024

I Congratulate Myself

 

Foto oleh Nugroho Wahyu


Dear myself,

Di tengah gempuran media sosial yang serba memperlihatkan pencapaian

Terima kasih karena kamu telah memilih untuk senantiasa bersyukur seraya berusaha kembali sesuai dengan jalanmu sendiri

Terima kasih karena telah belajar untuk tidak lagi membanding-bandingkan dirimu dengan yang lain karena kamu tahu itu amatlah sangat tidak sepadan.


Dear myself,

Terima kasih karena selalu berusaha untuk berbaik sangka atas ketetapan-Nya dalam hidup ini

Belajar untuk menahan amarah di saat semua keadaan tidak sesuai dengan harapan

Walau sekuat tenaga kamu harus mengelus dada, beristighfar, seraya berkata: "You're gonna be ok. Don't worry."


Dear myself,

Terima kasih karena telah memilih bertahan serta menghadapi segala situasi yang datang daripada menyerah lantas melarikan diri

Terima kasih karena masih mau berjalan walau tertatih kesakitan

Maaf jika fikiran jahat itu masih saja menghantui, membuat tidurmu tak nyaman, atau membuat awal harimu menjadi awan kelabu 

Maaf jika aku masih belum bisa membuatmu baik, membuatmu bahagia lebih banyak dari yang seharusnya. 


Tolong jangan tinggalkan aku

Mari hadapi semua rintangan ini bersama

Semoga aku bisa lebih baik lagi dalam memperlakukanmu


Selamat bertumbuh setiap harinya

Bukan karena perayaan setahun sekali

Tapi memang aku harus merayakan pencapaian kecilku setiap harinya

Mengapresiasi serta mengevaluasi tanpa dilebih-lebihkan dari ke duanya

Karena setiap yang hadir dalam hidup ini bersifat sementara

Atau bahkan tak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan


Tuhanku

Tolong bantu aku untuk bisa mencintai diriku sendiri sepenuhnya

Untuk menyayangi diriku sendiri tanpa harus lagi ketakutan dengan fikiran buruk yang kerap menghantui

Ajari aku dan bimbing aku agar senantiasa legowo, percaya, dan menerima segala putusan yang telah Kau tulis untukku

Tolong jangan biarkan aku menjadi hamba yang kufur dan selalu berburuk sangka atas rencana-Mu

Aku hanya ingin bahagia baik itu di dunia dan maupun di akhirat.


Love,

Ihat

Share:

Sunday, April 14, 2024

Kenyataannya Tak Semenakutkan Itu Kok!

canva.com

Ada yang berbeda dari momen lebaran tahun ini. Padahal jauh-jauh hari sebelum hari perayaan tiba, fikiranku sudah melayang-layang entah berantah mengenai pertanyaan-pertanyaan yang memojokan. Suasana salat Ied yang biasa saja karena ustadnya tidak pernah berganti setiap tahunnya selalu itu-itu saja, membuatku tidak begitu excited untuk merayakannya. Ditambah kumpul bersama keluarga besar adalah hal yang kurang aku sukai. 

Tetapi semua itu jelas berbeda pada saat hari H pelaksanaan. Pertama, saat aku memilih untuk salah Ied di tempat sebelah, tidak di masjid seperti biasa pada tahun sebelum-sebelumnya dan berhasil membujuk Ibu untuk ikut meski wajah Ibu sudah manyun karena tidak bisa bertemu dengan tetangga dekatnya sesuai salat, akhirnya Ibu setuju untuk ikut salat Ied di tempat yang aku pilih. Begitupun dengan Bapak yang langsung ikut. Pada saat pelaksanaan salat, Imam seperti biasa membacakan surat Al-Fatihah dan surat pilihan lainnya didzaharkan. Dan sungguh bacaannya begitu terdengar indah di telinga. Rasanya ingin berlama-lama salat dengan imam ini. Begitu salat selesai, wah ternyata hampir seluruh jemaat yang hadir membicarakan si imam tersebut. Ditambah wajah imam tersebut masha allah, ganteng. Hahahaa. Ibuku bahkan sampai bilang, "Serasa salat di Mekah." Dan Ibuku justru malah bersyukur ikut aku untuk salat Ied di tempat pilihanku. 

Kedua, pada saat maaf-maafan dengan orang tua. Biasanya tahun-tahun sebelumnya tidak banyak kata yang keluar dari mulut Ibu atau Bapak pada saat aku mengucapkan permintaan maaf. Paling hanya dijawab, "Iya, dimaafkan." Kemudian disusul doa. Dan akupun hanya mencium tangan keduanya saja, tidak sambil berpelukan. Tapi tahun ini, entah kenapa pada saat proses maaf-memaafkan itu aku mencium tangan kedua orang tuaku kemudian memeluknya. Ada perasaan sesak begitu aku memeluk Bapak untuk pertama kalinya.

"Maafin Bapak ya Hat, kalau sampai saat ini Bapak belum bisa bikin kamu bahagia. Maafin Bapak dulu galak, kasar, suka ngebentak. Mudah-mudahan nanti dapet jodonya yang sayang sama Ihat."

Deg!

Ditambah Bapak bilang begitu sambil terisak ya sudahlah air mataku tumpah ruah dipelukan Bapak. Rasanya perkataan itu adalah perkataan yang baru kali ini Bapak sampaikan ke aku. Hatiku merasa tenang mendengarnya, sosok anak kecil dalam diriku menangis terharu. Ucapan itu yang selama ini dinantinya akhirnya tiba juga. Anak kecil itu rupanya sudah lebih dulu memaafkan dan permintaan maaf itu akhirnya tiba untuk dirinya dan dia menangis kegirangan. 

Setelah itu akupun meminta maaf pada Ibu sambil memeluk. Ini rutin aku lakukan dari lebaran tahun lalu. Karena memang, pelukan antar sesama anggota keluarga di keluarga kami masih terasa kaku dan asing. Tangis pun tumpah dipelukan Ibu. Selepas saling memaafkan, Ibupun mendoakan hal yang sama seperti apa yang Bapak doakan. 

Dilanjut dengan saling memaafkan bersama adek-adek tersayang, kami melakukan foto bersama di halaman depan rumah. 

Kemudian kami pergi ke rumah saudara kami yang lain yang tempatnya tidak jauh dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Begitu sampai kami langsung saling maaf-memaafkan. Lucu, sedih, dan terharu perasaan itu berkecamuk begitu Kakak sepupu bilang, "Mudah-mudahn segera dapet jodoh yang baik, sayang sama Ihat." Lalu dilanjut dengan pertanyaan, "Tapi Ihat udah punya pacar?" Aku melepas pelukannya menggelengkan kepala di sela-sela isak tangis dengan bibir manyun. 

Tidak ada pertanyaan yang menyinggung, semua justru berisi doa dan harapan. Dan aku merasa aman pada saat itu. 

Terkadang fikiran kita jauh lebih jahat ya daripada kenyataan sebenarnya. Dari sanalah aku harus belajar lagi untuk menata ulang fikiranku agar bisa menjauh dari fikiran-fikiran negatif. Aku jadi ingat sebuah hadits qudsi yang berbunyi bahwa Allah bersama prasangka hambanya. 

"Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Dan apabila dia berprasangka buruk kepada-Ku maka ia akan mendapatkan keburukan." (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban)

Ya Allah, maafkan atas fikiran-fikiran negatifku selama ini. Ternyata kenyataan yang ada tidak semenakutkan yang difikirkan. Terima kasih karena masih diberi kesempatan untuk bisa merayakan lebaran bersama orang-orang yang disayang. 

Sekali lagi, selamat berlebaran semua!


Love,

Ihat


Share:

Monday, April 08, 2024

Berlibur di Kampung Halaman

Gambar oleh Stefan Schweihofer dari Pixabay

Tahun ini merupakan tahun ke dua bagi aku untuk bisa kembali merasakan mudik lebaran. Meski jaraknya tidak sejauh harus melintas pulau, tapi aku bersyukur bisa diberi kesempatan untuk merasakan mudik lebaran antar kota. Merasakan berburu tiket diawal-awal bulan Ramadan kemarin, hingga terpaksa harus memilih pulang lebih dahulu dikarenakan tiket kereta untuk tanggal-tanggal tersebut sudah sold out.

Selama di kampung halaman sendiri ini lah, entah mengapa aku lebih excited ketika berburu takjil bersama adikku. Semua jajanan bisa saja dibeli jika aku tak bisa menahana nafsuku. Berbeda sekali ketika di tempat perantauan. Sudahlah memang tinggal sendiri, sensasi untuk berburu takjil biasa saja. Dalam fikiran yang penting cukup untuk berbuka dan sahur. Padahal, sewaktu berangkat aku sudah berniat akan irit ketika tiba di kampung halaman. Nyatanya tidak. 

Meski tidak pergi ke tempat wisata, pergi hanya untuk berburu takjil misalnya itu sudah cukup bagiku. Mengapa? Karena jalanan menuju tempat jualan itu adalah jalanan yang dulu sering aku lewati ketika aku duduk di bangku SD. Melewati jalanan sawah yang kini sudah mulai agak berubah karena sudah mulai banyak bangunan yang dibangun. Setiap kali melewatinya memori indah dahulu kembali mendadak hadir. Kemudian melihat para penjual dagangan itu yang tak lain kebanyakan mereka adalah penjual makanan dahulu ketika aku masih SD. Roda-roda yang digunakan tidak jauh beda warnanya. Hanya saja wajah-wajah mereka sudah mulai terlihat tua seiring waktu berjalan. 

Betul, pulang ke kampung halaman justru membuat aku banyak merenung atas hal-hal yang dahulu pernah aku lewati. Saat melewati sungai, aku teringat bahwa aku pernah terjatuh ke sungai itu sebanyak 3 kali. Saat melewati masjid dekat rumah, aku ingat betapa nakalnya aku dulu saat salat tarawih. Di saat Ibu-ibu yang lain sedang menjalankan salat dengan khusyu, aku dan teman-temanku yang lain malah kabur untuk jajan. Kemudian kembali lagi pada saat salat witir. Membuat beberapa Ibu-ibu komat-kamit mengomel kesal melihat kelakuan kami.

Aku tersenyum acap kali melewati jalanan-jalanan tersebut. Sejenak sebelum mentari terbenam di ufuk barat, aku memeluk diriku sendiri. Berterima kasih atas masa-masa yang pernah aku lalui di sini hingga akhirnya mengantarkan aku ke tempat perantauanku sekarang. Berterima kasih karena tetap berjuang dan tidak menyerah meski keadaaan kerap kali menguji mimpi yang kata orang mustahil untuk diraih. Berterima kasih karena kini rupanya aku bisa memaknai kata berlibur. Bahwa berlibur bukan serta merta kamu bisa pergi ke tempat wisata, tapi bagiku berlibur adalah bagaimana kamu menghargai setiap moment yang kamu miliki sehingga ketika waktunya sudah usai kamu sudah bisa kembali beraktifitas dengan energi baru. 

Selamat berlibur, selamat berkumpul dengan keluarga. 


with love,

Ihat   


Share:

Sunday, March 31, 2024

Ngabuburit Bareng di Tahura!


Awalnya diajak hanya untuk mendapatkan tiket gratis akses masuk ke Tahura dan waktu itu juga berbarengan dengan keinginan aku yang terbersit dalam hati: I wanna be more productive in this Ramadan.

And buum! Allah gives it to you more than you expect before.

Sesederhana itu, receh emang tapi experiencenya unforgettable!



Dengan iming-iming tiket gratis masuk Tahura pada saat itu, tanpa berfikir panjang aku langsung pergi. Dan ternyata oh ternyata di sana aku malah diajak untuk bergabung menjadi volunteer Pine Landas Bina Tahura di event Ramadan. Lucunya, aku malah mengajukan diri untuk menulis proposal kegiatan itu sendiri. Demi apa, aku juga bengong sama diri ini yang impulsif! :D

Ok, yang belum tahu Pine Landas Bina Tahura itu sendiri, let me share you a little bit about this community. Dilansir dari akun Instagramnya @pinelandasbina_tahura, Pine Landas Bina Tahura adalah pengabdian kepada masyarakat yang dinaungi Tahura Ir. Djuanda yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan di wilayah Tahura. Adapun bidang yang diajarkan adalah lingkungan, pendidikan karakter, mata pelajaran, dan kebudaan. 

Setelah hampir kurleb satu bulan mempersiapkan acara ini, dari mulai dag-dig-dug seer soal dana yang masuk sedikit, tetap meluangkan waktu untuk meeting di sela-sela kesibukan kami masing-masing, but Allah made it easy for us. Gak tahu kenapa, tiba-tiba aja banyak donatur yang support, teman-teman volunteers yang super-duper baik meski kita berbeda keyakinan tapi mereka really appreciated and supported us during fasting. 

Dan alhamdulillah acaranya berjalan lancar! Sabtu, 30 Maret 2024 pukul 12.00 WIB-18.00 WIB bertempat di Holland Spot dan lapangan depan Gua Belanda Tahura , acara ini kami beri nama "Berbagi Berkah Ramadan 1445 H" dengan tema "Sharing is Caring." Adapun acaranya diantaranya lomba menggambar untuk anak TK sampai SD kelas 4, lomba menggambar dan mewarnai untuk anak SD kelas 5 & 6, dan lomba menggambar untuk anak SMP kelas 7-9. Jumlah pesertanya itu sendiri yang tadinya hanya dianggarkan sebanyak 120 anak pada realisasinya kami mendapatkan kurang lebih 200 anak yang ikut hadir. Pesertanya sendiri ini berasal dari daerah sekitaran Tahura. Setelah acara inti selesai dilaksanakan, acara pun berlanjut dengan evaluasi dan ifthar gathering yang dilaksanakan di Holland Spot. 



Ada rasa haru dan bahagia yang menyelimuti begitu melihat antusias anak-anak pada saat mengikuti event ini. Mata mereka yang berbinar saat mendapatkan hadiah, menyanyikan yal-yel. Qadarullahnya aku bertemu dengan sepasang anak kembar berkebutuhan khusus sementara ke dua anak ini ditempatkan di kelompok yang berbeda. Sang Ibu kebingungan karena tidak bisa menemani kedua anaknya secara bersamaan, kemudian dengan senang hati aku mencoba membantu si Ibu tersebut. Aku memapah salah satu anak itu, anaknya bernama Danil. Dia bersemangat sekali selama mengikuti kegiatan ini. Sesekali dia melihat ke arahku saat ada perintah intruksi untuk pindah tempat kemudian aku membantunya, setelah itu dia mengucapkan terima kasih berkali-kali sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Entah mengapa, rasanya setelah ikut membantu Danil perasaan senang dan tenang menyusup ke dalam hati. Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu lagi ya.

Satu pelajaran yang bisa aku petik selama event ini berlangsung adalah kamu tidak harus menunggu sempurna untuk bisa membantu orang lain dan percayakan rencana baikmu pada Allah biar Allah yang atur semuanya. 

Semoga di lain kesempatan kita bisa bersama kembali untuk menebar kebaikan kepada sesama! The last, big thanks to all of the people who supported  our event. May Allah bless yourlife!


Cheers,

Ihat

Share:

Sunday, March 03, 2024

Is That You?

Photo by Mathew Thomas

Ada hal yang ingin kusampaikan, tanpa perlu dihakimi cukup difahami. Tanpa disela cukup sediakan telinga, tanpa kata henti lantas pergi meninggalkan diri yang masih berceloteh sendiri. 

Aku tersenyum saat yang ku pinta ternyata berubah wujud menjadi ada dan nyata. Yang semula hanya ada dalam imajinasi dan ilusi ciptaan khayalan sendiri. Kini aku merasa tak sendiri, ada Tuhan yang menemani melalui perantara ciptaan-Nya.

Darinya aku belajar bahwa segala yang terjadi adalah atas kehendak dan juga izin-Nya. Darinya aku belajar bahwa aku tak perlu berekspektasi terhadap apapun, cukup fokus terhadap apa yang kamu miliki dan hadapi saat ini. Darinya aku belajar untuk mengapresiasi diri. Darinya aku belajar bahwa sesakit apapun kamu hidup akan terus berjalan. 

Dan aku bersyukur di tengah upayaku untuk bisa berdamai dengan masa lalu, diri sendiri, mencintai diri sendiri, Tuhan kirim ciptaan-Nya untuk membimbingku agar bisa keluar dari jalan yang gelap. Kamu yang menuntunku dengan sabar, tak pernah mencela cukup memberiku kekuatan baru untuk menghadapi hidup ini. 

Meski aku tak pernah tau, di persimpangan mana kamu akan melepaskan genggamanmu aku harap aku bisa berjalan sendiri sambil tersenyum seraya melambaikan tangan dengan ucapan terima kasih dan selamat tinggal. Kalaupun kamu ditakdirkan untuk terus menemaniku, aku akan sangat bersyukur atas hal itu. 

Aku tak perlu berharap lebih padamu, yang jelas jika takdir memang sudah menuliskannya sepertinya kita akan selalu berjumpa di tempat yang tak pernah kita diskusikan sebelumnya. Atau obrolan panjang yang membuat kita bisa mengenal satu sama lain. 

Dan entah mengapa hati ini selalu yakin bahwa kamu adalah orangnya. 


Love,

Ihat

Share:

Friday, February 23, 2024

What are You Looking for?

Photo by Gül Işık

Satu bulan yang lalu, aku benar-benar struggle dengan diriku sendiri. Aku malas pergi bekerja, malas bertemu dengan anak-anak, malas berinteraksi dengan orang-orang, maunya ya diam sendiri di kosan. Malas makan, malas mengurus diri, ruangan hampir seperti kapal pecah, maunya tidur seharian. Aku kira perasaan-perasaan malas ini karena aku akan haid tapi sepertinya bukan. Emosiku tak karuan, mood swing. Di sekolah tertawa terbahak-bahak tapi setelah itu aku akan daydream sendirian. Pulang-pulang sampai di kosan bengong, bahkan yang paling parah adalah aku malas salat dan mengaji. Begitu malam datang, perasaan aku berubah. Aku ingin menangis tapi aku bingung apa yang harus aku tangisi. Ingin berteriak tapi takut menganggu tetangga. Ingin marah tapi aku juga bingung hal apa yang sebenarnya membuat aku marah. Selama hampir dua minggu berturut-turut perasaan aku kacau. Dua orang temanku yang menyadari ada sesuatu yang tak beres dengan diriku mulai menanyai perasaanku secara perlahan. 

"Kamu apa kabar? Sehat?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh temanku entah mengapa terdengar sangat menusuk. 

"Alhamdulillah baik." Jawabku bohong dan menghindar tatapan matanya. 

"Oh baik ya," timpalnya lagi membuat aku membuang nafas kesal. Aku tahu dia menyadari sesuatu atas diriku. 

"Tapi akhir-akhir ini kok keliatannya murung," sambungnya lagi membuatku kesal.

"Enggak kok, aku baik-baik aja." Jawabku agak meninggi sambil memalingkan muka dari wajahnya. Sungguh aku benci saat orang lain mulai peduli dengan diriku. Buat apa peduli? Cuma pengen tahu keadaanku aja kan? Habis itu kalian gak benar-benar peduli tentang aku?!

Fikiranku saat itu berkecamuk. Rasanya sulit untuk bisa percaya pada orang lain. Alih-alih percaya kepada orang lain, aku pun mulai kehilangan kepercayaan pada diriku sendiri. Sulit bagi aku untuk bisa jujur atas perasaanku sendiri. Aku mulai denial dengan perasaan apapun yang datang. Dan saat itu aku memilih untuk menutup hati dan membiarkan perasaan-perasaan aneh yang menyusup itu menggedor-gedor pintu hatiku. 

Semakin aku menguncinya rapat, semakin aku denial dengan perasaan yang hadir, dan aku malah lari dari hal yang seharusnya aku hadapi dan aku terima akhirnya aku kewalahan sendiri. Topeng yang selama ini aku gunakan rupanya sudah tidak bisa lagi menutupi dengan baik. Tawaku sudah semakin terdengar mengerikan di telinga orang-orang yang bisa mendengarkan. Senyumku terlihat menyedihkan di mata orang-orang yang benar-benar bisa melihat. Ceritaku sudah seperti kaset butut yang tak lagi bisa disimak dengan baik. 

Hari itu aku ingin menyerah, rasanya aku ingin tidur selamanya.

Namun pertolongan Allah datang melalui permasalahan yang menimpa anak didikku. Niat awal aku bertemu dengan psikolog sekolah adalah aku hanya ingin meminta bantuan untuk menghadapi anak didikku ini. Alih-alih membahas anak didikku sendiri rupanya tanpa sadar aku membuka pembicaraan mengenai diriku sendiri.

Tangisku tumpah, dadaku sesak, dan aku menangis kesakitan. Perasaan-perasaan yang selama ini aku tahan dan dibiarkan menggedor-gedor di depan pintu hati akhirnya meledak dengan sendirinya. Fikiran-fikiran hitam dan chaos kembali memenuhi isi kepala.  

Aku sudah ditahap frustasi rupanya. 

Rasa sakit atas pengabaian di masa kecil, penolakan, jarang diapresiasi dan dihargai, selalu mendahului kepentingan orang lain, teriakan yang memilukan, bullying verbal, disalahkan, dikambing hitamkan, ditinggalkan, dihakimi. 

Semuanya kembali bermain dalam satu waktu dan pada saat keadaan sekarang ini justru memperlakukanku dengan baik, ada perasaan haus untuk mendapatkan apa yang selama ini belum pernah aku dapatkan dan perasaan ragu serta curiga, apakah mereka tulus? Atau mereka hanya berpura-pura? 

Setelah sesi konseling itu, perlahan aku mulai belajar memaafkan diriku seutuhnya. Mungkin aku sudah memaafkan orang lain, tapi ternyata aku belum memaafkan diriku sendiri. Aku belum memeluk sosok kecil dalam diriku yang selama ini selalu hadir, belum menyampaikan bahwa kamu tak usah menyalahkan dirimu sendiri atas hal yang terjadi di masa lalu. Orang tua sudah meminta maaf bukan? Dan kamu sudah tak membenci mereka bukan? Apalagi mereka memperlakukanmu dengan baik pada saat ini. Di saat usia mereka sudah senja, di saat waktu kita dengan mereka sudah tak lagi banyak. 

Aku kira proses memaafkan diri sendiri dan menerima hal yang pernah terjadi itu mudah ya, ternyata tidak. Aku memulai proses memaafkan diriku sendiri dengan kembali menulis di buku harian. Sungguh, perasaan itu sesak saat diketuk bahkan aku sendiri tak bisa memaksa diri aku sendiri untuk bercerita. Semakin digali semakin sakit. Pada saat itu aku menghubungi psikolog sekolah melalui pesan pribadi. Beliau bilang tak usah dipaksa, ajak ngobrolnya senyamannya. 

Lalu aku berfikir, buat apa terburu-buru untuk menyembuhkannya? Buat apa? Bukankah rasa sakit juga harus dirasakan dan diterima ya? Jangan ditolak?

Sampai suatu hari, temanku berkata seperti ini melalui pesan pribadi.


Kamu kemarin parah banget sih. Harusnya kalau mau nangis ya nangis aja. 

Kayak pengen bilang, ayo dong nangis. Gak apa-apa terlihat lemah juga.


Deg!

Sejenak aku membiarkan pesan itu terbuka, perlahan rasa kesal dan marah muncul dalam hati. 

Ngapain sih ni orang? Dia kan gak tahu apa-apa soal aku? Kenapa dia jadi sok tahu?


Jujur, aku marah. Aku marah sekali. Kenapa? Karena aku merasa dia sudah berhasil menghancurkan benteng pertahananku dan memporak-porandakan isi hatiku. Aku menangis pada saat itu. Alih-alih bersyukur karena rupanya ada orang yang peduli, ini malah marah dan tidak terima. 

Aku membalas pesan-pesannya itu dengan emot tertawa, atau sekedar hahahahah, wkwkwk padahal sungguh hatiku sudah ketar-ketir. Seolah dia mengetahui tempat persembunyianku selama ini. Butuh waktu untuk bisa menerima bahwa aku itu bukan robot, aku tuh manusia. Jadi kalau terlihat sedih, lemah, gak bisa, ya gak apa-apa. 


Yaahh maybe this is my turn to heal myself. Karena buat sembuhin diri sendiri kan tanggung jawab diri sendiri. Aku gak mau nanti malah jadi beban buat orang lain. Bersyukur masih dikasih kesempatan buat sembuhin diri sendiri dan bertemu orang-orang baik dan juga support. 

Kataku kemudian pada akhirnya.


Tapi gak bisa sih kalau sendiri. 

Aku jamin.

Nanti ada aja orang yang bantu.

Magical emang.

Banyak orang yang datang dan pergi dalam prosesnya.


Ok, wait and see ya. 


Jawabku pendek dengan perasaan tidak percaya. Padahal kalau difikir-fikir dengan kehadiran psikolog di sekolah saja itu sudah sangat membantuku. Bukankah pada saat aku datang aku tidak berniat untuk menceritakan soal pribadiku?

Tak lama pesan dari orang tua datang yang tak biasanya menanyaiku tentang aktifitasku yang membuat hatiku senang sekali. Kemudian tiba-tiba ada kegiatan mengenai mental health yang diisi oleh psikolog sekolah dan pada saat itu beliau bilang you don't have to be a superman. Kamu manusia kan bukan robot?

Aku terdiam, teringat pesanmu beberapa hari lalu. Ini bukan suatu kebetulan bukan? Seperti yang kamu bilang bahwa pada saat prosesnya aku akan menemui people come and go? Mungkin kamu juga adalah salah satunya.

Kemudian ketika kegiatan city mapping bersama anak-anak, beberapa tempat yang dikunjungi seolah memberiku sebuah nasihat. Di tempat pertama, si Bapaknya bilang ya namanya hidup pasti ada ujiannya, ada susahnya. Mau di manapun itu. Kemudian di tempat makan, aku lupa dengan tulisannya yang terpampang tapi jelas itu sedikit menamparku. 

Lalu selang beberapa hari pada saat discuss materi tentang slow and fast, ada satu sesi di mana tutorku bilang gini, slow makes you focus on what you do.

Aku terdiam kembali dan merasa tertampar. Buat apa do the things on the double? Mau ngejar apa? Biar sama kayak orang-orang dan dipandang berhasil? Terus kalau misal posisi kamu saat ini masih di angka satu dan orang lain sudah di angka lima kamu akan marah sama diri kamu sendiri? Bukankah sudah cukup ya luka lama saja masih belum terobati? 

Why don't you walk at a snail's pace? Bukankah kalau kamu pengen menuju 5 kamu harus melewati angka 2,3 dan 4 dari garis kamu yang saat ini masih ada di angka 1? Bukankah setiap orang itu berbeda ya garis mulainya? Kenapa harus membandingkan dengan kehidupan orang lain lalu kembali menyalahkan dirimu sendiri saat kamu merasa gagal?

Kalau aku masih lelah, terus membandingkan dengan kehidupan orang lain dan masih belum bisa menerima hal yang pernah terjadi, sepertinya aku harus mengecek kembali peta hidupku. 

Jadi sebenarnya apa yang kamu cari selama ini? Dunia atau akhirat? Pengakuan manusia atau pengakuan Allah? Ridanya manusia atau ridanya Allah?


Dengan segala penuh keresahan,
Ihat



Share:

Saturday, February 17, 2024

Yang Kita Lewati tanpa Disadari

Photo by veeterzy

Siang tadi aku memutuskan untuk keluar sejenak mencari udara segar bersama temanku sekalian pergi untuk nugas juga. Begitu di perjalanan rupanya hujan mengguyur tanpa permisi. Aku dan temanku menepi di pom bensin sekalian mengisi bensin juga. Sambil menunggu, sambil mengenakan jas hujan pandanganku terhenti pada sosok Ibu-ibu yang sudah paruh baya sedang menjajakan jualannya. Hatiku terenyuh melihatnya, buliran bening itu sudah mengumpul di pelupuk mata, aku teringat Ibuku di tahun-tahun sebelumnya. Ibuku menjual makanan gorengan dan juga makanan basah tradisional sambil berjalan kaki berkeliling dan mengunjungi rumah-rumah di pagi hari atau di siang hari.  Hingga akhirnya kini bisa berjualan dengan menggunakan roda bersama Bapak, tak perlu berjalan lagi mengunjungi rumah-rumah sambil membawa box dagangan yang terasa berat saat diangkat. Sebelum meninggalkan pom bensin itu, aku melirik sebentar pada si Ibu tersebut sambil berucap dalam hati, semoga dagangannya laris manis dan Ibu tersebut diberikan kesehatan.

Tak cukup sampai di sana, begitu aku dan temanku sampai di caffe tempat tujuan kami, di belakang meja tempat kami duduk datanglah satu keluarga. Ada kakek, seorang Bapak, Ibu kemudian anak-anaknya dan entah siapa lagi. Saat aku melewati mereka untuk mengisi air minum, aku melihat Kakek itu hanya banyak diam. Sementara si bapak malah asyik bermain gadgetnya sepertinya sedang menonton video random di TikTok, lalu anak yang lainnya asyik berbincang bahkan ada juga yang bermain games. Kakek itu terlihat kesepian. Matanya menatap kosong. Sejenak perasaanku menghangat, aku jadi ingat almarhum Kakek ku. Almarhum Kakek yang diusir dari rumahnya sendiri oleh anak-anaknya, lalu tinggal bersama kami satu rumah sebelum akhirnya pergi untuk selama-lamanya. Almarhum Kakek yang selalu bertanya kapan aku pulang, ketika aku masih kerja di Pesantren. Almarhum Kakek yang kadang selalu aku ajak ngobrol dan pertanyaan bodoh yang selalu aku selali sampai saat ini adalah,

"Ki, aki kangen enggak sama Nenek?"  tanyaku terlontar begitu saja dari mulutku. Yang kemudian membuat raut wajah Kakekku  menjadi sendu. Mamah yang saat itu mendengarkan langsung melotot ke arahku. Lalu tak lama Kakekku menjawab,

"Iya atuh, kangen." Jawabnya dengan tatapan kosong menahan rasa rindu. 

Almarhum Kakek yang masih menyebut namaku diakhir hidupnya, meminta bantuanku untuk mengambil air minum namun setelah itu dia pergi untuk selamanya. 

Rasanya aku ingin sekali berada di antara keluarga itu, mengajak ngobrol si Kakek. Bukannya mengajak ya? Lalu didiamkan dan malah asyik sendiri dengan urusan masing-masing. Lantas tujuannya apa sih ngajak makan bareng keluarga ke sebuah caffe tapi pada akhirnya masih sibuk dengan urusan masing-masing? Aku suka jadi inget kalau lagi kumpul di rumah, Mamah pasti suka ngomel-ngomel kalau kita malah jadi asing karena sibuk dengan handphone sendiri. 

Lalu sebelum pulang, ketika berjalan ke arah parkiran aku melihat seorang Bapak-bapak sedang mengajari anak perempuan kecil mengaji di mushola tersebut. Anak perempuan itu menggunakan mukena, alih-alih melihat Al-Qur'an entah Iqra karena aku tak terlalu jelas melihatnya, dia malah menatap wajah Bapak tersebut. Aku tersenyum, teringat aku ketika kecil dulu, karena takut dimarahi ya jadi yang dilihat adalah wajah Bapak bukan Iqranya. 

Ngomel-ngomel karena helmet lupa tidak diamankan, lalu basah temanku malah menanggapinya dengan santai,

"Ya gak apa-apa atuh, hujan kan air ini. Ehh, jangan-jangan yang aku juga basah." 

Dan ternyata benar, helmet kami berdua basah. 

"Inget, sakit itu ada difikiran kamu. Meski helmetnya basah, fikirannya harus tetap afirmasi sehat." 

Ada banyak hal-hal istimewa di luar sana yang kita lewatkan begitu saja.  Kadang kita terlalu fokus pada sebuah pencapaian, kesuksesan, ketenaran dan melupakan hal-hal yang ada di sekitar ini. Banyak hal yang bisa kita syukuri, alih-alih iri dan juga dengi atas pencapaian orang lain. 

Sekian untuk cerita hari ini.

Love,
Ihat

Share:

Thursday, January 11, 2024

Dia yang Tak Pernah Meninggalkanmu

Photo by Rohan Nathwani

Kamu harus belajar memaafkan.

Memaafkan atas kealfaan orang tuamu dalam mendidik dan membesarkanmu

karena kaupun belum tentu bisa sekuat mereka dalam menghadapi ujian hidup.

Memaafkan orang-orang yang menyakitimu, 

bisa jadi karena ada perlakuanmu yang tanpa disengaja menyakiti mereka.

Memaafkan mereka yang hanya memanfaatkan kebaikanmu, kelebihanmu.

Memaafkan mereka yang pernah mencaci makimu, merendahkanmu, lalu meninggalkanmu.

Wahai diri, perluas maafmu atas hal yang pernah terjadi padamu.

Terima apapun yang hadir padamu baik dan buruknya. 

Libatkan Tuhanmu dalam menentukan pilihan.

Cukup hanya untuk ditengok bukan untuk diratapi apalagi disesali

Karena yang terjadi kemarin sudah menjadi lembaran sejarah hidupmu.

Jika esok masih tak berpihak padamu, tak apa.

Proses belajar. Kamu diminta untuk lebih sabar dan ulet lagi

One day  berkat kerja keras dan doa yang kamu panjatkan 

Tuhan pasti akan mengabulkannya.

Belajar untuk percaya dan tidak merasa cemas lagi atas apa yang telah digariskanNya

Kamu hanya perlu menjadi hamba yang taat dan jauhi maksiat.

Ingat sejauh-jauhnya kamu meninggalkan-Nya

Bukankah Dia tidak pernah mengecewakanmu?


Ihat


Share:

Wednesday, January 10, 2024

Ingin Sumpah Serapah tapi ya Sudahlah!

Photo by Meruyert Gonullu

Sepulang kerja, aku memutuskan untuk membeli fried chicken di depan komplek untuk menu makan malam. 

"A mau beli yang dada, satu. Berapa?" kataku sopan sambil berusaha melihat harga yang terpampang di kaca roda.

"Ibu ini padahal udah sering beli masih aja nanya harganya berapa," kata si penjualnya dengan nada ketus membuatku mengerutkan kening. Agak lola emang aku pada saat itu. "Sebelas ribu," katanya lagi sambil menyerahkan ayam yang aku minta. 

Sementara otaku masih berfikir keras. Sebegitu seringnyakah aku beli fried chicken ini? Sampai si penjual ini hafal banget sama muka aku? Batinku. 

Aku menyerahkan uangnya tanpa berkata apapun kemudian balik kanan untuk  pulang dengan fikiran yang masih bekerja keras, sesering itukah aku? 

Kemudian aku ingat, kalau seringkan berarti hampir setiap hari ya? Lha aku kan kalau beli paling satu bulan sekali, gak tiap minggu juga apalagi tiap hari?

Tiba-tiba rasa kesal itu muncul dalam hati. 

"Emangnya kerjaan aku ngafalin harga ayam itu?" 

"Emangnya tiap beli aku akan terus ingat harganya berapa? Ya kalau dia jualannya cuma satu item aku juga bakal ingat harganya kali!"

Perjalanan pulang ke kosan penuh dengan pertikaian batin. Beruntung aku lola dalam mengartikan ucapannya tadi. Gak kebayang kalau aku 'ngeh' pada saat itu bisa-bisa adu mulut. 

Hingga akhirnya akupun malas kalau harus beli lagi ke sana. Mana jutek, nge gas lagi ngomongnya. Huhuuu. 

Sesampainya di kosan, aku menarik nafas panjang. Belajar untuk merefleksi diri atas apa yang terjadi. Memposisikan diri sebagai pedagang membuat aku tersadar bahwa sebagai penjual atau pedagang harus ramah dalam melayani pembeli. Jangan sampai hal-hal yang seharusnya tidak perlu dikomentari malah dikomentari. Perkara harga kan tidak setiap orang  bisa mengingatnya dengan baik. Mana aku gak sering banget belinya. Kalau tiap hari beli ya wajar dikomentari begitu. Pengen sumpah serampah tapi ya sudahlah. 

Kapok deh jadinya gak mau beli lagi ke sana. 

Aku jadi inget sama Ibu yang suka jualan seblak, nah kalau ke si ibu yang satu ini aku kehitung sering jajannya dibanding ke yang jualan chicken itu. Tiap mau bayar aku selalu memastikan bahwa harganya segitu.

"Bu, tiga belas ribu kan ya?"

"Iya betul Teh, tiga belas ribu aja."

Sering sekali aku berkata seperti itu tiap kali beli. Tapi si Ibu gak pernah marah-marah tuh, menanggapinya dengan santai dan rumah.

Ya sorry aja aku bandingkan. Lagi pula perlu banget menjaga attitude di depan pelanggan. Bayangin aja kalu ada di posisi aku gimana? Heuhh!







Share:

Wednesday, January 03, 2024

Manusia Hanya Bisa Merencanakan



Photo by Ylanite Koppens


Liburan semester sudah berakhir dan aku sudah kembali lagi bekerja pada hari ini. Di saat yang lain masih merasakan liburannya, aku sudah kembali harus memikirkan pekerjaan. Udahlah satu minggu kemarin list liburan yang sudah aku tulis dan rencanakan berantakan karena qadarullah aku sakit. Hampir lima hari aku hanya bisa berdiam diri, tiduran di kasur sambil menahan rasa sakit di gusi. Sempat diperiksa ke Puskesmas terdekat dan dokter mendiagnosis Chronic Periodontitis yang intinya adalah infeksi gusi. Rasanya nyut-nyutan dan benar-benar selama empat hari berturut-turut aku tidak bisa tidur pulas. Selalu saja terbangun saat rasa sakit itu menyerang.

Selama aku sakit kemarin, selain harus menahan rasa sakit yang tak tertahankan aku juga mencoba merenung. Barangkali ada hal yang selama ini yang tak bisa aku jaga sehingga aku harus merasakan rasa sakit ini. Dan yup! I realized bahwa minggu-minggu sebelum libur itu aku kurang minum air putih, jarang makan buah dan sayur seringnya malah beli minuman manis dan makanan pedas. Ok, I admit that I was wrong. 

Kemudian ada juga hal yang aku lupa lakukan sebelum libur kemarin itu. Saat aku menyusun planning liburan itu aku lupa untuk mengatakan kata insha allah. Selama proses menyusun planning itu fikiran aku udah seneng aja gitu, membayangkan bahwa aku sudah berada di tempat yang ingin aku tuju dan lupa bahwa kemampuan manusia hanya bisa merencanakan sementara Allah lah yang akan menentukan. 

Dari kedua hal tersebut aku jadi belajar untuk bisa menjaga kesehatan dan selalu melibatkan nama Allah di setiap planning yang kita buat. Biar pas gak terlaksananya kita tidak merasa kesal dan menggerutu karena di awal sudah menyakinkan diri bahwa kita sebagai manusia sekali lagi hanya bisa merencanakan.

Love,
Ihat





Share:

Monday, November 06, 2023

Sekalinya Terusik, Dia Akan Berisik

 

Photo by Markus Winkler

Ada yang beda dan kini tak lagi sama. Dari sorot matamu yang kini mulai memalingkan ke arah lain. Kadang aku bingung, bukankah selama ini kamu yang selalu mengajariku untuk menatap orang yang tengah berbicara padamu? Lantas setelah aku berani dan percaya diri untuk menatap siapapun yang sedang berbicara denganku, kamu justru malah berpaling?

Aku mengerutkan kening. Maumu apa sih? Ada yang salah dengan diriku? Jika iya, kamu bisa mengutarakannya. Bukannya diam-diam menjauh, seolah membuat benteng tinggi tapi akhirnya kamu coba untuk mengakrabkan diri lagi? Gimana sih?

Atau jangan-jangan kamu sudah menangkap sinyal yang aku pancarkan? Lalu tanpa konfirmasi kamu malah berspekulasi bahwa ada sesuatu yang tersembunyi dari diri ini. Betulkah? Kalau memang betul ya harusnya kita duduk bersama, bicarakan bersama, lalu selesai. Tak perlu membangun tembok tinggi-tinggi sebagai penghalang agar jarak diantara kita tercipta. Karena sesungguhnya perasaan aku bukan tentang kamu. Perasaan aku saat ini hanya untuk aku sendiri. Tidak untuk orang lain. Jikalau kamu tahu, rona merah di wajahmu akan tercipta karena kamu sudah memutuskan sesuai prasangkamu sendiri. Sedangkan aku? Mungkin aku akan tertawa terbahak melihat wajah kepiting rebusmu di hadapanku.

Jadi sekali lagi, kalau mau berteman ya berteman. Harus ada batas? Ya sudah jangan ajari aku untuk bisa melawan batas. Kamu sendiri yang membuka batasan itu hingga aku bisa berjalan bebas tanpa merasa cemas. Lantas saat batasmu terusik, kamu berteriak bak orang kerasukan membuatku terpental jauh.

Cukup setelah teriakanmu itu aku justru membuat batas untuk diriku sendiri. Sekalipun kamu mencoba untuk mencairkannya kembali, aku sudah terlanjur membuat batasan itu setinggi mungkin. Karena acap kali batasanmu kamu buka, aku sudah tak tertarik lagi untuk melawan batasmu. Buat apa? Jika pada akhirnya aku akan diteriaki lagi, kemudian terpental jauh?

Jika memang tidak siap batasmu diusik, tolong jangan ajarkan aku untuk sekedar mengetahui apalagi melewati bahkan sampai melawan batas. 

Dan satu hal yang kini aku pelajari darimu adalah saat ada orang yang seolah-olah membuka batasan itu untuk kita, tak seharusnya kita masuk dan melewati batas itu. Karena sekalinya terusik, dia akan berisik. 

 Love,

Ihat


Share:

Saturday, November 04, 2023

Perkara Kehilangan

Photo by Eugenia Remark

Hari itu kami harus merampungkan agenda-agenda kegiatan untuk satu minggu ke depan. Sambil menyusun agenda kegiatan entah dari mana tiba-tiba obrolan kami sampai pada hal-hal pengalaman masing-masing.

“Saya dulu pernah Bu, uang tiba-tiba hilang, barang-barang pun begitu. Ditinggal sebentar saja barang-barang sudah raib. Setiap harinya akan selalu ada barang ataupun uang yang hilang. Hanya yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika Bapak saya bilang, tidak apa-apa harta hilang yang penting keluarga tetap berkumpul dan bersatu.”

Aku hanya mengangguk, mendengarkan dengan seksama ceritanya kemudian dicerna pelan-pelan.

“Wah betul tuh Pak, masih ada hal yang harus disyukuri meski harta tiap hari hilang entah ke mana.”

“Iyalah Bu, perkara uang hilang kan kita hampir aja saling tuduh satu sama lain. Hanya saja ketika kita semakin kuat dengan ujian yang Allah berikan, waktu itu keluarga jadi lebih solid juga dan kita sudah tidak merasa takut lagi akan kehilangan apa-apa, karena hakikatnya apa yang kita miliki adalah hanya sebuah titipan, tiba-tiba berhenti. Barang-barang aman, tidak ada lagi yang hilang. Usut punya usut ternyata, biasa ada orang yang iri dengan keluarga kita.”

 “Kalau aku Pak, dulu tuh pernah dicopet hp. Jadi waktu itu baru banget sekitar 5 hari beli hp dan uangnya itu aku pinjem ke temen. Totalnya pokoknya sekitar dua juta lah, pulsa banyak banget, kuota juga baru ngisi full, nomor hpnya juga nomor cantik. Raib sudah dicopet pas perjalanan pulang menuju asrama setelah pulang dari rumah. Nangis kejer, kebayang harus nyicil uang yang barangnya sendiri udah gak ada, mana spp kuliah juga aku harus bayar. Ah rasanya dunia kayak mau berakhir. Itu dulu pas aku umur 19 tahun. Padahal dulu kepaksa buat beli hp karena hp yang akunya udah rusak, tiap dipake buat nugas mati lagi, mati. Cuma baru sekarang sih kerasa banget hikmahnya. Bahwa dengan cara hp aku dicopet itu Allah sebenarnya lagi ngajarin aku biar aku tuh bisa lebih hati-hati lagi. Kebayang sih kalau dulu kalau gak dikasih ujian itu, kayaknya aku bakal bener-bener teledor dan bisa jadi ada hal yang harus hilang dan harganya lebih dari itu. Semenjak kena copet itu, aku jadi lebih hati-hati lagi tiap mau naik angkutan umum, terus kalau pinjam barang punya temen, atau kalau misal nih aku butuh barang atau sesuatu kemudian udah mendesak banget dan shortcutnya itu adalah mau gak mau aku harus pinjem misal ke temen. Aku langsung mikir kayak, Ya Allah, Engkau ridha tidak. Aku gak mau karena Engkau tidak Ridha, aku diuji dengan hal serupa lagi seperti dulu.”

Sampai kemudian aku berefleksi bahwa dari sebuah kehilangan ada hal yang ingin Allah ajarkan. Meski tersirat namun perlahan semuanya akan tersurat. Seperti temanku yang harus kehilangan harta dan juga barang setiap harinya namun rupanya Allah mengajarkan kepada mereka tentang arti dari sebuah kehadiran dan kekompakkan keluarga. Kemudian dari kasusnya hp aku yang dicopet, mungkin Allah mengajarkan aku untuk lebih berhati-hati dan tidak menginginkan lebih atas sesuatu hal. Karena saat kita berlebihan atas hal yang bersifat fana itu hanya akan membuat hati kita sakit. Lupa bahwa seharusnya dalam menginginkan hal-hal yang besifat duniawi itu tarafnya adalah “sewajarnya.” Sehingga ketika harus pergi, atau tidak menjadi milik kita, hati kita tidak kecewa. Karena dari awal kita sudah menyimpan perasaan “sewajarnya” dan juga menyakini bahwa hal-hal tersebut bisa hilang dan tak kembali.

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati sebenarnya (mereka) hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan dan sampaikanlah kabar gembira (kepada) orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “innalillahi wa inna ilaihi rojiun”(sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah akan kembali).” (Q.S Al-Baqarah 154-156)


Love,

Ihat

Share:

Sunday, April 09, 2023

Jadi Kapan Nikah?

Entah mengapa ya sering ditanya perkara kapan nikah? Akhirnya terasa memekakkan telinga bahkan kalau udah terlalu dalam pertanyaannya misalkan temen-temen aku udah terlanjur kepo nih dengan urusan asmara aku ujung-ujungnya ya aku jadi sentimen gitu. Jadi pengen ngamuk-ngamuk. Terus pengen ngatain juga kayak,


Lo siapa gue sih? Ngatur-ngatur hidup gue. Dicariin jodoh buat gue aja kagak apalagi mau bayarin biaya resepsinya? Terus kalau misalkan suatu saat di pernikahan gue nanti ada apa-apanya lo mau tanggung jawab?


Tapi ya semua kata-kata itu hanya mampu terucap di dalam hati, sisanya ya istighfar kemudian gak aku balas pesannya.


Atau mungkin ada orang yang penasaran, apakah aku pernah dilamar seseorang? Lalu aku jawab belum pernah, mereka diam. Jadi mereka kira sebelum mereka tahu tentang aku, aku adalah tipikal orang pemilih, yang suka nolak cowok. Ha! Terbukti kan yang datang aja gak ada, jadi apa yang bisa aku tolak?


Sometimes, hati aku pastilah terbersit rasa iri kayak yang lain belum nikah tapi pernah gitu dilamar terus misalkan karena gak cocok ditolak. Lah aku? Masih gini-gini aja, sendiri. Atau mungkin pernah ada yang ngajakin nikah, terus ditolak. Lah aku? Belum pernah.


Makannya aku selalu nolak kalau diajakin bukber. Apalagi di circle yang temen-temen aku hampir semuanya udah nikah dan bawa anak. Karena yang bikin aku males adalah wejangan mereka sama aku yang harus inget nikah jangan sibuk kerja mulu. Pengen aku debat tapi gak enaklah kondisinya lagi kumpul gitu kan. Jadi cuma dibalas dengan senyum mesem sambil berkata,


“Ya doain yah, niat mah udah ada cuma gimana ya kalau jodohnya belum dateng aja. Masa aku harus maksa-maksa gitu sama Allah? Kan gak juga ya. Thank you sih udah ngingetin, tapi lain kali selain ngingetin boleh dong sambil dikenalian gitu sama temen atau siapapun yang masih jomlo ke aku.”


Jleb!


Jadi buat temen-temen gak usah panik ya perkara siapa jodoh aku. Aku aja santai. Bahkan ya nih gegara omongan kalian pernah suatu ketika aku sampai bela-belain beli buku tentang jodoh. Judul bukunya itu Menemukan Pangeran Impian yang ditulis oleh Nurimannisa. Dan ternyata dalam buku itu dibahas ada 7 strategi menjemput jodoh impian. Salah satunya yang paling menohok adalah di nomor urut 2 yang membahas mengenai Bersihkan Hati (Healing & Cleansing).


doc.pribadi

Di point dua ini ada beberapa sub bab yang memang sangat menampar aku, yaitu berdamai dengan diri sendiri: memaafkan diri sendiri, membersihkannya dari segala penyakit hati, kemudian memaafkan dan meminta maaf kepada orang tua.


Ok. The real definition of loving yourself: forgiving and accepting. Kalau dalam Islam mah Qona’ah ya, menerima segala pemberian dari Allah Swt. Wah, ngomongnya sih gampang praktiknya yang bener-bener Masya Allah, bahkan tak jarang harus melibatkan Allah, meminta pertolongan Allah agar proses ini dimudahkan.


Perkara memaafkan diri ini alhamdulillahnya ya setiap hari insha allah selalu dilakukan, karena sekarang mindset nya adalah kalau bukan diri kamu yang sayang dan cinta sama diri kamu sendiri, lantas siapa lagi? Nah, yang kedua ini nih memaafkan dan meminta maaf kepada orang tua.


Yap! Gak ada orang tua yang sempurna di dunia ini. Even, mereka berpendidikan tinggi, tau ilmu parenting, tau ilmu mengasuh anak yang baik itu gimana. Ya tentu pasti akan selalu ada titik hitam yang menodai.


Suatu hari ketika aku bisa beli baju sendiri dari hasil uang gajihan aku bapak aku malamnya tiba-tiba berkata seperti ini,


“Maafin bapak ya nak. Bapak sampai saat ini belum bisa beliin baju kamu, beliin baju buat Mamamu. Bahkan sekarang kamu bisa beli baju kamu sendiri dari hasil keringat kamu. Maafin bapak ya nak, kemampuan bapak cuma sampai sini. Bukan bapak gak mau bahagiain kalian semua. Bapak juga pengen. Bapak juga pengen anak-anak bapak, Mama bisa milih baju sesuai dengan apa yang mereka mau. Tapi ya beginilah kondisi ekonomi Bapak.”


Aku terdiam kemudian terisak. Rasanya sakit sekali mendengarnya. Ternyata hal yang aku anggap sepele, seperti aku bisa beli baju sendiri, rupanya di depan mata Bapaku itu seperti kegagalan dia sebagai seorang Bapak yang bertugas memberikan nafkah tapi tidak mampu untuk sampai ke sana.


Bukan hal itu aja sih, I’m so proud when they try to apologize from their mistakes in the past. Karena bagi aku meminta maaf adalah hal yang paling susah dilakukan terlebih dari orang tua kepada anaknya. But, they did it. Kalau teman-teman tau, my parents are not graduated from the top university. No, they’re just graduated from elementary school.


Yah, begitulah. Ternyata setelah membaca buku ini benar-benar dari hal sepele saja harus diperhatikan. Sometimes, I always think like, Allah tuh sayang sama aku. Allah pengen aku melakukan hal positif lainnya sebelum aku nikah biar aku gak ada kata “menyesal” setelah menikah nanti. Dan aku menikah karena memang benar-benar aku yang menginginkan itu dan aku sudah siap untuk membagikan seluruh hidup aku untuk kepentingan keluarga aku nanti.


Mohon maaf agak ngaler-ngidul nulisnya. Tapi yang pengen aku highlight di sini adalah stop be curious from my business if you don’t have intentions to help me: just sit, quiet, and relax. This is my business and you don’t have to interfere.


The last, happy weekend and happy fasting everyone. May Allah always help and protect us in every step.  


Love,

Ihat

Share:
My photo
I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up ihatazmi@gmail.com