Jomlo? Terlambat Menikah? Menunda Pernikahan? Ini Alasannya!

Photo by Ahmed Nishaath on Unsplash


Bismillahirrahmanirrahiim

Memasuki usia 24 tahun membuat saya terkadang harap-harap cemas. Kejutan apa yang akan saya terima di usia 24 nanti? Mengingat saya pernah membuat peta hidup dan di peta hidup saya, saya menulis bahwa saya akan menikah di usia 24 tahun. Hehee :D.

Oh berarti udah ada calonnya?

Waduh kalau ditanya begitu saya langsung jawab pelan, belum sambil geleng-geleng kepala dan nyengir. Disusul dengan ucapan, doakan saja ya. Dengan hati dongkol sebenarnya, mengingat saya menjomlo terlalu lama. Apalagi kalau lihat teman-teman sekolah sudah banyak yang menikah. Terkadang saya selalu berfikir, kenapa ya saya jomlo terus? Ah mungkin udah takdirnya kali, belum ketemu aja. That’s a simple reason. Tapi setelah kemarin saya baca buku Marriage With Heart yang ditulis oleh Elia Daryati & Anna Farida ternyata ada 8 alasan seseorang terlambat menikah atau menunda pernikahannya, hal. 57.

1. Pergeseran budaya

Saat ini sebutan perawan atau perjaka tua tidak mendatangkan efek seseram pada zaman dulu. Sudah mulai banyak orang yang tidak malu atau merasa biasa saja, apalagi ketika mereka memiliki karir yang terbilang bagus. Mereka akan lebih santai setelah hidup mandiri, terpisah dengan keluarga besar.

Jangan lihat ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya. Di sekitaran rumah saya yang seusia saya bahkan yang usianya di atas saya masih banyak yang memilih single. Mereka disibukkan dengan pekerjaan bahkan kebanyakan mereka pergi merantau. Meski ada beberapa tetangga yang suka nyinyir soal kenapa gak nikah-nikah, kebanyakan dari tetangga di sini memilih acuh tak acuh dan tak banyak komentar. Apalagi yang tau bahwa masing-masing dari kita ini sedang kuliah/sudah lulus kuliah, mereka selalu mendukung untuk mencari kerja dulu ketimbang nikah. Orang tua saya pun di rumah tidak menekan saya untuk segera menikah. Apalagi saya baru lulus kuliah dan tabungan habis karena dipakai kuliah. Jadi ya saya mau gak mau harus ngumpulin dulu modal. Heheheee 😀

2. Hitung-hitungan ekonomis

Ada yang merasa bahwa berumah tangga berarti siap-siap punya pengeluaran lebih. Dulu, kebanyakan perempuan menikah demi jaminan hidup. Kini kondisinya berbeda. Mulai banyak perempuan yang bukan hanya mandiri secara finansial, tapu juga menjadi tulang punggung keluarga. Dengan pertimbangan ini, sebagian berpendapat bahwa menikah berarti menghadirkan tanggungan ekonomis baru. Laki-laki tak kalah cemasnya dengan hitung-hitungan ini. Sebagai kepala keluarganya, bayangan akan tanggung jawab menafkahi anak, istri, bahkan keluarga besar istri tak jarang jadi mimpi buruk di sore hari.

What’s your opinion of this case? To be honest, iya sih saya suka mikir ke sana. Kadang fikiran saya gini, gaji sekarang saya aja buat sendiri udah pas-pasan apalagi nanti kalau sama suami dibagi dua? Dan hal ini gak cuma ada difikiran saya aja, teman saya yang dulunya pas masih single mikir begitu. Tapi sekarang pas udah nikah bahkan udah punya anak bilang ke saya, saya menghawatirkan hal-hal yang gak perlu saya khawatirkan. Ternyata saya, suami, dan anak masih bisa hidup sampai sekarang. Bahkan rezeki suami saya alhamdulillah lancar setelah menikah.

Lain halnya dengan kedua teman saya ini. Yang satu dulunya bekerja, punya penghasilan tiap bulan tentunya. Suka main sana-sini sama teman-temannya kalau habis gajihan. Setelah menikah dan punya anak, dia memilih sebagai ibu rumah tangga yang hanya fokus mengurus rumah dan anak. Suatu hari pas saya main ke rumahnya, dia berbisik kepada saya.

Enak ya masih single. Punya gaji dan bisa main sana-sini. Dulu juga saya pas kerja begitu. Bisa beli barang atau apapun yang saya mau. Sekarang karena saya udah gak kerja lagi, mau gak mau saya cuma bisa nunggu pemberian dari hasil kerja suami. Itupun harus dibagi-bagi.  

Saya cuma tersenyum masam mendengarnya. Padahal gak saya tanya ya, dia sendiri yang bilang begitu.

Berbeda dengan teman saya kedua. Setelah menikah, lantaran suaminya tidak memiliki penghasilan tetap mau tidak mau dia harus bekerja. Ditambah suaminya memiliki hutang yang cukup besar. Dia bilang sendiri ke saya, saya jadi harus bantu suami membayar hutang-hutangnya dengan gaji saya yang segini. Mungkin gajinya lebih besar kamu daripada saya.

Saya hanya mendengarkan tak banyak komentar. Teman saya yang inipun sama, dia tiba-tiba cerita sendiri ke saya begitu saya main ke rumahnya.   

Jujur sih alasan ini memang kerap menghantui saya. Padahalkan ya urusan rezeki udah Allah atur kadarnya berapa. Mamah sama Bapak suka bilang sama saya, setiap rumah tangga itu urusannya beda. Kalau soal ekonomi, seharusnya bisa diatasi bersama jangan memberatkan salah satu pihak. Nah menurut kalian gimana?

3. Takut Komitmen

Menikah berarti memperoleh kemerdekaan di satu sisi dan kehilangan kemerdekaan di sisi lain. Kebutuhan biologis dan kasih sayang terpenuhi, tapi di saat yang sama hadirlah tanggung jawab “kekitaan”. Setelah menikah, yang menjadi pemeran utama bukan lagi “aku” tapi “kita” atau “kami”. Banyak keputusan yang bisa diambil dalam hitungan detik oleh seorang bujangan, tapi jadi bahan diskusi berhari-hari ketika dia telah menikah…

Waw! Memang betul sih, dengar cerita dari teman-teman saya yang sudah menikah hal sepele pun bisa jadi masalah kalau dalam rumah tangga. Misal gegara lampu kamar antara dimatikan atau dinyalakan ketika tidur, urusan bersih-bersih rumah, mengasuh anak, sampai mencari nafkah. Semuanya butuh kesadaran dan tentunya komitmen. Kalau masih single kan bebas mau ngapain juga. Paling cuma komitmen sama dirinya sendiri.

4. Takut kehilangan teman

Untuk orang yang punya rutinitas kumpul-kumpul bareng teman, pernikahan bisa menjadi lampu merah otomatis. Walau tidak semua, umumnya orang yang sudah menikah – terutama perempuan – akan mengurangi intensitasnya kegiatan hang out bareng teman dan mengalokasikan waktu yang lebih banyak bersama keluarga.

Kalau saya pribadi untuk alasan ini enggak sih. Karena saya kurang suka kumpul-kumpul. Saya lebih senang diam di rumah. Makannya kadang kalau diajak main saya suka banyak nolaknya. Heheee.

5. Tidak percaya pernikahan karena trauma

Sebagian orang melihat pernikahan sebagai dunia yang penuh dengan kebahagiaan. Di sana ada pasangan suami istri yang saling sayang dan sehidup semati. Sebagian lagi melihatnya sebagai sumber masalah, bahkan bencana.

Saya ingat begitu teman saya membuka percakapan dengan kalimat seperti ini,

“Hat, jangan fikir kalau menikah itu enak, bahagia terus karena udah pasangan. Jangan bayangin hal-hal yang indah. Karena setelah menikah semua pintu akan terbuka. Baik dan buruknya.”

Kembali lagi saya cuma manggut-manggut sambil mendengarkan celotehannya. Dalam kalaimat pembukanya itu saya bisa menangkap, bisa jadi sebelum dia menikah dia membayangkan hal-hal yang indahnya saja tanpa memikirkan resiko A atau B yang harus siap ditanggung. Maka dari itu menurut saya, penting sekali sebelum kita memutuskan untuk menikah ada baiknya kita mempersiapkan diri dulu dengan rajin membaca buku soal menikah atau bertanya kepada orang yang sudah menikah terutama kepada orang tua kita. Saya sendiri dulu mikirnya begitu, lha buat apa nikah kalau misal ujung-ujungnya cerai? Apalagi kalau udah liat berita-berita di TV, sinetron yang membahas atau menceritakan mengenai KDRT, perceraian, perselingkuhan. Mamah cuma bilang gini sama aku, setiap pernikahan itu pasti akan berbeda jalannya, berbeda takdirnya. Kalau sudah tau dari awal akan cerai, siapa juga yang mau menikah? Kenapa orang-orang tetap mau menikah padahal misal orang di sekitarnya banyak pernihakannya yang gagal, yak arena orang itu tidak tau masa depan pernikahannya akan seperti apa.

Doc. Pribadi
6. Takut tidak bisa jadi pasangan yang baik

Pernyataan ini bisa dibalik: takut kalau ternyata pasangannya tidak baik. Model pernikahan yang tersaji tiap hari di berbagi berita adalah perceraian kalangan artis. Kasus perceraian yang terdaftar di catatan sipil atau Kantor Urusan Agama tak kalah banyak, namun bergulir tanpa pemberitaan. Informasi yang setiap hari kita peroleh turut membangun persepsi kita tentang pernikahan.

Kalau ini tentu saya juga suka suudzan duluan. Maka dari itu saya suka memotivasi diri saya agar selalu menjadi pribadi yang baik. Karena saya yakin dengan janji Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 26, wanita yang baik untuk laki-laki yang baik.

7. Tidak cukup uang untuk biaya resepsi

Menikah adalah saatnya menjadi raja dan ratu sehari. Rumah atau gedung disulap menjadi istana, hidangan istimewa disuguhkan, teman dan kerabat diundang, dan kabar tentang pesta besar pun disiarkan. Sudah pasti ongkosnya tidak murah, apalagi jika ada adat tertentu yang membuat pengeluaran jadi lebih besar.

Makannya saya dari mulai sekarang sudah niat dan komitmen buat nabung. Hehee. Meski jodoh belum ada dan kelihatan tapi soal uang kan harus sudah disiapkan dari sekarang. Kalaupun nanti uang udah terkumpul dan jodoh belum juga datang gak rugi juga kan? Apalagi saya tipikal yang inginnya nanti kalau nikah itu simple, gak terlalu memakan biaya yang besar dan lebih baik uangnya dijadikan bekal buat nanti sehabis nikah. Hehee.

8. Rahasia Illahi

Ada kalangan yang berpendapat bahwa usaha manusia yang paling menentukan, ada pula yang berkeyakinan bahwa Tuhan berkehendak sedangkan manusia menjalaninya.

Ini sih alasan yang memang paling dasar. Bahkan dari seluruh alasan-alasan di atas, alasan inilah yang menjadi berada diurutan atas bagi saya. Mungkin bisa jadi karena saya belum niat untuk menikah dan masih ingin menikmati hidup sendiri sembari sedikit-sedikit membantu keluarga. Karena saya mikirnya kalau sudah menikah akan sangat susah hanya untuk sekedar bisa main bersama keluarga. Pasti waktu akan banyak dihabiskan untuk mengurus suami dan anak.

Dari depalan alasan ini, adakah yang mewakili alasan teman-teman sekalian? Mari saling mendoakan, agar Allah selalu membantu kita di setiap urusan-urusan yang sedang kita hadapi.

Love,




Sumber:

Daryati, E & A. Farida. 2015. Marriage With Heart. Bandung: Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka

   

Share:

Bikin CV Ta’aruf Ala Dewi Nur Aisyah

Photo by João Ferrão on Unsplash


Bismillahirrahmanirrahiim

Waduh CV Ta’aruf? Udah kebelet nikah? Eh emangnya kebelet pipis? Bukanlah ya. Jadi kemaren-kemaren sempet penasaran aja gitu pas lagi bikin CV buat ngelamar kerja tiba-tiba aja sebuah ide terlintas dalam benak, kalau CV ta’aruf modelnya kayak gimana ya?  Dan pas buka lagi bukunya Mbak Dewi yang judulnya Awe-Inspiring Us, aku menemukan sebuah penanda buku dan pas aku buka dibagian yang ditandai tersebut ternyata itu membahas tentang CV ta’aruf. OMG, how can I forget this?! LOL!

Di dalam buku itu tepatnya di halaman 115, Mbak Dewi menuliskan secara singkat gambaran umum mengenai CV ta’aruf. Ok berikut ini cara membuat CV ta’aruf ala Mbak Dewi Nur Aisyah:

Pertama, profil diri. Pastinya ada profil diri kita sendiri ya. Nama, TTL, alamat, tempat bekerja, suku, golongan darah.

Saranku: kalian bisa memasukkan personal data kalian sedetail mungkin tapi yang perlu digaris bawahi janggan sampai memasukkan data palsu. Waduh bahaya banget tuh!

Kedua, gambaran fisik. Dalam kategori gambaran fisik ini, Mbak Dewi menyebutkan seperti tinggi badan, berat badan, warna kulit, tipe rambut, warna mata, riwayat penyakit, dsb.

Saranku: kalau nulis gambaran fisik kalian bisa tanyain ke orang terdekat kalian mengenai real nya diri kalian seperti apa. Karena kadang apa yang mereka lihat jelas berbeda dengan apa yang kita lihat. Apalagi soal fisik. Diingatkan lagi jangan sampai berlebih-lebihan apalagi memperbagus kondisi fisik yang tidak sesuai juga bisa bikin urusan runyam.

Ketiga, latar belakang pendidikan. Bisa disebutkan mulai dari jenjang SD. Bahkan kalau kataku dari TK juga boleh kalau mau, hehee. Asal jangan bohong aja. Dalam latar belakang pendidikan ditulis misal S1 padahal aslinya tamatan SMA.

Keempat, pengalaman kerja.

Kelima, daftar penghargaan/prestasi (kalau ada).

Keenam, gambaran keluarga.  Kalian bisa bahas soal ayah, ibu, kakak, adik kalian gimana.

Ketujuh, kriteria calon. Hihii. Ini yang paling ditunggu-tunggu. Well, sebelum beranjak menuliskan ini alangkah baiknya kalau kita udah nge list duluan dan udah difikirin mateng-mateng  mengenai kriteria calon seperti apa. Gak asal tulis yang penting dapet calon! Duh! Di dalam kategori kriteria calon, kata Mbak Dewi kita bisa menyebutkan mulai dari kriteria fisik ataupun hal lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, suku, gambaran acara pernikahan, domisili ke depan, karier, target jangka pendek, dll.

Kedelapan, foto diri. Ini yang terakhir nih. Foto diri. Tapi foto dirinya yang terbaru ya. Jangan foto pas zaman UN SMA misal, hehee. Dan yang terpenting fotonya itu foto sendiri.

Begitulah cara membuat CV ta’aruf ala Mbak Dewi Nur Aisyah. Semoga bisa membantu kamu dan aku juga yang saat ini hendak membuat CV untuk ta’aruf. Heheeh. Kalau aku pribadi kayaknya masih harus dirumuskan mau apa aja yang ditulis di CV nya apalagi soal kriteria calon. Hihii. Tulisan di atas hanya ditambah dari opini dan juga saranku aja sih. Selebihnya itu terserah temen-temen sendiri mau dibikin seperti apa CV nya. Yang terpenting apa yang ditulis dalam CV itu bener-bener real dari dari kita sendiri yang apa adanya bukan ada apanya.

Terakhir, good luck! Semoga jodoh yang sedang diusahakan segera menemukan jalannya. Oh ya buat temen-temen yang punya ide lain/tambahan lain mengenari CV ta’aruf bisa komen di bawah ya.

Love,



Sumber:

Aisyah, D.N. 2018. Awe-Inspiring Us. Jakarta: Penerbit Ikon


Share:

#5 Awe-Inspiring Us - Dewi Nur Aisyah

Doc. Pribadi

Identitas Buku

Judul: Awe- Inspring Us

Penulis: Dewi Nur Aisyah

Penerbit: Penerbit Ikon

Motivasi Islami

Cetakan kesatu, Desember 2018

ISBN: 1978-602-51563-3-5

Sebenarnya buku ini udah lama aku beli dan udah tamat juga dibacanya. Cuma kemaren selama WFH dan pas habis wisuda itu aku baca lagi buku ini. Gak pernah bosan buat baca buku ini. Buku ini benar-benar membahas mengenai habis S1 mau ngapain? Ok dari mulai rencana buat lanjut kuliah lagi, bekerja, dan juga menikah. Pokoknya aku sangat merekomendasikan buku ini  buat temen-temen yang habis lulus kuliah S1. Tapi gak menutup kemungkinan buat yang masih kuliah juga bisa, jadi biar ada ancang-ancang gitu kalau habis lulus mau ngapain aja.

Selain itu menurutku buku ini juga tidak menggurui. Mbak Dewi menulis berdasarkan kisahnya sendiri, ditambah ada kata-kata mutiaranya dan juga didukung oleh dalil Qur’an dan Hadits. Bahasanya juga mudah dimengerti dan tidak jelimet gitu.

Blurb                                                                                    

“Setelah lulus kuliah lebih baik lanjut S2, menikah, atau bekerja, ya?”

“Menikah via taaruf atau keluarga?”

“Menentukan kriteria pasangan bagaimana?”

“Setelah menikah tetap bisa menggapai cita, apa bisa?”

Apabila kamu masih ragu menjawab sebagian atau seluruh pertanyaan tersebut, takut pilihanmu salah atau bahkan khawatir kelak masa depan tak membahagiakan, buku ini adalah jawabannya. AWE-INSPIRING US ditulis oleh seorang ibu muda dengan beragam prestasi nasional maupun internasional, yang membuktikan bahwa saat single, menikah, maupun setelah memiliki anak tidak akan menghentikan langkah dalam meraih cita. Dewi Nur Aisyah menuliskan dengan apik cara membuat kehidupan semakin bermakna, mulai dari memaksimalkan masa penantian, persiapan bertemu pasangan, membangun rumah tangga sejak titik awal, hingga tips agar cinta dapat berjalan selaras dengan cita.

Seperti kata awe-inspiring yang bermakna sesuatu yang mengagumkan, AWE-INSPIRING US menyiratkan bahwa bersama dengan keluarga, akan lebih banyak manfaat yang tercipta. Saat kata aku dan dia menjela KITA, akan lebih banyak kebaikan yang dikerja. Pernikahan hakikatnya adalah ajang untuk saling berlomba, melejitkan potensi bersama, dan mengangkasa berdua. Bergenggaman tangan menuju visi yang sama, bahu-membahu mengejar surge-Nya.

Inilah sebuah catatan perjalanan mengukir cinta, upaya untuk merenda asa, bersama menggapai pernikahan mulia…

Highlighted

Just because you don’t see the good in something doesn’t mean it’s not there. Allah has plan for everything. Something that seems bad at the moment can be the best thing that’s going to happen latter on. (Anonymous) – Hal. 33

Maka belajarlah untuk lebih banyak mengejar syukur, melihat dari sisi positif, dan berbagai snagka terhadap apa pun ketetapan-Nya. Yakinlah bahwa hanya skenario terbaik yang telah Allah siapkan untuk setiap hamba-hamba-Nya yang bertakwa…

“Oh Allah… Remind me that Your plans for me are better than my plan.” – Hal. 49

Karena kita meyakini, kita tidak akan pernah rugi saat melibatkan Allah dalam setiap pilihan kita, dalam setiap kejadian yang menerpa. Dan yakinlah, Allah akan sediakan pengganti yang jauh lebih baik lagi dari rasa ikhlas yang menemani. – Hal. 82

Alhamdulillah… Kembali Allah mengingatkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Jika memang sudah rezeki yang digariskan untuk sang hamba, ia tidak akan pernah lari ke mana. Begitupun sebaliknya, jika bukan rezeki kita, tidak mungkin kita akan mendapatkannya. Maka belajar bersyukur atas setiap karunia-Nya, saat Allah memberi apa yang kita pinta, pun bersabar saat Allah menangguhkan keinginan dan asa… – Hal. 217 

Tentang Penulis

Dewi Nur Aisyah adalah salah satu ahli epidemiologi dari Indonesia yang memiliki pengalaman internasional di bidang penelitian dan kesehatan masyarakat. Teman-teman bisa menyapa Mbak Dewi di:

Blog: www.dewinaisyah.wordpress.com/

Facebook: Dewi Nur Aisyah

Twitter: @dewinaisyah

Instagram: @dewi.n.aisyah



Share:

FULATION: Congrats and See U at The Top!


Doc. Pribadi

Bismillahirrohmanirrohim

Anak-anakku sekalian, FULATION yang disayang Allah, bagaimana kabarnya? Semoga senantiasa sehat dan ada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin. 

Well, congratulations on your graduation! Alhamdulillah kalian bisa melewati semua tantangan demi tantangan selama tinggal di Pesantren hingga akhirnya kalian bisa menyelesaikannya sampai ke garis finish. Tepatnya tanggal 6 Juli tadi kalian telah resmi menjadi alumni. Ukhti doakan semoga ilmu yang sudah kalian dapatkan selama di Pesantren senantiasa tetap diamalkan di kehidupan sehari-hari dan menjadi penjaga kalian dalam mengarungi kehidupan ini. Udah yaa Ukhti gak akan lagi bangunin kalian tiap pagi, gak akan lagi ngomel-ngomel karena kalian susah bangun, terlambat ke sekolah, kerudung sama kaos kaki pendek, ruangan berantakan, piring, sendok, botol minum yang disimpan di mana aja. Gak akan lagi ngomel-ngomel sambil maksa buat ke klinik, maksa kalian harus banyak makan dan minum. Gak akan lagi nganter ke klinik, manggil-manggil kalian karena ada telfon atau WhatsApp, atau manggil-manggil kalian lantaran hp kecil belum juga dibalikin. Hehee.

Dikesempatan yang baik ini, Ukhti mau minta maaf yang sebesarnya-besarnya sama kalian. Maafin Ukhti yang mungkin tiap pagi bikin kalian bete, sebel, rungsing :D. Maafin Ukhti juga yang bisa jadi tanpa sengaja pilih kasih, walau hal itu sebenarnya selalu Ukhti jauhin sebisa mungkin. Bagi kalian yang pernah kebentak, kemarahin sama Ukhti padahal bukan kalian yang salahnya, yang pernah ke razia hp, rambut, celana pendek karena ya itu udah tugas Ukhti 😀 atau yang pernah terabaikan karena Ukhti harus ngurus  lain hal. Ukhti minta maaf ya. Untuk barang, makanan, uang atau apapun itu takutnya ada yang ke makan atau ke pake, atau ada yang hilang mohon keikhlasannya. Maaf untuk segala kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan Ukhti selama enam atau bahkan tiga tahun terakhir ini. 

Ukhti sangat bersyukur bisa kenal dan mengasuh kalian. Kalian adalah murid Ukhti yang rupa-rupa warnanya, sekaligus teman dan partner selama di Pesantren. Terima kasih karena selalu pengertian, mau sama-sama bekerja sama, dan yang tak kalah adalah secara tidak langsung Ukhti belajar banyak hal dari kalian. You are the best thing that I have ever had. 

Selamat buat anak-anak Ukhti  yang sudah mendapatkan impiannya, yang belum jangan patah semangat. Karena yang terbaik tak selalu mesti datang cepat dan yang buruk tak mesti datang terlambat. Setiap orang punya timing nya masing-masing. Semangat ya!

Finally, congrats and see you at the top! Mari sama-sama mendoakan semoga dilain kesempatan kita bisa berjumpa kembali. Love you!

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

With love,

Siti Solihat


Share:

Momen Ketika Wisuda

Photo by RUT MIIT on Unsplash


Bismillahirrahmanirrahiim

Kalau ditanya,

Momen apa sih yang paling berkesan ketika wisuda?

Mmm… In my opinion sih gak ada. There was no special because we celebrated our graduation at home. We just sat down in front of the laptop and also made sure the signal was stable. Kalau unstable kebayang dong gimana apalagi pas pemanggilan nama, cuma itu doang sih yang ditunggu-tunggu dari awal habis itu di-screenshot, and finally upload in our social media. Just it.

Kalau pas pemidahan tali toga gimana?

Ya gak gimana-gimana sih. Waktu itu yang mindahin tali toga Mamah, itupun pas Mamah lagi cuci piring dan langsung lari-lari kecil dari dapur pas dibilang sama rektor buat dipindahin tali toganya. Pas graduation orang tua aku tetep jualan, as usually. And they said to me kalau misalkan gak online kayak gitu mereka juga bakal libur jualannya. Ya iyalah moment seumur hidup sekali (kalau buat saat ini ya, gak tau nanti apa bakal wisuda lagi 😀 dalam artian aku kuliah lagi aamiin) dan mereka hadir gitukan di acara yang emang sangat dinanti-nanti dari pas aku kuliah tingkat 1. Cuma ya qadarullah harus berjalan seperti ini. Tapi I’m so thankful to Allah, Alhamdulillah even I late to complete my study. Lebih satu semester sih. But it’s ok. I’m so proud of myself.

Ini berarti kan di rumah ya acara wisudanya, ada yang ngasih bunga gak ke rumah?

Iya exactly I celebrated it at my home. Kalau yang ngasih bunga gak ada sih, tapi mm.. kalau yang ngasih boneka wisuda ada. She is my best friend. Jadi sepulang dia nge-private English, she came at my home, she said to me that she just wanted taking picture with me. And so surprised I think, she brought the big bag paper and yah that was a gift for my graduation. Well, thanks a lot Teh Dini!

Oh iya, I remember, jadi H-1 nya itu my friends yang satu asrama sama aku ini, temen kerjaan ya maksudnya, mereka ngajakin aku buat photo studio. Dan mereka minta buat bawa aja baju wisudanya, even the graduation was tomorrow. Awalnya aku nolak, dalam hatiku masa iya sih wisudanya kan besok masa photo-photo pake baju wisudanya udah dari sekarang? Tapi ya they are so kind and they promised me for uploading the photo tomorrow. Jadi pas aku lagi wisuda baru mereka upload. Dan yah Alhamdulillah gak aku tolak. Aku dateng ke studio photonya saat itu dan kayaknya nyesel deh kalau aku nolak. Terharu banget pas sampai sana. Maksudnya ya mereka se care itu sama aku. Dan pas bagian bayar juga kalau liat kondisi kan harusnya aku ya yang bayarin secara yang punya hajatannya itu aku kan, but mereka bayar masing-masing. Duh pokoknya itu kado terbaik deh yang mereka kasih buat aku. And I wanna say thanks a bunch for Teteh, Teh Siti Rohayati, thanks for your idea. Aku aja gak kefikiran sampai sana buat photo-photo bareng sama temen seasrama. It was a brilliant idea.

Apa aja sih persiapan yang dilakukan buat wisuda?

Meski online ya, aku antusias banget buat merayakannya. Secara ini hasil dari kerja keras aku selama 4,5 tahun gitu kan. Aku mikirnya masa iya sih gak ada persiapannya. Ya maksudku, misal dari mulai kuota aku isi full H-1 nya itu, gak mau lah pas hari H nya tiba-tiba layarnya berhenti karena kuotanya habis. Bahkan aku sampai beli kartu baru. Besides, I also prepared for my makeup. Jadi dari awal aku beli beberapa produk dan aku belajar sendiri, belajar dari YouTube; cara makeup buat wisuda. Meski hasilnya abal-abal hehee tapi aku puas. Terus buat bajunya aku pake baju gamis aja, kado dari orang tua santri asuh aku. Awalnya aku mau jahit baju kebaya, kebaya gamis gitu. Cuma dananya aku pakai buat lunasin biaya wisuda aku, jadi gak jadi deh. Dan harganya lumayan juga lah, orang badan aku kebilang gede hehee. Dan H-1 itu sebelum aku pergi photo studio bareng temen-temen aku itu, paginya aku setrika baju gamisnya, baju wisudanya juga.

Ah ya! Ada satu moment yang sebenarnya bikin aku terharu plus kalau diingat bikin nangis sih. Jadi sehabis pulang photo studio itu, aku minta antar ke Bapak aku buat beli buket bunga. Tadinya kan mau beli ke temen ternyata temen aku lagi off dulu. Ya udah sore itu Bapak aku temenin aku buat cari itu buket bunga. Udah ke beberapa florits dan ternyata harganya lumayan lah. Dan saat itu gak ada satupun dari buket bunga yang aku suka. Aku fikirnya kalau aku gak suka kenapa aku mesti beli? Gak apa-apalah besok photo wisudanya gak pake buket bunga. Kataku gitu. Waktu itu udah ke tiga toko bunga, gak ada yang cocok dan udah mulai hujan juga ya jadi aku sama Bapak langsung pulang aja.

Ketika di rumah aku sempet ngedumel sendiri sih, kenapa gak dari kemaren-kemaren nyari, scroll di internet gitu. Sampai Mamah aku bingung sendiri, katanya apalagi yang harus dicari? Emang buket bunga buat apa? Kemudian aku jawab gini,

“Mah buket bunga itu sebagai hadiah pas acara wisudaan. Biasanya mereka tuh dapet buket bunga dari temen-temennya atau dari orang tuanya. Ya soalnya kan gak bakal ada yang kasih buket bunga ke aku jadi aku beli sendiri sebagai hadiah buat diri aku sendiri.”

Dan aku langsung diem begitu sadar aku jawab gitu. Sebenarnya gak ada maksud buat nyindir Mamah aku. Aku sadar, Mamah aku sama Bapak aku kan lulusan SD. Mereka baru akan mengalami momen wisuda ini besok. Selain itu juga harga segitu buat mereka terlalu wah. Bagi mereka dengan uang seharga buket bunga mending dipakai buat beli lauk pauk.

“Iya Mamah kan gak tau.” Jawab Mamah aku datar banget dan dari wajahnya keliatan rasa bersalah atas ketidaktahuannya.

Setelah itu Mamah pergi ke luar rumah entah ke mana dan aku memilih untuk pergi ke mandi. Begitu selesai mandi, Mamah aku juga baru aja sampai ke rumah. Mamah aku menyodorkan satu bungkus bubur ayam padaku,

“Ini aja ya,” ujar Mamahku dengan ekspresi wajah yang tak bisa kudefinisikan. Aku hanya diam sembari menerima bungkusan bubur ayam itu dan memakannya dengan perasaan campur aduk.

Terakhir?

Masih ada yang kirim kado rupanya. Dikirim via go-send isinya sepatu dan alhamdulillah cukup. Hehee. Jazakallohu khoiran kastiira Teh Miftah. Terus beberapa minggu setelah kelulusan itu anak-anak asuh aku main ke rumah, ngucapin ucapan Selamat secara langsung dan mereka nanya-nanya soal kuliah yang sebenarnya aku sendiri juga bingung harus jawab apa :D. Makasih yaa udah dateng jauh-jauh dari Bandung sampe nyetir sendiri, terus yang nyusul juga pake motor. Love you! And lastly alhamdulillah wa syukurlillah bisa photo studio bersama keluarga, lengkap!

Doc. Pribadi

Regards,



Share: